Hilang

Semuanya sudah kembali ke tempat perkemahan, kecuali satu orang. Kalilo sedari tadi mencari-cari Kailee di kelompok gadis itu. Namun, ia tak kunjung menemukannya. Kalilo merasa panik, perasaannya juga tidak enak. Ia bertanya pada teman sekelompoknya, tidak ada satu orangpun yang tahu. Hingga akhirnya Kalilo mengangkat tangannya dan berkata kalau Kailee tidak ada. Suasana yang tadinya hening langsung ricuh. Apalagi teman-teman Kailee yang baru sadar kalau Kailee tidak ada bersama mereka. Mereka langsung menatap Rael yang memasang wajah tidak bersalah.

“Katanya Kailee bakal nyusul kita?! Mana orangnya?! Lo sengaja, ya?!” bentak Adira.

“Apaan, sih? Aku juga gak tau Kailee di mana. Tadi dia ada sama aku,” elak Rael.

“Kalau tadi dia ada sama lo, kenapa sekarang dia nggak ada?!” tanya Ella.

“Ya mana aku tau,” balas Rael cuek.

“Lo bener-bener, ya!” Sachi baru saja maju selangkah untuk menampar Rael, tapi, Ella langsung menahan dirinya.

“Lo jahat banget, sih?! Kailee ada salah apa sama lo? Kenapa lo malah biarin dia sendirian dan ninggalin dia?!” seru Sachi.

“Gue udah curiga, sih. Tadi dia nyuruh kita cepet-cepet, apalagi tadi dia baliknya cepet banget. Lo sengaja, kan?” ujar Adira.

“Sengaja apanya, sih? Aku aja gak tau kalau ternyata Kailee gak ada sama aku. Kok kalian nyalahin aku, sih?!” seru Rael tidak terima.

“Ya, karena lo duluan yang mulai, anjing!” Akhirnya Sachi lepas kendali. Ia sudah sangat merasa emosi dengan Rael. Apalagi Rael memasang wajah tidak bersalah dan pura-pura tidak tahu. Padahal dia yang menyebabkan semuanya terjadi.

“Jahat banget lo! Harusnya lo yang ditinggal di dalem biar temenan sama kunti,” sahut Ella.

“Sudah, anak-anak. Tolong tenang sebentar. Jangan ricuh! Kita cari Kailee bersama-sama, kita akan mencari dia sampai ketemu. Begini saja, beberapa orang kembali masuk ke dalam, sisanya tetap di sini. Jangan ke mana-mana dan jangan buat kericuhan.”

“Bu, saya mau ikut!” teriak Kalilo.

“Baik, Kalilo ikut kami. Yang lain tetap di sini.”

“Gua gak akan pernah maafin lo, Rael. Lo udah keterlaluan,” bisik Kalilo pada Rael ketika keduanya berdiri bersebelahan.

Kalilo melangkahkan kakinya, masuk ke dalam rombongan yang akan mencari Kailee. Termasuk Adira, Ella, dan Sachi yang ikut mencari sahabat mereka. Tersisa Rael sendirian. Ia tertawa puas dalam hati. Meskipun orang-orang menyalahkan dirinya, dia sangat senang bisa membuat Kailee terjebak di dalam hutan sendirian. Jahat memang. Tapi, ini semua yang ia mau. Rael ingin Kailee tersiksa.


Kailee sudah menangis sedari tadi. Ia merasa ketakutan karena ia seorang diri di tengah hutan yang sangat gelap. Ia menjadi merasa takut karena banyak pikiran buruk yang menghampiri pikirannya. Kailee sudah kalang kabut, dirinya menjadi panik, tubuhnya gemetar. Di sini tidak ada sinyal, ponselnya juga tidak akan berguna di saat seperti ini. Kailee hanya bisa menangis.

“Kalilo ....”

“Mama, Papa ... Tolongin Kailee.”

“Abang ... Kakak ....”

“Ya Tuhan ....”

Tangan dan kakinya sudah terluka karena tadi ia terjatuh dan berakhir terkena ranting yang tajam, Kailee menangis sejadi-jadinya. Ia sadar kalau semua ini adalah bagian rencana Rael. Kailee bersumpah kalau setelah ini ia tidak akan memaafkan Rael. Dia tidak akan membiarkan Rael masuk ke dalam grupnya lagi. Ini semua sudah keterlaluan.


“Kak Kailee, kamu di mana,” gumam Kalilo. Ia sudah sangat khawatir dengan Kailee. Dia tahu kalau Kailee tidak bisa sendirian, Kailee akan gemetar kalau dia pergi sendiri, apalagi di tempat gelap seperti ini.

“Sepertinya kita harus mengikuti petunjuk tadi, siapa tahu Kailee mengikuti petunjuknya.”

“Petunjuknya sudah dirubah, Pak.”

“Siapa yang merubahnya?”

“Rael, lah. Siapa lagi kalau bukan dia, Pak,” sahut Ella dengan emosi.

“Ya sudah, kita coba cari lagi.”


Kailee mengecek jam di ponselnya, sudah menunjukkan pukul 1 pagi. Kailee semakin menangis karena suasananya tambah gelap dan menyeramkan. Kailee menyenderkan dirinya di pohon, ia sudah lelah menangis. Kakinya juga terluka, ia tidak sanggup berjalan lagi.

“Tolong ....”

“Abang ... Kakak ....”

“Kalilo ....”

Kailee memejamkan matanya. Ia lelah, haus, lapar, semuanya menjadi satu. Kailee sudah berjalan dengan jarak yang jauh dan menentu arah, ia kelelahan. Sekarang ia hanya bisa berharap orang-orang segera menemukan dirinya dan pagi segera datang agar ia bisa pulang.