Hug

Saat ini Anora dan Nathan sedang berjalan-jalan di sekitar taman. Ya, di sini lah mereka. Tadi keduanya sempat bingung akan pergi ke mana, akhirnya Nathan memutuskan untuk mengajak Anora ke taman yang tidak jauh dari kampus Anora. Keduanya duduk di atas rerumputan sembari menghirup udara segar sore hari. Tidak ada percakapan apa pun di antara keduanya. Hanya ada suara orang-orang yang mengobrol dan deru angin yang menyapa telinga keduanya.

1 menit.

3 menit.

5 menit.

“Nath.”

“Ra.”

Keduanya berucap bersamaan, kemudian mereka berdua tertawa.

“Haha, kamu duluan deh,” ucap Nathan mempersilakan Anora untuk berbicara terlebih dahulu.

“Gapapa, sih. Cuma tadi ngerasa sepi soalnya diem aja ....,” ucap Anora sambil memainkan tali sepatunya.

Nathan terkekeh, “Sekarang ngobrol, yuk? Ngobrolin apa aja deh.”

Anora bergumam tidak jelas, ia masih memainkan tali sepatunya. Tidak menatap Nathan sama sekali. Sedangkan Nathan, laki-laki itu memperhatikan gerak-gerik Anora.

“Kamu kepikiran gak nanti kalau udah selesai kuliah, kita bakalan ketemu lagi, gak?” tanya Anora setelah lama berdiam.

“Iya, i guess? Kalau gak ketemu lagi, aku cari kamu sampai ketemu,” balas Nathan.

Anora tertawa, “Kalau gak ketemu, gimana?”

“Ya, pokoknya aku cari terus sampai ketemu. Kalau gak ketemu, aku suruh Kevin buat nyariin kamu juga,” ucap Nathan.

Anora mengerutkan keningnya, “Kok Kevin?” Ia menaruh atensinya pada Nathan.

Nathan menaikkan sebelah alisnya, “Karena dia kenal deket sama kamu. Pasti bakalan ketemu kalau aku nyuruh dia buat nyari kamu.”

“Aku maunya kamu yang nyari,” ucap Anora.

Nathan tertawa, tangannya terulur untuk mencubit pipi Anora hingga sang empu cemberut. “Ya udah, aku yang cari sampai ketemu. Kalau gak ketemu, aku bakalan terus cari tanpa bantuan siapa-siapa.”

Anora tersenyum lebar. Gadis itu duduk dengan tegak, rambutnya berterbangan karena tertiup angin. Namun, ia enggan untuk mengikat rambutnya dan membiarkan rambutnya terbang tertiup angin.

“Kamu butuh pelukan gak, Ra?” tanya Nathan.

“Hah?!”

“Kenapa?” tanya Nathan yang melihat raut terkejut di wajah Anora.

Anora menggelengkan kepalanya, “Aku ... kaget aja, sih. Tiba-tiba banget kamu nanyain kayak gitu.”

Nathan lagi-lagi tertawa, entah sudah ke berapa kalinya ia tertawa. Ia mendekatkan tubuhnya ke Anora, kemudian menatap Anora dari samping. “Maybe you feel tired, I can hug you anyway. Whenever you want, I can hug you.

Can I hug you now?” tanya Anora.

Nathan menganggukkan kepalanya, “Sure. Come here.

Anora langsung memeluk Nathan yang sudah membuka kedua tangannya. Gadis itu menenggelamkan kepalanya di bahu Nathan, menghirup aroma tubuh Nathan yang memabukkan. Anora melingkarkan kedua tangannya di leher Nathan. Sedangkan Nathan, ia memeluk pinggang Anora dengan erat. Ia menumpukan kepalanya di bahu Anora, menghirup aroma vanilla dari rambut Anora.

Keduanya saling memeluk satu sama lain selama beberapa menit. Menghiraukan beberapa pasang mata yang menatap keduanya. Mereka tidak peduli. Mereka hanya ingin memeluk satu sama lain dengan waktu yang lama. Sampai matahari tenggelam mungkin mereka akan sanggup melakukannya.

Tak berselang lama, Anora melepas pelukannya. Wajahnya berubah menjadi memerah. Ia menundukkan kepalanya, membuat rambutnya menutupi wajahnya. Nathan terkekeh, ia merasa gemas dengan Anora. Laki-laki itu mengusap kepala Anora dengan lembut.

“Makan, yuk? Kita cari tempat makan di sekitar sini,” ajak Nathan. “Or do you want to eat something?

“Mau McD,” jawab Anora.

Okay, let's go find it. I think my girl is hungry,” ucap Nathan. Ia membantu Anora untuk berdiri, kemudian ia mengambil alih tas Anora untuk ia bawa. Padahal Anora sudah melarangnya, tapi, Nathan tetep kekeuh.

Keduanya kembali ke mobil Nathan dan pergi mencari McD yang dekat di daerah sana. Di sepanjang perjalanan keduanya mengobrol agar suasana tidak sunyi. Meski Anora merasa gugup, ia mati-matian untuk tidak memperlihatkannya. Laki-laki di sampingnya tampak santai setelah mengucapkan ‘my girl’ padahal Anora merasa kalau hatinya kacau. Bisa-bisanya Nathan membuat dirinya selalu salah tingkah.