Sengaja
Kailee dan Kalilo duduk di meja yang sudah diduduki oleh teman-teman Kailee. Rael tersenyum ke arah Kailee dan Kalilo yang berjalan ke arah mereka, lebih tepatnya tersenyum ke arah Kalilo. Rael langsung menggeser dirinya, menyisakan tempat kosong di sampingnya.
“Hai, Kalilo. Duduk di deket aku aja, ini kosong, kok. Hehe,” ucap Rael.
Kalilo mengernyitkan keningnya tak suka, “gua mau duduk di deket kak Kailee.”
“Di samping Kailee kan udah ada Adira sama Ella, gak ada tempat kosong lagi. Jadi, kamu duduk di sini aja,” ucap Rael.
Kalilo menatap Kailee, matanya seakan-akan minta pertolongan pada kekasihnya. Karena demi apapun, Kalilo tidak ingin duduk di dekat Rael. Ia tidak suka.
Kailee terkekeh, “duduk aja di sana. Bener kata Rael, gak ada tempat kosong lagi di deket aku, Kal.”
Akhirnya Kalilo duduk di dekat Rael. Terpaksa karena Kailee sudah buka suara. Di sampingnya ada Rael yang kegirangan. Rael menyampingkan tubuhnya, “Kalilo mau makan apa? Biar aku yang pesenin.”
“Gua bisa pesen—”
“Eh, jangan gitu dong. Kan aku udah nawarin. Mau makan apa? Kalian juga mau makan apa?” sela Rael.
“Gue mau bakso sama es teh aja deh,” sahut Kailee dengan muka malasnya.
“Gue juga.” Disusul oleh Adira, Ella, dan Sachi.
“Gua juga deh,” sahut Kalilo.
“Oke! Kailee, temenin aku pesen, yuk!” ajak Rael.
Dengan terpaksa, Kailee mengikuti Rael untuk memesan bakso pesanan mereka. Tanpa ia ketahui, kalau Rael sedang tersenyum dan merencanakan sesuatu secara diam-diam. Keduanya mengantri cukup lama karena kantin sangat penuh. Butuh waktu hingga 10 menit sampai keduanya bisa mendapatkan pesanan mereka.
Kailee dan Rael kembali ke meja mereka dengan membawa nampan di tangan mereka. Kailee berjalan di belakang Rael, ia merasa kesal karena Rael berjalan terlalu lambat. Hingga kemudian Rael yang berbalik secara tiba-tiba, membuat keduanya bertabrakan dan menjatuhkan nampan yang mereka pegang. Kailee terkejut tangannya terkena kuah bakso yang masih panas, apalagi ketika ia melihat Rael yang terjatuh—entah pura-pura—gadis itu menangis karena tangannya terkena kuah bakso.
“Kailee, kamu gimana, sih?! Kan jadi jatuh baksonya. Tangan aku juga kena kuahnya, kamu sengaja, ya?!” seru Rael sambil terisak.
Kailee mengerutkan keningnya, “lo duluan yang tiba-tiba balik badan. Yang salah itu lo!”
“Kok kamu nyalahin aku, sih? Orang-orang juga lihat kali kalau kamu yang bikin aku jadi kayak gini. Kamu tuh harusnya jangan melamun!” ucap Rael.
“Lo apaan, sih? Jelas-jelas yang salah itu lo, ngapain lo malah nyalahin kak Kailee? Gak habis pikir gua sama lo,” ucap Kalilo. Ia menghampiri Kailee yang sedang merasa kesakitan di tangannya.
“Kamu gapapa?” tanya Kalilo. Kailee mengangguk sebagai jawaban. Tiba-tiba Rael mengeraskan suara tangisnya, membuat orang-orang di sana memperhatikan dirinya.
“Itu ditolongin dong si Rael! Masa cuma Kailee doang yang ditolongin?”
“Kalilo, tolongin aku dong. Aku yang lebih parah dari Kailee,” ucap Rael.
“Lo bisa sendiri—”
“Kalilo, kamu jahat banget, sih? Ayo, cepetan tolongin aku. Tangan aku panas banget,” ucap Rael.
Kalilo berdecak, ia mengulurkan tangannya untuk membantu Rael berdiri. Rael memeluk lengan Kalilo dengan sengaja. Ia meniup lengannya yang memerah dan meringis kesakitan. Kalilo menatap ke arah Kailee yang tangannya juga memerah, Kalilo mengucapkan maaf pada Kailee tanpa suara. Kailee hanya tersenyum, ia membiarkan Kalilo membawa Rael ke UKS. Sementara dirinya harus menahan perih dan membereskan kekacauan yang dibuat oleh Rael.
“Obatin dulu tangan lo, Kai,” ucap Ella dengan wajahnya yang khawatir.
“Gue beresin ini dulu,” balas Kailee.
“Setan banget tuh orang, ngeselin banget! Tadinya mau gue maki-maki, untung Sachi nahan gue,” ucap Adira.
Kailee terkekeh, ia berjongkok untuk mengambil mangkok dan isinya yang berserakan di lantai. “Dasar licik,” gumamnya.