You're lying.

Kini Killa dan Arka sedang menuju ke sirkuit. Sedari tadi Killa mengepalkan tangannya, menahan sesak di dadanya yang meluap-luap. Aksara berbohong. Laki-laki berkata padanya kalau dia akan menemani adiknya, namun nyatanya laki-laki itu malah melakukan balapan motor dengan musuhnya. Padahal jika Aksara tidak berbohong, Killa tidak akan mempermasalahkannya. Apalagi jika Aksara memberitahu alasan yang jelas. Killa tidak akan melarangnya.

Killa turun dari motor Arka setelah sampai di sirkuit. Tampaknya balapannya baru saja selesai. Bisa Killa lihat kalau motor Aksara melesat melewati pembatas garis finish, disusul oleh motor Bara di belakangnya. Yang artinya balapan kali ini dimenangkan oleh Aksara. Killa menatap Aksara yang tampak bersorak dengan teman-temannya. Killa masih berdiri di tempat dengan Arka yang berada di belakangnya.

Arka panik ketika Killa memintanya untuk membawanya kemari. Padahal Aksara sudah berpesan padanya agar Killa tidak sampai tahu kalau Aksara sedang balapan motor. Namun, semuanya sudah terbongkar. Arka juga tidak bisa membohongi adiknya, meski itu hanya sedikit kebohongan.


Aksara turun dari motornya dengan senyum sumringah. Ia menghampiri teman-temannya yang langsung menyambutnya dengan sorakan senang untuk merayakan kemenangan Aksara.

“Untung aja lu menang,” ucap Jeano.

Aksara terkekeh, “gue gitu, loh.”

“Sombong amat,” sahut Reza.

Aksara tertawa. Tawanya terhenti ketika Bara memanggilnya. Aksara menatap Bara dengan tatapan meremehkan, dengan senyum miring di wajahnya. Bara menghampiri Aksara dengan rasa kesal di hatinya. Tangannya terulur untuk memberikan selamat, namun Aksara tidak menerima uluran tangannya. Bara langsung menarik kembali tangannya.

“Selamat buat lo. Dua bulan gak bakalan ada keributan diantara kita. Dan lo, Sa, lo dapat satu juta buat kemenangan lo,” ucap Bara.

Aksara menaikkan sebelah alisnya, “satu juta? Lo gak bilang dari awal kalau yang menang bakalan dapat uang satu juta?”

“Sengaja,” ucap Bara sambil terkekeh.

“Gua gak mau terima uangnya. Cukup geng gua sama geng lo gak berantem dua bulan. Kalau bisa, selamanya,” ujar Aksara.

Bara tertawa, “kalau bisa, ya.” Lantas ia melangkahkan kakinya, pergi dari sana bersama teman-temannya.

“Rayain lah, Sa. Kita makan-makan besok,” ucap Kale.

“Besok gua traktir dah,” ucap Aksara yang langsung dihadiahi sorakan senang dari teman-temannya.

Baru saja Aksara akan pergi bersama teman-temannya, matanya tidak sengaja menatap siluet seseorang yang sangat ia kenali. Berdiri tak jauh dari tempatnya berada. Aksara menajamkan penglihatannya, matanya langsung terbelalak ketika mengetahui pemilik siluet itu. Itu adalah Killa. Aksara langsung mendadak panik, ia bergegas untuk menghampiri Killa tanpa menghiraukan teman-temannya.

Killa yang melihat Aksara hendak menghampirinya, langsung menyuruh Arka untuk segera pulang. Namun, tangannya dipegang oleh seseorang ketika dirinya baru saja akan naik ke motor kakaknya.

“Killa, kok kamu di sini?” tanya Aksara dengan napasnya yang terengah-engah.

“Kenapa? Kamu gak suka aku datang ke sini dan lihat kamu balapan?” tanya Killa ketus.

Aksara menggeleng, “gak gitu.”

“Katanya mau nemenin Keisha, mana? Kok bohong? Kok malah di sini? Harusnya kamu di rumah,” ucap Killa bertubi-tubi. Suaranya sudah bergetar, matanya memanas, entah kenapa dirinya serasa ingin menangis. Hatinya terasa sesak karena Aksara membohongi dirinya.

“Killa, aku bisa jelasin—”

“Jelasin apa, sih?! Kalau kamu mau balapan, ya bilang aja ke aku. Gak perlu bohong kayak gini. Aku gak bakal larang kamu, Aksa. Kalau kamu jujur dan ngasih alasan yang jelas, aku gak bakalan marah. Kenapa kamu malah bohong?” ucap Killa dengan air mata yang mulai menuruni pipinya.

“Maaf, aku gak bermaksud buat bohong. Aku minta maaf,” kata Aksara dengan suara pelan. Ia menundukkan kepalanya, tidak berani menatap kekasihnya yang menangis di hadapannya.

“Sa, emang Bunda pernah ngajarin kamu buat bohong?” tanya Killa. Aksara menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

“Terus ... Kenapa, Aksa? Kamu udah gak mau sama aku? Kamu takut aku ngatur kamu dan ngelarang kamu?” tanya Killa.

“Enggak, Killa. Aku gak gitu. Dengerin penjelasan aku dulu, ya? Bara ngajak aku balapan, katanya kalau menang, kita gak bakalan ribut lagi selama dua bulan. Ya udah aku iyain. Terus aku menang, aku gak bakalan berantem lagi sama mereka, Kil ....” jelas Aksara. Maniknya menatap manik Killa yang sudah basah karena air mata.

“Bodoh,” rutuk Killa setelah mendengarkan penjelasan Aksara. “Kamu bodoh apa gimana, sih? Buat apa kamu iyain kalau kamu bisa berubah buat gak berantem sama mereka. Dua bulan doang buat apa, Sa? Gak ada gunanya.” Killa menatap Aksara marah. Aksara terlalu bodoh untuk mengiyakan ajak Bara. Aksara merutuki dirinya sendiri karena ia juga merasa dirinya bodoh.

“Maaf ....” lirih Aksara.

“Kak, ayo, kita pulang,” ucap Killa. Ia melepaskan tangan Aksara yang menggenggam pergelangan tangannya.

Arka yang sedari tadi diam menyimak keduanya pun menganggukkan kepalanya. Ia menyuruh Killa untuk naik ke motornya. Aksara hanya bisa diam menatap kepergian Killa. Ia mengacak rambutnya dan mengerang marah. Benar kata Killa, ia terlalu bodoh untuk mengiyakan ajakan Bara. Rasa ingin menang dalam dirinya terlalu besar. Sekarang Aksara menyesal. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah terlanjur. Aksara membalikkan tubuhnya, kembali ke tempat teman-temannya berada.