Salah paham
Nathan mengernyitkan keningnya ketika melihat Anora yang merangkul Jean. Keduanya berjalan bersama, sesekali keduanya hampir limbung. Entah apa yang terjadi pada Jean sehingga Anora harus merangkul Jean seperti itu. Nathan akui kalau dirinya cemburu. Siapa yang tidak cemburu melihat kekasihnya merangkul laki-laki lain? Ya, meski Nathan tau kalau Jean adalah sahabat Anora. Tapi, tetap saja terbesit rasa cemburu ketika melihat kedekatan keduanya.
Sementara itu Anora menghela napasnya, dia sudah tidak kuat lagi membopong tubuh Jean. “Lu bangun, dong! Capek banget gue bopong lu, ya Tuhan. Awas aja kalau sadar, gue tonjok lu karena udah nyusahin gue.” Anora menggerutu sepanjang perjalanan.
Langkahnya terhenti ketika Jean mengatakan sesuatu yang membuat dirinya terkejut. Bahkan ia hampir melepaskan rangkulan keduanya.
“Ra, I love you. I’ve had a crush on you since before you dated Nathan. I know that we’re friends, but this damn feeling suddenly came. I’m sorry for having these feelings, I shouldn’t have more feelings for you. You know my heart hurts when I see you dating Nathan. But I’m happy when I see your smile when you’re with him. I hope you’re happy with him,” racau Jean.
“Jean ....?” lirih Anora dengan sisa keterkejutannya.
Jean berdehem, “Anora? Ngapain lo di sini? Lo mau bawa gua ke mana? Kepala gua pusing.”
“You're drunk, Je. I’ll take you to your apartment,” balas Anora. “Badan lo berat,” cicitnya.
“Sorry,” gumam Jean. Ia baru saja akan melepas tangannya dari bahu Anora, tapi, Anora menahannya.
“Nanti lo jatuh kalau jalan sendiri,” kata Anora.
“Gav mana?” tanya Jean.
“Dia udah ke atas sama Mimi, sekarang tinggal lo doang, nih. Katanya pusing? Cepet jalan,” ujar Anora.
Anora menolehkan kepalanya, melihat Jean yang wajahnya sudah memerah. Jean memiringkan kepalanya. Jika seseorang melihatnya, maka mereka akan salah paham dengan posisi keduanya. Anora langsung memalingkan wajahnya dan melanjutkan langkahnya.
Baru saja keduanya akan memasuki lift, seseorang ada yang memanggil nama Anora. Dan Anora jelas mengenali suara itu. Anora menghentikan langkahnya. Ia menengok ke belakang dan terkejut melihat Nathan yang berdiri tak jauh darinya dan Jean.
Nathan menatap Anora dengan datar, wajahnya tanpa ekspresi. Ia melihat kejadian beberapa detik yang lalu, ia juga mendengar Jean yang confess secara tidak langsung pada kekasihnya.
“Kamu ngapain di sini? Sejak kapan kamu di sini, Nath?” tanya Anora terkejut.
“Daritadi, aku nungguin kamu. Aku baru buka HP dan baru tau kalau kamu pergi sama Mimi, katanya kamu nyusul Jean sama Gav?” balas Nathan.
Anora mengangguk, “Iya, ini Jean mabuk.”
“And what just happened? I see and hear everything,” tanya Nathan dengan nada suaranya yang terdengar dingin.
“H–hah? You heard everything?” tanya Anora yang dibalas anggukan oleh Nathan.
“And when Jean will kiss you?” ucap Nathan sambil terkekeh sarkas.
Mata Anora membulat, ia langsung menggeleng dengan cepat. “Ini gak yang kayak kamu pikirin, Nath. He didn’t kiss me. We just look at each other,” jelasnya.
“He just confessed to you, why did you just leave him here?” tanya Nathan.
“And let him sleep in the lobby? No. I'm not that bad to leave him here,” balas Anora.
“Kamu tau gak kalau selama beberapa hari ini kamu selalu sama Jean? Kamu juga selalu nyebut nama Jean setiap aku nanyain kamu lagi apa, sama siapa. And that fucking name you mentioned,” ujar Nathan. “Kamu akhir-akhir ini sama dia, kan? Aku sibuk bukan berarti kamu bisa sama dia terus, Ra. Aku masih bisa luangkan waktu buat kamu, kok.”
“Nath ....,” lirih Anora. “You know that we are friends. I’m not only with Jean, I’m also with Gavrian and Mimi or other friends,” jelas Anora. Matanya sudah berkaca-kaca, rasa kesalnya juga tiba-tiba datang. Hanya masalah sepele, namun, Nathan sangat keras kepala.
“I know that you two are friends. I don’t like it when you’re near him. Yes, I’m jealous. And just now he confessed to you, I don’t want to see you close to him anymore,” ucap Nathan.
“Nath, aku lagi capek banget hari ini. Aku juga mau anter Jean ke apartemennya, terus kamu dateng buat ngajak aku berantem. Aku capek. Nanti dulu berantemnya, aku harus jaga temen aku, Nath. We'll talk about this later. Atau kamu mau ikut aku?” ujar Anora.
Nathan menggeleng, “We talk on the phone or in chat. Take good care of your friends. I’ll go home, Ra. See you.” Nathan tersenyum sedikit, ia membalikkan tubuhnya dan meninggalkan Anora yang sudah menangis diam-diam.
Nathan salah paham dan keras kepala. Hubungan mereka sekarang tidak baik-baik saja.