Tunggu 2 tahun lagi, biar aku bisa nikahin kamu.
Rajendra menolehkan kepalanya ketika pintu kamarnya di buka. Ada Orel yang berdiri di ambang pintu, gadis itu tersenyum padanya.
“Sini masuk,” titah Rajendra.
Orel melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Rajendra. Laki-laki itu sedang membereskan barang-barangnya. Orel langsung menghampiri Rajendra dan membantunya membereskan barang-barang Rajendra. Orel membereskannya dengan telaten. Memasukannya ke dalam koper dan menata kasur Rajendra yang masih berantakan.
Setelah selesai membereskan barang-barang Rajendra, gadis itu langsung dipeluk oleh Rajendra dengan erat. Rajendra menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Orel. Menghisap dalam-dalam aroma tubuh Orel yang akan ia rindukan. Rasanya tidak rela ketika ia harus kembali ke Sydney lagi, namun ini demi pendidikannya. Dan Rajendra sudah berjanji bahwa ia akan segera menikahi Orel setelah kuliahnya selesai.
Rajendra melepaskan pelukannya ketika merasa kaosnya basah. Rupanya Orel sedang menangis. Rajendra terkekeh, diusapnya pipi sang gadis. Menghapus jejak air mata dari pipinya.
“Jangan nangis dong,” kata Rajendra. “Kan kita udah pernah di posisi kayak gini sebelumnya. Masa nangis, sih? Nanti jelek.” Rajendra berusaha untuk menghibur gadis di depannya, ia mengusap pipi Orel dengan lembut.
“Gak tauuu, gak pengen Kajen balik,” rengek Orel kembali memeluk Rajendra.
Rajendra terkekeh, “nanti aku gak bisa nyelesaiin kuliahnya dong,” ucapnya. “Tunggu 2 tahun lagi, biar aku bisa nikahin kamu.”
Rajendra melepaskan pelukannya, mengajak Orel untuk turun ke bawah karena sebentar lagi sudah jam setengah 9. Perjalanan ke bandara butuh waktu 25 menit dari rumahnya.
Sekarang keluarga Orel dan keluarga Rajendra sudah berada di bandara untuk mengantar Rajendra. Teman-teman Rajendra juga sudah datang. Mereka saling berpelukan dan memberi semangat pada Rajendra. Jiwa dan Kaira merasa sedih karena anaknya harus kembali ke negeri orang untuk melanjutkan kuliahnya lagi.
Kini Rajendra berdiri di depan Orel. Semua orang memberi mereka jarak, Rajendra tersenyum kepada Orel yang sedang menundukkan kepalanya. Gadis itu tidak sanggup untuk menatap Rajendra, ia tidak ingin menangis lagi. Entah kenapa dia menangis sama seperti dulu ketika Rajendra berangkat ke Sydney untuk pertama kalinya.
Harusnya Orel sudah terbiasa, namun ia tetap saja menangis. Rajendra mengangkat dagu Orel, menyuruh gadis itu untuk menatapnya. Mata Orel sudah berkaca-kaca. Rajendra menggenggam tangan Orel dan mengusapnya dengan lembut dan penuh perasaan.
“Orel sayangku, jangan nangis, ya? Aku cuma ke negeri orang buat kuliah doang. Kita masih bisa chat, telepon, atau zoom kalau kamu mau. Jangan nangis, oke? Malu dong diliatin banyak orang. Nanti kamu diledekin sama bang Manu, loh,” ujar Rajendra. Ia mengusap pipi Orel yang mulai basah karena air mata gadis itu sudah keluar dengan deras membasahi pipinya.
“Kajen baik-baik di sana, jangan genit sama cewek lain! Jaga kesehatan, makan yang teratur, jangan sampe sakit ... Nanti gak ada aku yang ngerawat kamu,” ucap Orel.
Rajendra mengangguk, “iya, sayang. Kamu juga lakuin yang kamu omongin tadi, ya? Janji sama aku, jangan sakit. Nanti di sana aku khawatir terus sedih.” Orel mengangguk. Keduanya saling menautkan jari kelingking, berjanji satu sama lain.
Rajendra menarik Orel ke dalam pelukannya. Memeluk gadis itu seerat mungkin, sebelum ia jauh dari gadisnya. Rajendra mencium pucuk kepala Orel berulang kali dan mengecup sekilas kening dan pipi Orel. Setelah itu ia mengajak Orel untuk bergabung bersama yang lainnya. Rajendra berpamitan ketika pengumuman yang menyebutkan pesawat yang akan ditumpanginya terdengar.
Rajendra mengusap pipi Orel sesaat sebelum ia pergi. Rajendra tersenyum, ia melambaikan tangannya pada semua orang.