He’s fine
“Nathan, maaf. Aku gak tau kalau kamu lagi lewatin masa sulit kamu. Tapi, aku gak bisa nyalahin kamu sepenuhnya. Kamu pergi tiba-tiba dan gak kasih kabar atau kejelasan ke aku, kamu biarin aku nyariin kamu dan nunggu kamu selama ini. Bahkan di saat kayak gitu, kamu pasti butuh aku. But, you never told me. I feel guilty for not understanding you,” ujar Anora dengan nada lirih.
“You don’t have to feel that way, because it’s all my fault,” ucap Nathan.
“Terus Papa kamu sekarang gimana? Is he okay now?” tanya Anora.
“I can't say he's completely fine. But, he's fine,” jawab Nathan. “Papa masih jalanin perawatan karena kondisinya yang kapan aja bisa jadi memburuk, aku sama Mama harus waspada dan ngawasin Papa. Meski aku gak setiap saat ngawasin Papa karena aku juga harus kerja.”
“Kenapa kamu bisa jadi model?” tanya Anora. “Maksudku, kamu kan pengen jadi CEO?”
Nathan terkekeh, “Papa dulu dukung aku sepenuhnya buat jadi CEO dan gantiin dia. Tapi, waktu itu Papa bilang kalau beliau pengen aku jadi model biar foto aku ada di mana-mana. Beliau pengen liat aku jadi model terkenal dan sukses. And, yeah, aku gak bisa nolak permintaan Papa. Akhirnya aku join agensi, dilatih jadi model kecil-kecilan. Terus lama-lama banyak yang nawarin aku buat jadi model di beberapa brand. Papa seneng liat aku tumbuh. He said that I grew up well.”
“And he’s right. You grew up well, you became a good man, protected women, and treated everyone well. I’m proud of you.”
“Anora ....,” lirih Nathan. “Thank you. Dan maaf juga.”
“Berhenti bilang maaf, ih!” seru Anora.
“Kan aku merasa bersalah, Raaa. I left you alone,” kata Nathan.
“But, now that you’re here with me.” Anora menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman.
Nathan tersenyum, ia mendekatkan dirinya dan memeluk Anora dengan erat. Mencium pucuk kepala gadisnya dengan penuh rasa sayang. Tangannya mengusap kepala Anora dengan lembut.
“Sekarang kita baikan, kan?”
“Emang kita berantem?”
“Enggak, sih. Tapi, kamu awkward sama aku.”
“Gak usah diingetin!”
“Hahaha, sekarang kita balik kayak dulu, nih? I miss you so bad.”
“Iyaaa, kita balik kayak dulu lagi. I miss you more, Nath.”
“I love you, my prettiest girl.”
“I love you more.”