Hug Fairy.
“Killaaaa,” panggil Aksara. Laki-laki itu baru saja keluar dari kamar Arka—tadi ia bermain gitar bersama di kamar Arka—menghampiri kekasihnya yang sedang bersama Aji dan Keisha.
Sedangkan Killa yang sedang menemani Aji dan Keisha melukis pun menengok ke arah sumber suara. Aksara berjalan mendekat ke arahnya, lantas duduk di samping Killa. Ia langsung memeluk Killa dari samping, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Killa. Menghirup aroma tubuh Killa yang menjadi favoritnya. Wanginya yang sangat Aksara sukai, bahkan tidak bosan-bosannya ia menghirup aromanya.
Aji menatap kedua orang yang berada di hadapannya dengan tatapan mengejek, “gak boleh pacaran di depan anak kecil dong!” seru Aji.
Killa mendelik. Sementara itu Aksara terkekeh di pelukan Killa, ia malah semakin mengeratkan pelukannya pada Killa.
“Bilang aja iri gak punya cewek buat dipeluk,” ucap Aksara.
“Enggak, tuh! Gue bisa peluk kak Killa kapan aja,” ucap Aji tidak terima.
Aksara mendongakkan kepalanya, menyenderkan sirahnya di bahu Killa. Mengangkat kedua alisnya, pandangannya tertuju pada Aji. “Cewek gua itu! Gua juga bisa peluk dia kapan aja,” ucap Aksara yang tak mau kalah.
“Gue kan satu rumah sama kak Killa, bisa peluk kapanpun gue mau. Lo kan harus dateng jauh-jauh dari rumah lo, baru bisa peluk kak Killa,” ujar Aji dengan nada menggebu-gebu.
Keisha yang duduk di sebelah Aji hanya menatap orang-orang dewasa yang berada di samping kanan-kirinya. Tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh keduanya. Keisha malah asyik melukis, tangannya sudah penuh dengan warna-warna dari cat yang ia gunakan untuk melukis. Sesekali menatap Aksara dan Aji bergantian ketika dirinya merasa tertarik dengan perbincangan keduanya. Lalu kembali fokus ke lukisannya ketika tidak memahaminya.
Aksara tertawa, “nya urang nu bisa nangkeup manehna unggal poe. Lo mana bisa meluk dia,” ejeknya. (Ya gue yang bisa meluk dia setiap hari.)
Aji mendengus, “nya urang ge bisa nangkep manehna, ngan maneh kabogohna! Urang adi na!” (Ya gue juga bisa meluk dia, lo cuma pacarnya! Gue adeknya!)
Sontak Killa tertawa mendengarnya. Sedangkan Aksara membulatkan matanya terkejut, menggelengkan kepalanya sambil menutup mulutnya dengan satu tangannya. Terlihat dramatis. Aji tertawa, menjulurkan lidahnya untuk mengejek Aksara karena berhasil membuat kekasih kakaknya berhenti berdebat dengannya.
“Udah dong, jangan berisik. Kasian tuh Keisha keganggu gara-gara kalian,” ucap Killa menengahi perdebatan keduanya.
“Bang Aksa duluan, tuh!” seru Aji yang kembali asyik melukis bersama Keisha.
Aksara mendelik karena Aji malah menyalahkan dirinya menjadi biang utamanya, “kok gua?! Lo duluan, ya, bocil!”
“Gue bukan bocil!” seru Aji tidak terima.
“Sstttt, jangan berisik. Mending kalian diem aja,” ujar Killa yang sudah lelah dengan perdebatan keduanya.
Keduanya terdiam. Aji dan Keisha asyik merampungkan lukisan keduanya. Killa memperhatikan Aji dan Keisha, sedangkan Aksara memeluk Killa sambil memainkan rambut panjang milik kekasihnya. Sesekali Killa melepaskan pelukan Aksara untuk membantu Keisha, tentunya Aksara langsung merengek sebal karena pelukannya terlepas.
“Eh?!”
Killa tertarik ke belakang karena Aksara menariknya dan membuatnya kembali duduk. Aksara meletakkan kepalanya di paha Killa dan memejamkan matanya, seolah-olah baru saja tidak terjadi apapun. Killa menatap Aksara di pangkuannya. Diusapnya surai milik Aksara dengan lembut, disandarkannya punggungnya di sofa. Diam-diam Aksara tersenyum.
“Gini aja, Kil. Yang lama,” gumam Aksara yang masih bisa didengar Killa.
“Everything is okay?” tanyanya.
Pasalnya ketika Aksara datang bersama Keisha, Killa melihatnya dari jendela kamarnya. Wajah Aksara terlihat murung, tetapi laki-laki itu masih bisa menyunggingkan senyumnya pada Aji. Killa tidak tahu hal apalagi yang terjadi sehingga membuat Aksara menjadi murung dan pergi ke rumahnya sambil membawa Keisha. Itu bukanlah hal yang baru, sudah biasa.
“Just a little problem,” jawab Aksara.
“Cerita ke aku kalau mau, kalau gak mau, ya gapapa. Asal jangan dipendem sendirian, oke?” ujar Killa.
Aksara membuka matanya perlahan. Menatap Killa, kemudian ia mengangguk. Diraihnya jari-jemarinya Killa yang membelai rambutnya. Dibawanya ke pipinya, kemudian ia kecup sekilas tangan Killa.
“Iya, sayang. Aku bakalan cerita ke kamu kok,” ucap Aksara.
Killa tersenyum, “anak baik.” Ia kembali mengusap kepala Aksara dengan lembut.
Keduanya saling bertatapan untuk beberapa detik. Lalu tiba-tiba Keisha melompat ke sofa dan duduk di dekat Killa, membuat keduanya terkejut. Keisha menunjukkan hasil lukisannya pada Killa. Aksara bangun dari pangkuan Killa, ia mendudukkan dirinya di samping Killa dan ikut memperhatikan hasil lukisan adiknya.
“Wah, ini bagus banget! Kamu keren banget, Kei,” puji Killa. Ia tidak bohong. Memang hasil lukisan Keisha sangat bagus. Diusapnya kepala Keisha, Killa tersenyum melihat Keisha yang sangat senang karena dirinya memuji hasil lukisannya.
“Makasih, teh Killa! Ini kan diajarin sama teh Killa, makanya hasilnya bagus,” ucap Keisha seraya menunjukkan deretan giginya.
Killa terkekeh, “kamu yang udah selesaiin lukisannya. Keisha hebat!”
“Keisha boleh peluk teteh?” tanya Keisha.
Killa mengangguk, “boleh dong. Sini peluk!”
Diraihnya tubuh mungil Keisha ke pelukannya. Killa memeluk Keisha, memberikan usapan di kepala dan punggung Keisha dengan lembut. Keisha juga memeluk Killa dengan erat. Keisha merasakan kehangatan seperti ketika Bundanya memeluk dirinya. Keisha suka memeluk Killa. Bahkan Keisha menganggap Killa sebagai kakaknya, sama seperti Aksara yang menjadi kakaknya.
Aksara tersenyum melihat keduanya berpelukan. Hatinya menghangat ketika melihat senyuman lebar milik Keisha. Adiknya itu selalu tersenyum lebar ketika bersama Killa. Kekasihnya itu selalu bisa menghibur dan mengajak Keisha bermain. Maka dari itu, Keisha terlihat sangat nyaman berada di dekat Killa.
Ah, Aksara teringat ketika keduanya saling bertemu. Keduanya bertemu ketika Aksara mengajak Killa bertemu sang Bunda dan adiknya di salah satu restoran. Mereka berkenalan satu sama lain. Anehnya, mereka langsung akrab. Bahkan Aksara yang di sana merasa terasingkan karena mereka asik mengobrol bersama. Meskipun begitu, Aksara senang karena Bundanya dan adiknya menyukai Killa. Bundanya pernah bilang kalau Killa itu gadis cantik yang hatinya lembut dan baik. Bunda suka ketika Killa datang ke rumah untuk menemaninya memasak. Bunda suka ketika Killa datang ke rumah hanya untuk memberikan makanan atau brownies buatannya.
Tanpa sadar, Aksara meneteskan air matanya. Memori-memori yang lalu kembali ia bawa ke atas permukaan. Mengingat memorinya bersama sang Bunda dan kekasihnya. Sangat menyedihkan. Ya, menurut Aksara itu sangat menyedihkan. Karena sekarang semuanya tidak lagi sama. Semuanya berubah, tidak seperti dulu lagi.
Killa menatap Aksara yang sedang menundukkan kepalanya. Bahunya bergetar, Aksara menyembunyikan wajahnya di bahu Killa. Killa bisa merasakan bahunya yang basah. Aksara menangis. Killa menatap Aji yang masih berada di sana, menyuruhnya untuk membawa Keisha makan. Aji pun menurutinya, ia membawa Keisha pergi ke ruang makan.
Killa mengusap kepala Aksara, diraihnya tangan Aksara dan digenggam. “Sa, kamu kenapa nangis?” tanya Killa.
“Kangen Bunda ...” lirih Aksara.
“Kita kunjungi Bunda, yuk?” ajak Killa.
Aksara menggelengkan kepalanya, Killa mengerutkan keningnya. “Kenapa?” tanya Killa.
“Besok aja,” ucap Aksara.
“Ya udah, jangan nangis lagi. Nanti Keisha lihat kamu nangis,” ucap Killa. Ia mengangkat kepala Aksara yang bersandar di bahunya.
Dilihatnya mata Aksara yang berair dan memerah, diusapnya air mata Aksara yang membasahi pipi lelaki itu. Aksara menatap Killa dengan matanya yang berkaca-kaca. Rasa rindunya kepada sang Bunda semakin membuncah. Killa tersenyum, kemudian ia memeluk Aksara dengan erat. Killa mengusap punggung Aksara, menenangkan laki-laki itu agar tidak menangis lagi. Namun, Aksara malah kembali menangis. Killa membiarkan Aksara menangis sepuasnya di pelukannya. Suasana di ruang tamu milik Killa kini dipenuhi suara tangisan Aksara. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari mendengar suara tangisan Aksara yang sudah Killa dengar berkali-kali. Killa hanya bisa memberikan pelukan dan ketenangan untuk laki-laki itu sampai tangisan Aksara mereda.