Can you guys stop?
cw // fight , blood , harshwords.
“Adira tuh sok cantik banget tau, Ji. Aku pernah liat dia tebar pesona ke anak kelas sebelah. Aku juga pernah liat dia godain cowok kelas sebelah. Kok bisa sih kamu pacaran sama dia? Untung aja kamu udah putus ya sama Adira,” ucap Nata yang mengikuti langkah kaki Jinan menuju kantin sekolah.
Jinan memberhentikan langkahnya, membuat Nata ikut berhenti. Nata menatap Jinan dengan wajah tanpa dosanya. Jinan menatap Nata dengan tajam, ia merasa jengkel pada Nata yang terus-menerus menjelek-jelekan Adira padanya. Padahal ia tau betul tentang ‘mantan kekasihnya’ itu.
“Kenapa berhenti?” tanya Nata.
“Lo bisa gak sih berhenti jelek-jelekin Adira ke gue? Lo tuh gak tau apa-apa mending diem, anjing!” sentak Jinan, ia menatap Nata dengan tajamnya.
Nata mengerutkan keningnya, “kan aku cuma ngomongin fakta! Adira itu suka genit ke cowok lain, aku sendiri yang liat! Masa kamu gak percaya sama aku, sih?!”
“Gak ada gunanya gue percaya sama omongan sampah lo itu,” ucap Jinan dengan tenang. “Gara-gara lo! Gue putus sama Adira.” jari telunjuknya tepat berada di depan wajah Nata. Nafasnya memburu karena emosinya sudah sampai ubun-ubun.
“Tapi kan–”
“BERHENTI, NAT! BERHENTI NGOMONGIN ADIRA DAN JELEK-JELEKIN DIA KE GUE! LO GAK TAU APA-APA!” bentakan Jinan membuat semua orang menatap mereka berdua. Jinan tidak mempedulikannya, sedangkan Nata menatap Jinan dengan tatapan marahnya.
“Adira itu sok cantik, dia murahan, gatel banget jadi cewek, genit banget ke cowok padahal dia pacaran sama kamu! Harusnya kamu putusin dia dan bikin dia sadar sama tingkah lakunya! Kenapa sih–”
Bugh
“Jinan!” Nata menghampiri Jinan yang tersungkur di lantai. Jinan mengusap ujung bibirnya yang berdarah, ia menatap Javiro dengan nyalang. Javiro juga menatapnya dengan tatapan penuh amarah. Jinan menyentak tangan Nata yang memegangi lengannya. Jinan berdiri dan maju selangkah menghampiri Javiro.
“Maksud lo apa, bangsat?!” tanya Jinan dengan suaranya yang keras.
“Urusin tuh cewek lo! Gak usah jelek-jelekin Adira pake mulut sampahnya!” Javiro menunjuk Nata dan menatap gadis itu marah.
“Harusnya lo nampar dia bukan gue, anjing!”
“Ya lo cowoknya, bangsat! Urusin cewek lo! Ajarin cara ngeluarin kata-kata yang bener, bukan omongan sampah!”
“Nata bukan cewek gue, anjing!”
“Oh, ya? Terus kejadian waktu itu apaan, hah?! Lo mau ngelak apalagi? Lo udah nyakitin Adira, anjing! SADAR LO, BRENGSEK!”
Bugh
Jinan melayangkan tinjuannya ke wajah Javiro, membuat Javiro tumbang dan jatuh seketika di atas lantai. Keduanya di penuhi amarah, semua orang yang berada di kantin pun berteriak histeris ketika Jinan memukul Javiro. Javiro berdiri dan kembali meninju Jinan dengan ganas. Keduanya saling adu tinju dan memukul satu sama lain. Tidak peduli dengan keadaan sekitar mereka. Keduanya saling memukul hingga sekarang mereka berdua ada di tengah lapangan. Semua orang hanya bisa menonton keributan mereka berdua tanpa bisa melakukan apapun.
Pukulan demi pukulan di layangkan ke wajah lawan dengan ganas, matanya memancarkan amarah, tubuhnya masih bisa berdiri meski sudah babak belur, nafas mereka yang memburu. Jinan dan Javiro masih saja saling memukul padahal sudah ada yang berusaha untuk menahan mereka. Adam dan teman-teman Jinan berada di sana untuk menghentikan pertengkaran mereka. Tetapi keduanya masih tersulut emosi dan saling memukul satu sama lain.
Hingga akhirnya ada suara yang bisa menghentikan mereka. Keduanya menatap orang itu, Jinan dan Javiro seketika berhenti memukul dengan nafasnya yang masih memburu. Itu Adira. Adira berjalan mendekati keduanya, hingga kini ia berada di tengah-tengah Jinan dan Javiro. Adira menatap keduanya bergantian. Wajah mereka sudah di penuhi lebam dan darah yang keluar dari luka pukulan. Adira menghela nafasnya, jujur saja ia lelah karena mereka dua selalu saja bertengkar semenjak Adira dan Jinan putus.
“Kalian kenapa berantem?” tanya Adira. Tidak ada jawaban dari keduanya. Hingga Adira meledakkan amarahnya, ia sudah benar-benar marah pada keduanya. “KENAPA GUE TANYA?! KENAPA KALIAN BERANTEM? KALIAN TAU KAN INI MASIH DI SEKOLAH? KENAPA MALAH BERANTEM? MIKIR DONG! PUNYA OTAK, KAN?!” Edrea dan Kamala yang baru saja tiba di sana pun terkejut dengan Adira yang mulai meledakkan emosinya.
Gadis itu terlihat sangat marah, bahkan matanya sampai berkaca-kaca saking marahnya. Ia menahan agar tidak kelepasan memarahi mereka berdua. Tapi hari ini, semuanya tidak bisa di tahan lagi.
“Dir, Nata jelek-jelekin lo! Ya gue gak terima, lah!” Javiro mulai bersuara, ia menatap Adira dengan tatapannya yang mulai melunak.
“Dia nonjok gue duluan. Padahal gue juga udah bilang ke Nata buat gak jelek-jelekin lo,” ucap Jinan.
Adira menatap Nata dengan tajam, “anjing ya lo! Udah bikin gue sama Jinan putus, sekarang lo jelek-jelekin gue! Ada masalah apaan sih lo sama gue?!”
“A–aku gak ngapa-ngapain kok, Adira,” kata Nata dengan gugup. Ia merasa takut dengan Adira.
“Alesan mulu lo, anjing! Gue udah sabar ya selama ini sama tingkah laku lo. Gue kira setelah gue putus sama Jinan gara-gara lo, lo bakalan berubah dan berhenti bikin masalah,” ucap Adira. “Ternyata masih aja bikin masalah. Lo gak ada kerjaan apa gimana, Nat? Jahat banget lo, sumpah.”
“AKU GAK NGAPA-NGAPAIN, ADIRA!” teriak Nata. Semuanya terkejut karena Nata yang tiba-tiba berteriak. Adira terkekeh, ternyata gadis itu sudah berani menunjukkan sifat aslinya kepada semua orang. Nata sontak menutup mulutnya ketika ia sadar telah berteriak di hadapan semua orang. “Maaf, aku tadi kelepasan. Kamu, sih, Dir!” dan selalu saja menyalahkan Adira atas semua yang ia lakukan.
“Lo berdua berantem lagi sana, sampai koma juga gue gak peduli! Gue capek banget ngurusin kalian berdua. Kayaknya sehari gak berantem tuh gak bisa, ya?” Adira menatap Jinan dan Javiro secara bergantian. Lalu saat Adira ingin pergi, kedua tangannya di tahan. Ia menatap Jinan dan Javiro dengan bingung. Jinan yang memegangi lengan kanannya, Javiro yang memegangi lengan kirinya.
“Ngapain?” tanya Adira sambil menatap keduanya bergantian. Jinan dan Javiro saling bertatapan dengan sinis.
“Obatin gue, Ra. Gue juga mau ngobrol sama lo,” ucap Jinan lalu menarik Adira pergi. Melepaskan pegangan Javiro pada tangan Adira. Adira menatap ke belakang, menatap Javiro dengan tatapan khawatir. Javiro tersenyum, menyuruh Adira untuk mengikuti Jinan.