After a long time

Kailee, Kalilo, Jericho, dan Anne turun dari mobil. Mereka turun di depan sebuah gedung besar yang sebagian besar temboknya berwarna krem. Kailee menatap gedung di depannya dalam diam. Ia menolehkan kepalanya ketika Kalilo memanggilnya.

“Kenapa ngelamun? Kamu takut?” tanya Kalilo.

Kailee menggelengkan kepalanya, “Enggak. Aku cuma lagi liat-liat gedungnya aja. Bagus, ya ....”

Kalilo mengangguk, “Iya, bagus. Di sini fasilitasnya lengkap dan terjamin. Makanya tante Anne masukin dia ke sini.”

“Rael baik-baik di sini?”

Kalilo menerawang ke depan, “Maybe yes.

“Lo gak perlu takut, dek. Ada gua sama Kalilo yang jagain lu,” ucap Jericho.

Kailee terkekeh, “Lebay lo.”

“Yeee, dibilangin juga malah kayak gitu. Dasar!” sungut Jericho. Kalilo tertawa melihat interaksi keduanya.

“Ayo, anak-anak. Kita masuk ke dalam,” ajak tante Anne setelah berbincang dengan pengurus asrama ini.

Asrama Cynosure.

Kailee membaca palang bertuliskan nama asrama itu ketika masuk ke dalam. Letaknya berada di dekat pintu masuk. Ia berjalan di samping Kalilo. Tangannya meremat tas selempangnya, jantungnya berdetak tak karuan. Gadis itu menarik napas dan membuangnya perlahan-lahan agar tenang.


Kini mereka menunggu di ruangan kepala pengurus asrama. Menunggu Rael yang sedang dipanggil oleh salah satu pengurus di sana. Tidak lama kemudian, pintu terbuka. Kailee menoleh ke arah pintu. Pengurus itu sudah kembali, di belakangnya ada seseorang yang belum menunjukkan dirinya.

Ketika keduanya masuk, Kailee tersenyum kaku ketika melihat Rael yang terkejut mendapati dirinya berada di hadapannya.

“Mama ....,” lirih Rael.

“Apa kabar, nak? Kamu baik?” tanya Anne.

Rael mengangguk, ia mengalihkan pandangannya ke Kailee. Anne yang tersadar langsung tersenyum.

“Kailee mau ketemu kamu. Ayo, kamu sapa dia,” ujar Anne.

“Hai, Rael!” sapa Kailee.

Rael tersenyum, “Hai.”

“Gimana kabar kamu?” tanya Kailee.

“Aku baik, Kailee. Kamu sendiri gimana?” tanya Rael.

“Gue baik juga.”

“Kailee, soal waktu itu, aku bener-bener minta maaf sama kamu. Aku nyesel banget ngelakuin itu semua. Aku minta maaf sama kamu. Apalagi aku sampe bikin trauma, aku minta maaf sama kamu,” ucap Rael sambil menangis.

“Eh, gapapa, Rael. Gue udah maafin lo, kok. Asalkan lo juga berubah dan gak ngulangin hal yang sama. Jadiin itu semua pelajaran buat diri lo sendiri,” ujar Kailee.

“Aku gak pantes buat dimaafin, Kailee. Aku udah jahat banget sama kamu. Aku gak pantes berdiri di hadapan kamu, harusnya aku gak muncul di depan kamu sampai kapan pun.”

Jericho, Kalilo, dan Anne hanya menyimak keduanya. Kepala pengurus dan pengurus lainnya sudah keluar dari ruangan. Membiarkan mereka memliki waktu untuk berbincang tanpa adanya orang lain di sini.

“Jangan ngomong gitu, Rael. Sefatal apa pun kesalahan lo, masih bisa dimaafin. Tapi, itu semua tergantung setiap orang yang mau maafin lo apa enggak. Gue udah maafin lo, meski lo yang bikin gue trauma. Cuma gue gak bisa aja kalau temenan lagi sama lo. Maaf, Rael. Tapi, lo gak pantes buat jadi temen gue. Semua yang udah lo lakuin itu jahat dan masih berbekas di ingatan gue. Gue harap setelah ini lo sadar dan berubah jadi baik, ya. Jangan sampai lo mengulangi kesalahan yang sama.”

“Aku bakal jadiin kejadian itu sebagai pelajaran, aku gak akan ngelakuin itu lagi karena aku bener-bener nyesel. Aku juga sadar kalau kamu sama yang lain sebenernya tulus temenan sama aku. Aku bener-bener jahat dan gak tau diri, Kai. Setelah ini semoga kamu hidup bahagia, ya. Jangan pernah ketemu aku lagi. Aku gak akan muncul di hadapan kamu dan pergi jauh dari sini,” ucap Rael.

“Lo juga harus bahagia ya habis ini. Yakin deh, kebahagiaan bakal dateng ke lo kalau lo nunggu dengan sabar,” ucap Kailee sambil tersenyum.

Rael mengangguk, “Iya, Kailee. Makasih, ya.”

Kailee tersenyum. Keduanya berpelukan untuk beberapa menit. Rael sudah berhenti menangis dan tersenyum ketika memeluk Kailee cukup lama.

“Udah, nih? Pulang, yuk? Ntar lu dicariin bang Raiel,” ucap Jericho.

“Sabar, bang. Masih lepas kangen, tuh,” sahut Kalilo.

Anne tertawa, “Rael, kamu harus balik lagi, kan? Mama pamit pulang, ya. Nanti Mama ke sini lagi. Mungkin besok atau lusa atau minggu depan, ya?”

Rael mengangguk, “Iya, Ma. Hati-hati di jalan, ya. Rael sayang Mama.” Rael memeluk Anne dengan erat.

“Mama juga sayang Rael.”