Api unggun dan jurit malam
Semua orang duduk melingkar di sekitar api unggun yang menyala di tengah kegelapan. Udara yang dingin malam ini bisa dihangatkan dengan panas dari api unggun. Kailee dan Kalilo duduk bersebelahan, mereka berdua berbincang sambil sesekali tertawa karena hal lucu.
“Kamu tadi kok bisa basah kuyup?” tanya Kalilo.
“Biasa,” balas Kailee.
Kalilo mendengus, “berulah mulu sih dia. Padahal lagi kemah juga, apalagi di tempat kayak gini.”
Kailee tertawa, “udah biasa. Dia mana mikirin tempat kalau mau ngelakuin rencananya.”
“Tapi, kamu gapapa, kan? Kamu gak kedinginan? Nanti kalau kamu tiba-tiba drop, gimana?” tanya Kalilo khawatir.
“Aku gapapa, Ilo. Tadi cuma agak kesel dikit,” balas Kailee. Wajahnya cemberut karena mengingat kejadian tadi.
“Kok keselnya dikit doang? Harusnya yang banyak, dong,” ucap Kalilo.
“Gak boleh gitu, dong,” ucap Kailee sambil tertawa.
Kalilo terkekeh, “kamu mau sosis bakar? Tuh, lagi pada bakar-bakaran.”
Kailee menggeleng, “aku udah kenyang.”
“Emang kamu makan apa?” tanya Kalilo.
“Makan cinta kamu, HAHAHA,” balas Kailee lalu tertawa.
Kalilo terkekeh, ia mencubit pelan pipi Kailee. “Bisa aja kamu, kak. Aku ambilin deh, ya? Kita makan bareng. Harus isi perut dulu sebelum jurit malam nanti.”
Kailee mengangguk, “ya udah deh.”
Kalilo bangkit dari duduknya dan pergi ke arah orang-orang yang sedang membakar sosis dan jagung, ia mengambil beberapa tusuk. Kemudian kembali lagi ke tempat tadi. Kalilo memberikannya pada Kailee, Kailee juga menyuruhnya untuk ikut makan bersamanya.
Murid-murid sudah berbaris sesuai kelompok. Sekarang satu kelompok berisi dua kelompok perempuan dan laki-laki yang digabungkan menjadi satu. Mereka akan melakukan jurit malam, tentunya ada beberapa tanda yang sudah dijadikan alat petunjuk untuk mereka.
“Aku gak sabar banget mau jurit malam!” seru Rael.
“Gak sabar amat lo? Mau ketemu kunti, ya?” ucap Ella.
Adira tertawa, “parah lu, El.”
“Hehe, iya,” balas Rael.
“Beneran temennya, nih,” gumam Sachi yang dapat didengar oleh Kailee. Kailee hanya tertawa pelan.
“Anak-anak, kami sudah memberi tanda sebagai petunjuk kalian jalan pulang. Nanti ada beberapa pos, kalian akan melakukan misi yang diberikan oleh penjaga pos. Ada 6 pos yang harus kalian lewati, tentunya dengan misi yang berbeda. Karena ini sudah jam 10 malam, maka diusahakan jam 12 malam sudah selesai. Karena besok masih ada kegiatan lainnya. Diharapkan kalian untuk tenang, jaga sikap, jangan berpisah dengan anggota kelompoknya. Ada 10 orang di setiap kelompok, ingat baik-baik anggota kelompoknya. Jangan sampai hilang! Sebelum itu, mari kita berdoa terlebih dahulu.”
Setelah berdoa, satu-persatu kelompok mulai masuk ke dalam hutan dan mengikuti petunjuk yang akan mengarahkan mereka ke setiap pos yang sudah mereka siapkan. Hingga akhirnya sekarang giliran kelompok Kailee. Mereka mulai berjalan masuk ke dalam hutan dan saling berdempetan, mereka takut terpisah dari kelompok. Apalagi tidak ada penerangan sama sekali, mereka hanya membawa senter dan ponsel.
“Ih, Adira! Jangan nakut-nakutin, dong!” seru Rael.
“Gue diem aja, anjir!” balas Adira.
“Diem deh kalian, mending kita cari posnya ada di mana.”
“Ini kenapa gelap banget, sih?!” seru Ella ketakutan.
“Namanya juga hutan,” sahut Kailee.
“Berisik, cepetan lanjut jalan.”
“Banyak banget nyamuknya.”
“Eh, guys. Maaf, aku tiba-tiba kebelet pipis. Boleh berhenti dulu, gak?” ucap Rael.
“Yang bener aja lu tiba-tiba kebelet?!” seru Sachi.
“Aku kan gak tau, lagian ini juga tiba-tiba. Padahal tadi aku udah ke kamar mandi,” ucap Rael. “Aku udah gak tahan lagi, boleh, dong?”
“Ck, ya udah sana. Kita tungguin di sini. Jangan hilang!”
Rael mengangguk, ia menarik tangan Kailee. “Temenin aku, yuk!”
Kailee hanya pasrah mengikuti Rael yang berjalan ke arah belakang, pergi ke sebuah pohon yang sekiranya bisa menutupi dirinya. Rael diam-diam tersenyum. Ia berbalik dan menatap Kailee, memasang wajah khas orang kebelet.
“Kamu tunggu di sini, ya! Jangan ke mana-mana!” seru Rael.
Kailee mengangguk, “jangan lama-lama.”
Kemudian Rael berjalan ke arah pohon. Kailee menunggu sambil melihat ke arah sekitar. Sebenarnya Kailee tidak takut, ia hanya takut tidak bisa kembali ke tempat perkemahan. Apalagi udara dingin yang menyerang dirinya, membuat bulu kuduknya berdiri. Kailee berdecak karena Rael sangat lama, padahal ini sudah beberapa menit berlalu.
“Rael?”
“Lo udah selesai?”
“Rael? Lo jangan diem aja, dong.”
“Belum selesai?”
“Rael?!”
Sementara itu, Rael sudah kembali ke kelompoknya. Ia tersenyum ke arah teman-teman kelompoknya, “hehe, maaf, lama ya nunggunya? Tadi susah banget nyari tempatnya.”
“Kailee mana?” tanya Adira yang menyadari kalau Kailee tidak bersama Rael.
“Eh, tadi dia di belakang aku. Katanya dia nyuruh aku duluan aja,” balas Rael.
“Lo gak ninggalin dia, kan?” tanya Ella dengan tatapan intimidasi.
Rael menggeleng, “enggak, kok! Malahan tadi dia nyuruh jalan duluan soalnya tali sepatunya lepas. Dia gak jauh dari kita, kok. Kita jalan duluan aja, yuk?”
“Nunggu Kailee dulu, lah.”
“Kasian dia nanti sendirian.”
“Nanti kelamaan, kita harus nyelesaiin misinya. Lagian ini ada tanda, kok,” ucap Rael.
“Aduh, tapi—”
“Lanjut aja!” seru Rael.
Akhirnya mereka melanjutkan langkah mereka tanpa tahu kalau sebenarnya Kailee dijebak dan tersesat sendirian di tempat sebelumnya. Rael menghadap ke belakang, ia tidak menemukan Kailee yang berjalan di belakangnya. Ia tersenyum puas. Kemudian ia mengikuti langkah teman-teman kelompoknya.
“Rasain kamu, Kailee!”