When I say I'm yours, then I'm yours forever.

Adira mengajak Jinan ke kamarnya setelah mereka berdua menghabiskan brownies buatan Bundanya Jinan. Keduanya masuk ke dalam kamar Adira yang acak-acakan, karena tadi Adira sedang membereskan kamarnya namun belum selesai.

Kok kamarnya acak-acakan?” tanya Jinan, laki-laki itu meletakkan jaketnya di kursi meja belajar Adira.

Adira menyengir, “aku tadi lagi beresin kamar pas kamu dateng. Makanya masih berantakan.

Jinan terkekeh, “mau aku bantu?

Adira menggeleng dengan cepat, “enggak usah, kamu duduk aja di sana. Ngapain kek, aku mau beresin dulu.

Jinan mengangguk patuh, ia duduk di kursi meja belajar Adira. Ia memperhatikan Adira yang sedang membereskan buku-buku yang berserakan di lantai, selimut yang belum di lipat rapih, dan baju yang ada di lantai. Entah itu baju kotor atau baju bersih.

Jinan membayangkan kalau suatu saat nanti Adira menjadi istrinya, pasti pemandangan seperti ini akan menjadi rutinitasnya setiap hari. Jinan terkekeh saat membayangkannya.

Jinan memiliki impian yang besar, yaitu menikahi Adira saat mereka berdua sudah selesai kuliah. Setidaknya sebelum menikah, Jinan bisa mengikat Adira dengan status pertunangan. Tapi, itu masih rencananya. Ia memilih untuk bertunangan terlebih dahulu, karena ia tidak mau terburu-buru dan ia ingin Adira menikmati masa mudanya.

Adira sudah selesai beres-beres, ia melihat Jinan yang sedang melamun sambil tersenyum-senyum. Adira mengernyitkan keningnya heran, ia mengambil boneka kucingnya yang ada di kasur lalu menghampiri Jinan dan melemparkan bonekanya ke wajah Jinan. Membuat Jinan tersentak dan tersadar dari lamunannya.

Kamu ngapain sih ngelamun sambil senyum-senyum?” tanya Adira.

Lagi bayangin kalau kita nikah nanti,” balas Jinan sambil tersenyum.

HAH?! Gila ya lo, masih sekolah udah mikirin nikah aja,” sungut Adira.

Jinan cemberut, “ya emang kenapa? Kan buat planning masa depan kita, Ra.

Masih lama!” seru Adira.

Ya buat jaga-jaga,” sahut Jinan.

Adira membelakangi Jinan, gadis itu sedang menata kasurnya yang masih berantakan. Jinan berdiri dari duduknya dan menghampiri Adira. Laki-laki itu memeluk Adira dari belakang, menyenderkan kepalanya di bahu sang gadis. Adira bisa merasakan deru nafas Jinan di lehernya. Jinan memeluk Adira dengan sangat erat.

Ji, lepas dulu,” ucap Adira dengan pelan.

Adira bisa merasakan gelengan dari kepala Jinan, Jinan tidak mau melepaskan pelukannya. Adira menghela nafasnya dan lanjut membereskan kasurnya.

Setelah selesai membereskan kamarnya, Adira berbalik badan. Sedari tadi Jinan masih memeluknya, laki-laki itu sangat betah memeluknya dari belakang. Ia tidak tau saja kalau punggung Adira sudah pegal, bahunya juga sudah pegal.

Kamu kenapa?” tanya Adira sambil mengusap pipi Jinan dengan lembut.

Jinan menggeleng, “gapapa, cuma capek aja. Pengen peluk kamu, aku kangen.

Are you really okay?” tanya Adira, lagi.

Adira mengajak Jinan untuk duduk di kasurnya, keduanya duduk berhadap-hadapan. Jinan menggenggam erat tangan Adira, kepalanya menunduk. Adira mengusap rambut Jinan dengan lembut. Ia tidak tau kenapa Jinan mendadak menjadi seperti ini.

Ji, ayo cerita. Jangan diem aja,” bujuk Adira.

Are you really mine?” tanya Jinan, ia tidak berani menatap Adira yang menatapnya kebingungan.

When I say I'm yours, then I'm yours forever,” balas Adira.

Beneran?” Jinan mengangkat kepalanya dan menatap Adira. Adira hanya mengangguk.

Kenapa kok nanya gitu?” kini giliran Adira yang bertanya.

Aku cuma takut aja kalau kamu di ambil sama orang lain, aku gak mau. Masa punyaku di ambil sama orang lain,” ucap Jinan. Adira hanya diam, fokus mendengarkan Jinan.

Aku cemburu.” Jinan meraih tubuh Adira lalu memeluknya, menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Adira.

Adira tau kalau Jinan sedang malu karena ia baru saja mengatakan kalau dirinya cemburu. Adira tertawa, ia menepuk lengan Jinan yang memeluk perutnya.

Hahaha, you are jealous? Jealous of who?” tanya Adira.

Javiro.

Suara Jinan tidak terlalu jelas karena ia menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Adira. Tapi Adira masih bisa mendengar kalau Jinan cemburu pada Javiro. Adira tidak tau kenapa Jinan cemburu pada Javiro, padahal Jinan jelas tau kalau Adira dan Javiro berteman dekat. Sangat dekat malahan.

Kenapa? Kenapa kamu cemburu sama Javiro?” tanya Adira.

Because he is always number one when you need someone.

Ji, maaf ya kalau aku selalu minta apa-apa ke Javiro, bukan ke kamu. Karena ya dia yang rumahnya paling deket sama aku, kita tetanggaan. Aku gak mau repotin kamu yang rumahnya jauh dari aku. Bukannya aku mau jadiin kamu panggilan darurat yang ke dua, tapi aku gak mau repotin kamu,” jelas Adira.

Iya, Ra. Aku tau kok. Kamu sama Javiro itu temenan deket, kalian juga tetanggaan. Tapi, apa salahnya buat hubungin aku duluan? Kalau aku gak bisa, aku bakalan nyuruh Javiro buat dateng ke kamu. Aku gak mau jadi orang bego yang gak tau apa-apa tentang kamu. Aku pacar kamu, Adira.” Jinan semakin menenggelamkan kepalanya, laki-laki itu menghela nafasnya dengan berat.

Maaf,” lirih Adira.

No, don't say sorry. Maaf ya kalau aku kesannya ngekang kamu, tapi aku cuma mau kamu call me first apapun yang terjadi sama kamu,” ucap Jinan.

Jinan melepaskan pelukannya dan menatap Adira dengan lekat. Adira sudah menangis, Jinan tersenyum dan mengusap pipi Adira.

Jangan nangis dong. Aku cuma bilang itu aja kok, aku gak ngelarang kamu buat deket-deket sama Javiro. Kamu bisa temenan sama dia, selamanya. Sama temen-temen kamu yang lain juga,” ujar Jinan.

“Ji, m-maaf.*” Adira terisak.

Jinan terkekeh, “jelek ah kalau kamu nangis. Jangan nangis dong, nanti di kiranya aku ngapa-ngapain kamu.

Adira memukul bahu Jinan, “kamu tuh yang bikin aku nangis! Ngeselin!

Jinan tertawa, “iyaaa, maaf. Kita nonton film aja deh, yuk? Masih ada satu jam sebelum aku zoom sama anak-anak futsal.

Adira mengangguk. Ia menyamankan posisinya ketika Jinan sedang mengambil laptopnya dan mencari film yang akan di tonton. Keduanya menonton film sambil berpelukan.