Dinner
Kailee dan keluarganya sudah datang ke restoran yang sudah dipesan oleh Anne, tantenya. Mereka memakai baju semi formal karena ini hanya makan malam biasa, seperti makan malam di rumah tapi versi mewah. Kailee menunggu tantenya yang katanya akan datang sedikit terlambat karena ada sedikit kendala.
15 menit kemudian, Anne datang. Tampak seorang diri, Kailee mengerutkan keningnya. Rael gak ikut? Batinnya. Anne tersenyum, ia menyapa Amira dan Irwan, orangtua Kailee. Ia juga menyapa Kailee, Raiel, dan Jericho.
“Maaf ya, saya lama karena tadi ada kendala sedikit,” ucap Anne.
“Gapapa, An. Anakmu gak diajak?” tanya Amira.
“Oh, dia lagi di mobil. Katanya mau benerin make-up dulu,” balas Anne. Tak lama kemudian, Rael datang dengan senyum kikuknya. Ia sedikit terkejut karena melihat Kailee berada di sini. Rael duduk di samping Anne, ia juga menyapa orangtua Kailee.
“Kamu tau kalau Kailee sepupu kamu, kan, nak?” tanya Anne.
Rael mengangguk pelan, “Tau kok, Ma.”
Raiel dan Jericho menatap Rael datar, karena mereka masih mengingat kejadian perkemahan sekolah Kailee. Rael dengan rencananya untuk membuat Kailee hilang. Keduanya masih mengingat jelas kejadian itu. Tebakan mereka selama ini benar. Rael benar-benar sepupu mereka, yang artinya mereka adalah keluarga.
“Oh, tau Kailee sepupu lu? Kalian di sekolah temenan, kan?” tanya Jericho sengit. Rael hanya mengangguk, dirinya merasa takut dengan tatapan Jericho yang mengintimidasi.
Raiel terkekeh sarkas, “Sepupu apaan yang berusaha buat nyelakain sepupunya? Aneh.”
Suasana mendadak canggung. Kailee merasa tidak enak, ia menyenggol lengan Raiel untuk diam, ia juga mendelik pada Jericho. Jericho hanya mengangkat kedua bahunya acuh.
“Nanti kita bicarakan. Sekarang kita makan malam dulu, ya. Sudah lama saya tidak merasakan makanan Indonesia,” ucap Anne yang memecah keheningan.
“Maafin anak saya, ya, Anne. Dia emang gitu anaknya,” kata Amira yang merasa tidak enak hati akibat ucapan anaknya.
Anne tersenyum, “Gapapa, mbak.”
Makan malam itu berjalan dengan baik. Meski Rael merasa risih karena Jericho dan Raiel terus menatapnya dengan galak, diam-diam ia memaki kedua kakak sepupunya itu. Sedangkan Kailee hanya diam. Gadis itu banyak mengobrol dengan Anne. Tertawa bebas. Anne tampak lebih dekat dengan keponakannya daripada anaknya sendiri, hal itu membuat Rael kesal.
“Ma, kapan kita pulang?” tanya Rael, menginterupsi percakapan Anne dan Kailee.
“Sebentar lagi, ya, nak. Mama masih mau ngobrol sama Kailee, kangen soalnya,” balas Anne sambil tersenyum. Ia mengusap kepala Rael.
“Mama lebih kangen Kailee daripada aku? Aku anak Mama! Kenapa Mama malah lebih kangen sama dia? Harusnya Mama habisin waktu sama aku, bukan sama Kailee!” ujar Rael dengan kesal.
“Rael, Mama gak ngajarin kamu buat ngomong kayak gitu. Gak sopan! Mama bisa kasih waktu buat kamu besok, seharian full juga Mama jabanin. Kamu gak perlu bilang begitu. Cepat minta maaf sama Kailee!” ucap Anne sambil menahan kekesalannya.
“What am I sorry for? I’m not guilty,” ucap Rael lalu pergi dari sana. Mengindahkan panggilan sang Mama. Ia sudah terlanjur kesal, lebih baik dia pergi dari sana sebelum kekesalannya memuncak.
“Aduh, maaf, ya. Saya gak enak hati sama kalian, makan malam kita jadi gak berkesan. Nanti kapan-kapan kita ngobrol lebih banyak, ya, Kailee. Mbak, aku izin pulang, ya. Makanannya sudah saya bayar semua. Kalian pulangnya hati-hati, ya. Sekali lagi saya minta maaf,” ujar Anne.
“Iya, tante. Hati-hati di jalan,” kata Kailee.
“Duh, gapapa, dek. Mbak ngerti, kok. Wajar aja Rael kesal gitu, hahaha. Hati-hati di jalan, ya!” ucap Amira.
Setelah mereka berpamitan, Kailee dan keluarganya juga segera pulang. Saat berjalan ke arah mobil, di samping kanan-kiri Kailee adalah kedua kakaknya. Ia serasa diapit oleh mereka karena tubuh kakak-kakaknya yang besar.
“Temen lu tuh, dek, nyebelin amat,” bisik Jericho.
“Adek sepupu lo!” seru Kailee.
“Ih, najis.” Jericho bergidik.
Kailee tertawa melihatnya.
“Orang kayak gitu harusnya gak ada di kehidupan kita. Ganggu. Bikin susah aja,” ucap Raiel kemudian berjalan lebih cepat ke arah mobil.