Bunda di sini

Orel langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya setelah membayar ongkos taxi. Orel membuka pintu rumahnya dan mengucapkan salam. Jena yang sedang duduk di pangkuan sang Ayah karena tadi menangis langsung menghampiri sang Bunda.

Orel berlutut mensejajarkan tingginya dengan anaknya, Orel tersenyum dan membuka kedua tangannya. Jena berlari berhamburan ke pelukan sang Bunda. Sisa-sisa air matanya masih tergenang di pipi, Orel mengecup pipi putrinya, mengusap pipi sang anak.

“Anak Bunda kok nangis? Padahal tadi Bunda cuma keluar sama temen,” ucap Orel, ia menggendong Jena dan membawanya ke ruang keluarga. Di susul Rajendra di belakangnya. Keduanya duduk di sofa dan menatap Jena yang masih memeluk Orel.

“Jena kaget soalnya Bunda gak ada di rumah,” lirih Jena. Ia semakin menenggelamkan kepalanya di dada sang Bunda.

Orel terkekeh, ia mengusap kepala Jena dengan penuh kasih sayang. “Jena anak baik, jangan nangis lagi, oke? Bunda udah di sini, jadi Jena jangan nangis lagi.”

Jena mengangkat kepalanya, ia mengangguk dan menyodorkan jari kelingkingnya. Orel menatap Jena bingung, “Bunda harus janji sama Jena, jangan pergi kemana-mana.” ucapan sang anak membuat kedua orang yang sudah cukup umur itu tertawa.

Orel menautkan jari kelingkingnya di jari kelingking sang anak, “janji. Bunda janji sama Jena gak bakal pergi kemana-mana,” ucapnya. Ia mengecup kepala sang anak dan kembali memeluknya.

Rajendra tersenyum melihat dua wanita yang saling berpelukan di depannya. Ia mengusap kepala Jena dan juga Orel yang kini sudah menjadi istrinya dan memiliki satu anak dengannya.

“Jena, sekarang udah sore, kamu mandi sana,” titah Rajendra.

“Tapi, Jena mau di mandiin sama Bunda,” pinta Jena.

“Bunda kan baru pulang, pasti Bunda capek,” ucap Rajendra.

“Aku gapapa kok, mas,” sela Orel. “Jena mau di mandiin sama Bunda?” tanya Orel kepada sang anak, Jena mengangguk sebagai jawaban.

Orel menyuruh Jena untuk turun dari pangkuannya, ia berdiri dan menggandeng Jena pergi ke kamar mandi.

“Sayang, kamu kan baru pulang. Kalau capek, mending aku aja yang mandiin Jena,” ujar Rajendra yang mengikuti keduanya di belakang.

“Gapapa, mas. Aku gak capek kok. Lagian udah terbiasa, jadi gak kerasa capeknya,” balas Orel.

Rajendra tersenyum, “istri yang baik deh kamu. Nanti aku boleh dong gabung sama kalian,” godanya yang langsung mendapat tatapan tajam dari sang istri.

Orel membawa Jena masuk ke dalam kamar mandi, ia menatap Rajendra yang sedang cengengesan dengan tajam. “Gak usah macem-macem deh kamu. Awas aja!”

“Bercanda aja ...” lirih Rajendra menatap pintu kamar mandi yang tertutup.

Kasian deh Ayah, hahaha.

Suara sang anak dari kamar mandi terdengar, anaknya mengejek dirinya. Rajendra menggelengkan kepalanya dan menghampiri kasurnya untuk merebahkan dirinya. Sudah punya anak 1 dan sudah berumur, membuat pinggangnya tidak sekuat dulu. Sekarang dikit-dikit pegal, membuat dirinya harus memakai koyo setiap punggungnya terasa pegal.

“Anak gue lucu, tapi suka banget jahil. Udah pasti ini ajaran Haikal,” gumam Rajendra sambil menutup matanya.