Lu sentuh, lu habis di tangan gua.
cw // fight , berantem , blood , harsh words.
Dengan langkah yang tergesa dan juga napas yang memburu, Aksara menghampiri motornya. Sepanjang berjalan di koridor tadi, orang-orang yang melihatnya merasa ketakutan karena aura yang dikeluarkan Aksara sangat gelap. Lelaki itu marah. Marah karena gadisnya disekap oleh orang brengsek. Tangannya menggenggam setir motor dengan kencang hingga buku-buku jari kukunya memutih.
Aksara mempercepat laju motornya menuju sekolah sebelah. Batinnya memaki-maki mereka yang sudah mengambil gadisnya. Berjanji akan menghabisi siapapun yang sudah melukai gadisnya. Tidak akan mengampuni orang-orang yang sudah melukai gadisnya.
Motornya berhenti di jalanan luas yang kosong tanpa ada pengendara yang lalu-lalang. Aksara turun dari motornya. Memperhatikan sekitarnya yang kosong tanpa ada tanda-tanda seseorang di sana.
“Keluar lo, bangsat!” teriak Aksara dengan wajah yang sudah memerah menahan amarah yang bisa meluap sewaktu-waktu.
Suara langkah kaki terdengar memasuki indera pendengaran Aksara. Wajahnya melihat ke satu tempat yang ia tebak orang itu akan datang dari sana.
Benar dugaannya. Seseorang datang dari sana dengan wajah mengejek tertuju padanya. Aksara mengepalkan kedua tangannya yang terjuntai di samping tubuhnya. Menatap tajam seseorang yang selama ini menjadi lawannya. Maju satu langkah, namun terhenti karena ucapan dari orang di depannya.
“Berhenti di sana. Lo jangan berani maju sebelum gua bawa cewek lo ke sini,” ucap Bara sang ketua.
Aksara menggelatukkan giginya, tangannya semakin terkepal erat. Dadanya naik turun menahan amarahnya yang sudah meluap-luap, entah kapan amarahnya akan meledak. “Jangan berani-beraninya lu pegang cewek gua, anjing! Bawa Killa ke sini!” ucap Aksara.
Bara tersenyum miring, menyuruh anak buahnya membawa seorang gadis yang tadi mereka sekap. Keluarlah Abim, Jaka, Karel, Satria, dan Mikael yang menjadi anak buah Bara. Membawa seorang gadis yang memberontak meminta dilepaskan.
Aksara menatap Killa yang sudah terlihat berantakan. Wajahnya kusut, matanya memerah. Gadisnya menangis. Aksara marah, marah sekali karena mereka sudah berani membuat gadisnya menangis. Killa menatap Aksara dengan batinnya yang terus berteriak memanggil Aksara.
Abim melepas kain yang menyumpal mulut Killa dengan kasar. Killa mengatur nafasnya, ia menatap orang-orang yang memegangi tangannya. Berusaha untuk melepaskan ikatan di tangannya.
“Lepasin!” teriak Killa.
“Gak usah banyak omong. Jangan sampai gua pukul cowok lo,” ujar Bara. Membuat Killa memberhentikan aksinya.
“Lepasin cewek gua, anjing!” seru Aksara.
Bara tertawa. Merasa Aksara lemah hanya karena kekasihnya ia sekap. Bara menatap Aksara remeh. Mengejek Aksara yang tidak bisa bergerak sama sekali. Lagi-lagi ia menghentikan langkah Aksara yang ingin mendekati mereka.
Chaménos itu nama geng Bara. Geng yang selalu membuat masalah, biang dari semua masalah Aksara dan teman-temannya, selalu membuat keributan diantara geng keduanya. Tidak ada kata damai diantara geng Chaménos dan Ágrios. Bertengkar, bertarung, melawan satu sama lain sudah menjadi kegiatan sehari-hari mereka.
“Mau lu apa, sih, bangsat?!” tanya Aksara. Dia sudah muak karena Bara terus menahan langkahnya.
Bara menaikkan sebelah alisnya, “gua? Gua cuma mau geng lu ngalah sama kita. Jangan ambil daerah wilayah kita lagi, anjing.”
Aksara terkekeh, “apa lo bilang? Kita ngambil daerah wilayah lo? Gak ada yang rebut wilayah lo, anjing. Lo sama temen-temen lo tuh yang selalu cari masalah sama kita. Emang dasarnya kalian orang-orang gak jelas yang kerjaannya cuma cari masalah!” ucap Aksara dengan lantang. Menatap Bara dan teman-temannya dengan matanya yang tajam.
“Maksud lo apa, anjing?!”
Bara berlari menerjang Aksara. Aksara menghindari serangan Bara dengan cepat. Keduanya mulai saling memukul satu sama lain. Berusaha untuk membuat babak belur. Pukulan demi pukulan tak terelakan mereka layangkan ke wajah dan badan mereka.
Aksara terjatuh di atas aspal ketika Bara memukul telak pipinya. Bara tertawa ketika berhasil menjatuhkan lawan. Aksara berdecih, merasakan rasa asin dan besi ketika tidak sengaja menjilat bibirnya. Bibirnya berdarah, dan mungkin saja robek.
Killa hanya bisa menatap keduanya sambil berteriak untuk memberhentikan keduanya. Mereka tentu saja tidak mendengarkannya dan malah semakin memukul satu sama lain. Killa menangis. Ia menangis ketika melihat Aksara terluka.
Aksara bangkit dan memukul Bara hingga terjatuh. Dipukulnya wajah Bara berulang-ulang. Meluapkan amarahnya yang sudah tidak terbendung lagi. Napasnya memburu. Memukul wajah Bara dengan kuat hingga Bara hampir pingsan karena pukulan Aksara yang sangat kuat. Teman-teman Bara sontak melepaskan Killa dan menghampiri sang ketua mereka yang terbaring tak berdaya di atas aspal.
Aksara berdiri, berlari mendekati Killa dan melepas ikatan tangan Killa. Gadis itu langsung memeluk Aksara dengan badan yang bergetar, menangis dengan kencang. Aksara memeluk Killa dengan erat, dadanya terasa sesak mendengar tangisan Killa yang menyayat hatinya.
“Sayang, aku di sini. Kamu jangan takut lagi. Aku udah pukulin Bara, kamu jangan takut. Ada aku di sini, jangan nangis lagi, ya?” ucap Aksara menenangkan kekasihnya.
“K–kamu gimana?” Killa menatap wajah Aksara yang terluka.
Aksara tersenyum, “gak apa-apa, sayang. Aku gapapa. Kita pulang sekarang.” Aksara menggenggam tangan Killa, membawanya ke motornya.
Memakaikan jaket yang ia pakai pada Killa. Setelah itu menyuruh Killa untuk naik ke motornya dan duduk di belakangnya. Aksara menatap Bara yang menatapnya tajam, Aksara berdecih.
“Gak ada kata maaf buat lo, ya, bangsat!” seru Aksara lalu menjalankan motornya meninggalkan tempat itu.
Killa memeluk Aksara dengan erat. Menyembunyikan wajahnya di bahu Aksara dengan air mata yang masih keluar dari matanya. Langit kota Bandung sore itu menjadi saksi bagaimana Aksara yang berusaha untuk melindungi Killa dari orang-orang brengsek yang sudah berani menyekap gadis yang ia cintai. Aksara menatap lurus ke depan, menatap jalanan yang ia telusuri bersama Killa. Melirik Killa yang menyembunyikan wajahnya di bahunya dari kaca spion motornya. Sebelah tangannya mengusap tangan Killa yang melingkar di pinggangnya.
“Jangan takut, aku di sini,” ucap Aksara.