Not her! Do not lie, Adira.
Jinan sedikit berlari menuju ke gudang. Setelah mendapatkan pesan dari Adira, ia tambah khawatir. Di depan gudang, Jinan menemukan Javiro dan Adam yang sedang mengutak-atik kunci pintu gudang. Jinan menghampiri keduanya dengan nafas memburu.
“Belum bisa di buka?” tanya Jinan.
Adam menggeleng, “susah di bukanya. Kuncinya juga ilang.”
“Nata anjing,” desis Jinan. Ia menatap Javiro dan Adam secara bergantian, “lu udah minta kunci cadangan?”
Javiro menggeleng, “belum, sih.”
“Gue minta kunci cadangannya dulu. Kalian ajak omong Adira aja, biar dia gak takut. Tadi dia chat gue,” ujar Jinan. Keduanya mengangguk.
Jinan pergi mencari karyawan sekolah yang menyimpan kunci cadangan semua ruangan sekolah. Hatinya tidak bisa tenang. Sesekali ia mengumpat karena ia tau kalau Nata adalah pelakunya. Setelah mengambil kunci cadangan, Jinan langsung kembali ke gudang. Javiro dan Adam yang sedang mengajak Adira mengobrol, berusaha untuk membuat gadis itu tetap tenang.
Jinan membuka pintu gudangnya. Ia menemukan Adira di samping pintu gudang, badannya bergetar. Keringat memenuhi keningnya, Adira menangis. Jinan langsung memeluk Adira, Adira kembali menangis di pelukan Jinan. Javiro dan Adam menatap Adira dengan tatapan khawatir. Diam-diam Javiro mengepalkan tangannya karena ia merasa kesal dengan Nata.
“Sssttt, jangan nangis, ya. Aku ada di sini,” kata Jinan. Ia berusaha untuk menenangkan Adira yang masih menangis.
Sekarang jam pelajaran, jadi tidak ada orang yang berkeliaran. Jinan mengajak Adira untuk keluar dari gudang. Mengajak Adira ke kantin untuk membeli minuman sekaligus menenangkan Adira. Javiro dan Adam mengikuti Jinan dan Adira.
Adira berusaha menenangkan dirinya. Ia menatap Jinan dengan tatapan ketakutannya. Ia takut gelap. Adira takut ketika ia terkurung di gudang sendirian dengan keadaan gelap. Itu membuatnya sesak napas dan badannya bergetar karena ketakutan. Adira tidak tau siapa yang mengunci pintu gudang.
“Bilang sama aku, siapa yang udah ngunciin kamu di gudang?” tanya Jinan, menatap Adira dengan serius.
Adira hanya menunduk tanpa menjawab pertanyaan Jinan, ia memainkan jari-jarinya. Javiro dan Adam saling melirik.
“Bilang aja, Dir. Biar kita tau siapa pelakunya,” ucap Javiro.
“Iya, biar kita kasih pelajaran,” sahut Adam.
Adira menggeleng, “g–gue gak tau.”
Jinan menghela nafasnya kasar, “bilang aja, Adira. Kasih tau ke kita, siapa pelakunya.”
“Nata?” tebak Jinan. Adira hanya terdiam saat mendengar nama itu di sebutkan.
Jinan yang tidak mendapat respon dari Adira langsung berdiri dan berjalan dengan cepat meninggalkan kantin. Adira sontak ikut berdiri dan mengejar Jinan, begitupun dengan Javiro dan Adam. Ketiganya mengejar Jinan yang berjalan menuju ke kelas 12 IPA 3. Wajah Jinan memerah menahan amarah, nafasnya memburu. Jinan sudah kepalang emosi, ia ingin menghampiri gadis itu dan memberinya pelajaran.
“Jinan!” panggil Adira yang tidak di hiraukan Jinan.
Brak
Semuanya yang ada di dalam kelas terkejut karena pintu kelas mereka yang di dobrak. Untung saja mereka sedang jamkos. Jinan mengedarkan pandangannya, lalu ia menemukan Nata yang sedang duduk di bangkunya dan tersenyum ke arahnya. Nata beranjak dari duduknya dan menghampiri Jinan dengan senyumnya yang merekah.
“Jinan! Kamu ngapain ke kelas aku? Nyariin aku, ya?” tanya Nata.
“Iya,” jawab Jinan dengan datar.
Senyum Nata semakin merekah, “kenapa? Kenapa kamu nyariin aku? Kamu kang–”
“Gue peringatin ke lo, ya, Nata. Gak usah macem-macem sama Adira, cewek gue. Gak usah deket-deket sama dia!” ucap Jinan dengan suaranya yang masih datar.
Nata menatap Jinan bingung, sedangkan semua orang yang ada di dalam kelas menatap keduanya kebingungan. Tidak paham dengan masalah yang mereka bicarakan. Hingga Adira, Javiro, dan Adam muncul di ambang pintu kelas.
“Hah? Aku gak ngapa-ngapain Adira kok. Tuh, tanya sendiri ke Adira,” ucap Nata. Ia menatap Adira dengan tatapan yang sulit di artikan.
“Jinan, udah ...” ucap Adira, ia menarik seragam Jinan.
“Gak bisa, Ra! Dia udah keterlaluan sama kamu. Dia udah ngurung kamu di gudang!” ucapan Jinan membuat semua orang yang mendengarnya terkejut tidak percaya. Nata juga ikut terkejut. Diam-diam gadis itu mengepalkan tangannya, menahan amarahnya.
“Sekali lagi lo ngelakuin hal goblok kayak gini, gue gak bakal segan-segan lapor ke guru buat ngeluarin dari sekolah!” itu adalah peringatan dari Jinan untuk Nata. Entah yang ke berapa kalinya. Jinan sudah muak dengan tingkah laku Nata. Setelah itu, Jinan menarik Adira keluar. Javiro dan Adam masuk ke kelasnya dan duduk di bangku masing-masing. Nata yang masih berdiri di depan kelas, ia berusaha mengontrol emosinya.