Salah lo

Aksara sampai di rumah sakit yang diberitahu Aji. Ia datang dengan penampilannya yang berantakan, bajunya sudah tidak rapih, rambutnya berantakan, wajahnya terlihat khawatir. Ia menghampiri Aji yang sedang menunggu di depan ruang ICU.

“Killa di mana?” tanya Aksara.

Aji mengangkat kepalanya, ia bangkit dari duduknya. Kemudian ia segera melayangkan satu tinjuan ke wajah Aksara, membuat Aksara mundur beberapa langkah dan kepalanya semakin pusing.

“Gara-gara lo, bang! Kenapa lo nekat pergi kalau kak Killa udah ngelarang?! Gara-gara lo, kak Killa jadi kecelakaan. Ini semua salah lo!” teriak Aji.

“Gua—”

“Udah tua harusnya sadar diri, hal kayak gitu gak perlu dilakuin sama diri lo,” ucap Aji dengan sinis.

Aksara menghela napasnya, ia memilih untuk diam daripada mengeluarkan emosinya dan berakhir berucap fatal. Ia sangat khawatir dengan kondisi Killa saat ini. Aksara sadar kalau ini semua adalah salahnya. Seharusnya Aksara mengikuti ucapan Killa. Seharusnya ia tidak nekat. Seharusnya— semuanya sudah terlanjut. Nasi sudah menjadi bubur.

Ponsel Aksara berdering, ia langsung mengambilnya dari saku celananya. Dan nama Arka terpampang di layar ponselnya. Aksara segera mengangkat teleponnya.

“Halo—”

Di mana adek gua?!

“Bang—”

Lo kenapa harus mabuk-mabukan, sih, Sa?! Lo itu harusnya sadar kalau udah beristri, lo juga udah punya anak. Lo bukan anak remaja lagi. Lo udah dewasa, udah punya tanggung jawab. Kenapa malah sok-sokan balapan sama mabuk-mabukan?

“Bang, gua emang salah. Stop, bilang gitu ke gua. Gua pusing, tambah pusing habis ditonjok sama Aji. Terus lo ngomel-ngomel. Gua juga khawatir sama Killa.”

Lo emang cocok ditonjok. Besok gua ke sana.

“Seriusan? Gak usah, bang. Biar gua aja yang jagain.”

Gua mau jagain adek gua. Kalau nanti lo yang jagain, malah lalai lagi. Gua gak mau.

“Bang ....”

Baru kali ini gua kecewa sama lo, Sa. Gua kecewa.

“Maaf ....”

Pip

Arka langsung mematikan teleponnya. Aksara memperhatikan layar ponselnya yang menghitam, nama Arka sudah tidak terpampang di layar ponselnya lagi. Aksara menolehkan kepalanya ke arah Aji, kakinya melangkah mendekat. “Ji—”

Hingga pintu di depan mereka terbuka, keduanya sontak berdiri. Dokter dan perawat yang sedari tadi mengurusi Killa sudah keluar dari ruangan. Aksara segera menghampiri dokternya.

How is my wife now? Is she okay? What happened to her?” tanya Aksara bertubi-tubi.

Hit her head and suffered injuries, now she is in critical condition or in a coma. She needed special care until she woke up from his coma.

Rasanya dunia Aksara runtuh detik itu juga. Hatinya bagai ditusuk beribu-ribu jarum. Aji yang mendengarnya langsung menangis. Aksara menatap Aji yang kini menangis sambil terduduk di lantai.

Do whatever is best for my wife, make my wife wake up from her coma. I trust you,” pinta Aksara.

We will do our best, may you and your family be given the steadfastness. After this follow me to pay the hospital fee.

Aksara mengangguk, ia menepuk bahu Aji. Kemudian mengikuti langkah perawat tadi untuk membayar biaya rumah sakit. Berapapun biaya yang dikeluarkan, Aksara akan membayarnya. Asal Killa bangun dari komanya dan kembali berkumpul dengan dirinya dan puteri mereka. Aksara berdoa dan berharap Killa segera bangun dari komanya. Dia sangat berharap Tuhan akan mengabulkan doanya.