aireanora

‘Kamu dan kenangan’ oleh Maudy Ayunda.

Pemakaman di lakukan pada pukul 8 pagi. Semua keluarga serta kerabat dekat datang untuk mengantar Arina ke tempat peristirahatan terakhir. Semua orang merasa sedih dan juga merasa kehilangan. Bahkan Reina masih menangis sampai sekarang, ia masih belum bisa menerima kalau sahabatnya telah pergi. Meila juga menangis karena ia masih merasakan penyesalan yang amat dalam. Jihoon dan Asahi berusaha untuk tegar, keduanya tidak ingin menangis lagi karena Arina pasti akan marah pada mereka.

Pemakaman sudah selesai di lakukan, semua orang sudah pulang dari pemakaman. Hanya tersisa Jihoon dan Asahi yang masih berdiri di dekat makam Arina.

Sa, lo gak pulang?” tanya Jihoon.

Asahi menggeleng, “gue pulangnya nanti aja. Gue masih ada di sini.

Jihoon mengangguk, “gue pamit pulang deh. Lo jangan kelamaan di sini, kayaknya bentar lagi hujan.” Asahi mengangguk mendengar ucapan Jihoon. Jihoon berjongkok di dekat makam Arina dan mengusap nisan yang bertuliskan nama adiknya, “dek, kakak pulang duluan, ya. Kamu istirahat yang tenang di sana. Tungguin kakak, ya? Doain kakak bisa cepet-cepet wisuda. Bahagia di sana ya, dek? Nanti kakak bakalan sering ke sini.

Jihoon mengusap air matanya yang sempat turun, ia kembali berdiri. Jihoon menatap Asahi, ia menepuk bahu Asahi berulang kali. Asahi hanya tersenyum. Jihoon pergi meninggalkan Asahi sendirian.

Sekarang giliran Asahi, ia berjongkok di dekat makam Arina. Ia mengusap nisan yang bertuliskan nama Arina. Asahi menangis lagi. Ia tidak bisa menahan air matanya lebih lama lagi. Ia tidak sanggup.

N-na.” Asahi berucap dengan bibir yang bergetar.

Asahi menarik nafasnya sejenak, “sekarang kamu udah tenang di sana, kamu udah gak ngerasain sakit lagi, kamu udah bebas. Gimana rasanya? Pasti kamu seneng, kan?

Aku mau bilang makasih buat kamu, makasih ya udah jadi pacar aku. Maaf belum bisa ngajakin kamu buat ketemu sama Bunda. Tapi Bunda kemarin lihat kamu.” Asahi menangis saat mengucapkan kalimat terakhir.

Kata Bunda, kamu cantik. Kamu emang cantik, Na. Kamu cantik banget. Makanya aku beruntung bisa jadi pacar kamu, karena pasti banyak cowok di luaran sana yang suka sama kamu.

Na, waktu berjalan dengan cepat, ya? Sampai akhirnya kamu pergi jauh ninggalin aku sendirian. Tapi gapapa, asal kamu bahagia dan gak ngerasain sakit lagi. Aku gapapa.

Dan hari ini adalah anniversary kita. Happy anniversary, Arina. Makasih untuk 8 bulannya. Makasih buat semua kenangannya, makasih banyak. Aku cinta sama kamu.

Asahi menutup wajahnya, ia terisak di sana. Ia menangis sejadi-jadinya. Hari ini bertepatan dengan hari jadi mereka berdua. Rasanya Asahi ingin menghapus tanggal ini karena ini adalah hari yang menyakitkan untuknya.

Na, aku ikhlas. Aku ikhlas kamu pergi. Bahagia di sana, ya? Aku sayang kamu. Aku pulang dulu ya, cantik? Nanti aku bakalan sering dateng ke sini.

Goodbye, my love.

Kalau ada kehidupan selanjutnya, aku bakalan minta bilang ke Tuhan. I want kak Jihoon to be my brother and kak Asa to be my boyfriend. Because you two are one of my happiness in this world.

Jihoon dan Asahi mendekati ranjang Arina dengan pelan. Keduanya bisa melihat Arina yang sedang berbaring sambil tersenyum ke arah mereka. Senyuman yang selalu mereka lihat setiap kali gadis itu tersenyum lebar ke arah mereka, senyumnya masih sama. Senyum Arina itu indah, cantik seperti wajahnya. Senyuman yang selalu menjadi candu untuk Asahi. Senyuman yang selalu menjadi menyebalkan untuk Jihoon, sekarang senyuman itu terasa sangat menyakitkan untuknya.

Asahi dan Jihoon tersenyum kala Arina menggenggam kedua tangan mereka. Tangannya yang dulu hangat, kini menjadi dingin. Asahi mengusap pipi Arina dengan lembut. Pipi yang dulunya sangat berisi, sekarang menjadi tirus. Jihoon mengusap rambut Arina, rambutnya masih selembut dulu. Keduanya menatap Arina dengan tatapan sendu. Padahal Arina menatap mereka dengan senyuman di bibirnya.

Arina, lo mau ketemu Bunda?” tanya Jihoon dengan suara serak.

Arina mengangguk, “iya, tapi Bunda gak dateng, ya?

Maaf ya, mereka gak dateng ke sini buat jenguk lo. Ayah masih sibuk,” ucap Jihoon.

It's okay, kak. Kalau gue gak bisa ketemu mereka sekarang, mungkin gue bisa ketemu mereka nanti.” Arina tersenyum.

Kamu mau jalan-jalan? Kita belum ketemu Bunda, loh. Kata Bunda, beliau mau ketemu kamu. Katanya mau masak bareng kamu, Na,” ucap Asahi dengan bibir yang bergetar.

Maaf ya, kak. Bilangin sama Bunda, aku gak bisa ketemu,” kata Arina.

Kak Ji, boleh gak aku minta satu permintaan?” tanya Arina.

Jihoon mengangguk dengan cepat, ia menghapus air matanya yang jatuh ke pipinya.

Bukan permintaan aneh-aneh kok. Aku cuma pengen kak Ji skripsi dengan nilai bagus! Terus nanti kak Ji wisuda, harus ambil banyak foto sama Ayah Bunda. Sama temen-temen kak Ji juga, buat kenang-kenangan. Nanti foto juga pake toga, aku pengen liat. Terus kalau kak Ji mau lanjut kerja, aku harap kerjanya gak berat-berat. Kasihan kak Ji nanti capek terus malah sakit. Jangan sampai kak Ji sakit! Nanti aku gak bisa jagain kak Ji, hehe.

Kak, nanti kalau kakak nikah, anaknya yang cewek harus mirip aku, ya! Biar kak Ji inget sama aku terus. Kak Ji juga harus cari istri yang baik, yang bisa jagain kak Ji, yang bisa ngertiin kak Ji. Pokoknya kak Jihoon harus bahagia!

Jihoon menangis mendengar ucapan Arina. Hatinya terasa sakit saat Arina mengucapkan banyak harapan-harapan dan doa untuknya di masa depan nanti. Jihoon sekarang ini adalah manusia yang sedang hancur. Ia tidak bisa menahan dirinya, ia terduduk di samping Arina, ia menggenggam tangan adiknya dengan erat. Jihoon, dia merasa sangat marah pada orang tuanya. Bahkan sampai sekarang, mereka masih belum bisa datang ke sini untuk Arina. Jihoon belum siap untuk semuanya. Ia merasa kalau ia belum bisa membahagiakan adiknya.

Kak Ji jangan nangis dong! Cengeng banget. Dulu kamu suka ngatain aku kalau aku nangis gara-gara di ledekin sama kamu. Tapi sekarang kamu malah nangis,” ejek Arina.

Arina menoleh ke Asahi yang sedang menundukkan kepalanya. Ia mengusap rambut Asahi, membuat laki-laki itu mendongakkan kepalanya. Asahi mengambil tangan Arina yang mengusap rambutnya, ia genggam dan ia cium punggung tangan kekasihnya itu. Membuat Arina tersenyum.

Kak Asa, makasih ya udah mau jadi pacar aku. Aku seneng banget bisa ketemu kamu, aku juga seneng bisa kenal kamu. Aku jugaa seneng banget bisa jadi pacar kamu. Ada banyak hal yang kita lakuin selama ini. Kamu udah bantuin aku buat ngerjain tugas kuliah, padahal kita beda jurusan dan beda angkatan. Kamu baik banget sama aku. Kamu selalu datang ke rumah aku pas aku lagi red day, kamu selalu nemenin aku sampai aku ketiduran. Kamu yang selalu khawatir pas aku sakit. Aku berterimakasih banget sama kamu, kak.

Kamu orang baik, kak. Kamu pantas buat dapat seseorang yang bisa jagain kamu selamanya, yang bisa nemenin kamu sampai tua nanti, yang selalu ada di deket kamu. Kamu juga pantas buat dapat kebahagiaan. Aku harap kamu bahagia, ya? Kamu gak boleh kebanyakan sedih, gak boleh banyak nangis. Kamu harus bahagia. M-maaf aku g-gak bisa nemenin kamu lagi, kak.” kini Arina terisak, ia menangis saat mengucapkan kalimat demi kalimat untuk kekasihnya, Asahi. Hatinya sesak. Asahi juga ikut menangis, ia menunduk sambil menggenggam tangan Arina.

Kalau kamu ketemu sama perempuan baru, kamu harus sayangi dia, kasih dia banyak cinta, jangan cuek ke dia! Kamu harus bahagiakan dia, gak boleh bikin dia sedih atau nangis. Nanti aku bakalan marah sama kamu kalau kamu bikin dia nangis atau sedih.

Kak, makasih buat 8 bulannya, makasih buat semua kenangan yang kamu kasih ke aku, makasih udah mau di samping aku selama 8 bulan ini. Meski cuma 8 bulan, tapi ini sangat berarti buat aku, kak. You deserve someone better than me. I also love you very much, even to this moment.

Asahi menangis dengan kencang saat Arina menyelesaikan kalimatnya. Hatinya sesak, ia merasa kalau hatinya hancur. Asahi tidak sanggup untuk mengeluarkan sepatah kata pun. Air matanya tidak mau berhenti mengalir. Asahi ingin marah. Ia marah pada takdir yang membuatnya menangis seperti ini. Ia marah pada semesta yang tidak adil untuknya. Asahi sangat marah sekaligus sedih.

Na, You also deserve more happiness than this. You also deserve a special place where you can rest. I really love you, sampai aku pengen marah sama semesta. Karena semesta gak adil buat kita, Na. Takdir itu jahat,” ucap Asahi.

Nafas Arina mulai tersengal-sengal, gadis itu berusaha menggapai pipi Jihoon untuk mengusap air mata kakaknya yang masih saja mengalir. Jihoon semakin menangis, ia menggenggam erat tangan Arina. Arina juga mengusap pipi Asahi. Gadis itu masih sempat tersenyum bahkan saat mendekati ajalnya.

K-kak, bilang s-sama Bunda dan A-Ayah, kalau a-aku sayang b-banget sama m-mereka. M-maaf belum b-bisa banggain mereka. Maaf aku g-gak pamit s-secara langsung. M-makasih udah m-mau ngerawat a-aku. Aku mau i-istirahat.” Arina berucap dengan terbata-bata, nafasnya sudah semakin pendek.

Kak Ji, makasih u-udah mau j-jadi kakak a-aku. Aku s-sayang banget sama k-kak Ji.

K-kak Asa, makasih b-buat semuanya. A-aku sayang banget sama k-kamu.

T-tolong bilang ke R-Reina sama Y-Yedam k-kalau aku sayang b-banget sama mereka.

Aku pamit, ya? Sampai ketemu di kehidupan selanjutnya kalau Tuhan mengizinkannya.

See you in the next life, I want us to remain friends. Let me rest. I love you guys so much.

Sekarang tepat pukul tujuh malam, Arina sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit. Ia sedang menonton TV. Jihoon sedang duduk di sofa sambil bermain game di ponselnya, sedangkan Asahi sedang mengerjakan tugas di laptopnya. Arina merasa cukup bosan karena ia hanya bisa menonton TV saja. Ia belum boleh banyak bergerak.

Arina mengambil ponselnya saat ada notif masuk dari temannya. Mereka berdua sudah ada di lobby rumah sakit. Lantas Arina memanggil Jihoon.

Kak Ji, mereka udah sampai di lobby,” kata Arina.

Jihoon mengangguk, “tunggu mereka masuk ke sini dulu. Nanti gue sama Asa keluar.” Arina hanya mengangguk, ia tidak sabar untuk bertemu dengan teman-temannya.

Tidak lama kemudian, pintu ruang rawat Arina terbuka. Ada Reina dan Yedam yang tersenyum lebar ke arahnya. Reina lantas berlari mendekati Arina dan memeluk sahabatnya dengan Arina. Arina terkekeh di pelukan Reina, sedangkan Reina sudah menangis. Yedam juga ikut mendekati Arina dan memeluknya. Ia memberikan satu buket bunga mawar yang di belinya tadi.

Nih, bunga mawar buat lo. Kita gak bawa apa-apa, soalnya kata lo kita gak usah bawa apapun,” ucap Yedam.

Arin tersenyum, ia mengambil buket bunganya dengan hati-hati. “Makasih, Dam! Bunganya cantik.

Arina, gue sama Asa nunggu di luar, ya? Nanti kalau ada apa-apa, panggil gue aja,” sela Jihoon. Arina mengangguk. Kini di ruangan hanya tersisa Arina, Reina, dan Yedam.

Gimana kabar kalian? Kuliah lancar?” tanya Arina.

Lancar kok, cuma ya sepi aja gak ada lo. Mana gue setiap hari sendirian mulu, gak ada temen,” balas Reina dengan wajah cemberut.

Arina tertawa, “kan ada Yedam.

Males ah sama dia. Di suruh nganterin ke kampus aja gak mau,” kata Reina.

Yeee, lo nya aja yang ngomongnya dadakan! Ya gue gak mau, lah!” sahut Yedam dengan kesal.

Gue udah bilang pas malemnya ya, anjir! Lo nya aja yang lupa,” sungut Reina.

Udah woy, malah ribut,” lerai Arina. “Kalian rencananya setelah wisuda, mau ngapain?” tanyanya.

Gue pengen kerja, pengen nerusin butik Mama. Biar gue bisa buat baju-baju juga, gue kan suka bikin desaign baju gitu. Rencananya sih kalau bisa, gue mau buka butik sendiri. Nanti butiknya Mama di urus sama adeknya Mama,” ucap Reina dengan nada yang antusias.

Arina tersenyum, “wah, keren dong! Desaign lo bagus-bagus, gue kan pernah liat tuh. Pasti orang-orang bakalan suka sama baju-baju yang lo keluarin. Lo pasti bisa kok!

Huhuhu, gue pikir desaign baju gue masih kurang bagus. Nanti gue bakalan bikin baju buat kita berdua! Baju couple. Ntar si Yedam gue bikinin khusus deh,” kata Reina.

Arina hanya tersenyum, ia menengok ke Yedam yang sedari tadi hanya diam. “Kalau lo, Dam? Lo mau ngapain habis wisuda?

Emmm, apa yaa. Gue pengen punya caffe gitu, biar kita bisa ngumpul di caffe gue. Terus gue juga mau lanjutin perusahaan Ayah gue, sih. Beliau yang kasih amanat ke gue buat nerusin perusahaannya,” balas Yedam.

Arina bertepuk tangan dan memberikan kedua ibu jarinya kepada kedua temannya, “wow, keren banget! Pokoknya lo harus bisa bangun caffe, terus nanti caffe lo jadi terkenal. Dan lo juga harus bisa handle perusahaan Ayah lo!

Kalau lo, Na? Lo mau ngapain? Kan kita udah, nih. Sekarang giliran lo,” kata Reina.

Ah, gue belum punya rencana, sih. Belum gue pikirin,” jawab Arina dengan senyum kikuk.

Mereka bertiga mengobrol banyak hal. Semuanya mereka bicarakan. Kehidupan Reina dan Yedam saat Arina masih kritis, kehidupan di masa depan, rencana mereka bertiga ke depannya. Meski Arina tau kalau ia pasti tidak akan bisa menepati janji mereka. Karena Arina sudah tau kalau saat itu, ia sudah tidak ada di sini.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Ketiganya masih asik berbicara, hingga suara batuk Arina membuat mereka menghentikan obrolannya. Reina dan Yedam terlihat khawatir. Tetapi Arina menunjukkan raut wajah kalau ia baik-baik saja.

Gue gapapa kok,” kata Arina.

Gue kaget, kirain lo kenapa-napa,” ucap Yedam.

Gue cuma batuk doang.” Arina tertawa.

Na, lo gapapa? Beneran gapapa?” tanya Reina.

Arina mengangguk, “gue mau ngomong deh sama kalian.

Reina dan Yedam saling berpandangan, seakan-akan mata mereka bisa berbicara. Keduanya mengangguk dan memperhatikan Arina. Mereka berdua menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut Arina. Meski mereka berdua takut. Tapi mereka berusaha untuk terlihat baik-baik saja.

Kita udah temenan sejak kapan, sih? Sejak SMA, ya? Lama juga. Udah hampir 6 tahun? Kalian gak bosen nih temenan sama gue? Kalau gue sih enggak, soalnya kalian temen terbaik gue!” Arina mengawali pembicaraan, ia tersenyum ke arah dua temannya. “Kalau di inget-inget, ada banyak hal yang kita rencanain. Tapi kita belum bisa wujudkan itu semua karena kita sibuk. Gimana kalau kalian berdua aja yang mewujudkannya?

Na, apaan, sih?! Kan ini rencana kita bertiga, harusnya kita bertiga yang mewujudkan!” Reina bersuara dengan nada yang tinggi, sekaligus serak. Ia menahan tangisnya. Yedam mengusap bahu Reina, menyuruh Reina untuk tetap tenang.

Gue gak bisa. Kalaupun gue bisa, sekarang gue pasti ada di rumah, bukan di sini.” Arina menghela nafasnya, “gue masih inget banget pas kita pertama kali ketemu, gue gak bakalan lupain itu. Kalian baik banget sama gue, kalian udah bantuin gue banyak hal, kalian udah mau temenan sama gue. Gue kira kalian bakalan jauhin gue gara-gara gue punya gagal ginjal, yang pastinya bakalan ngerepotin orang lain.

Kalian tau gak sih, setiap hari gue mikirin kalian berdua. Gue mikirin, gimana kalau nanti gue udah gak ada, kalian bakalan tetep temenan atau malah saling menjauh buat nenangin diri masing-masing. Tapi gue yakin kalau kalian bakalan tetep temenan, meski kalian butuh waktu buat menyendiri.

Reina dan Yedam mendengarkannya dengan hati yang pilu. Reina sudah menangis sejak awal, ia menangis dengan kencang. Yedam hanya bisa menahan tangisannya, meski ia ingin sekali menangis. Tapi Yedam menahannya, karena ia harus terlihat kuat.

Makasih banyak buat Reina sama Yedam yang udah mau temenan sama gue sampai sekarang. Gue sayang banget sama kalian, meski ini cringe banget. Tapi gue beneran sayang sama kalian. Walau gue keliatan ogah-ogahan kalau di suruh nunjukin kasih sayang. I'm lucky to know you two, I'm also lucky to be friends with both of you. Selama ini kita udah ngelakuin banyak hal, kita udah bikin banyak kenangan yang gak bakalan gue lupain. Kalian itu best support system gue.

Rei, katanya lo mau jadi desainer? Lo mau punya butik sendiri? Ayo buktiin ke diri lo sendiri kalau lo bisa. Desaign lo bagus-bagus, gue jamin deh semua orang suka sama desaign yang lo buat. Nanti kalau lo udah punya butik sendiri, jangan lupa kasih tau gue, haha. Oh iya, nanti kalau lo udah wisuda, gue pasti bakalan dateng kok. Gue juga pasti bakalan peluk lo pas wisuda nanti!

Dan lo, Dam. Gue yakin kalau lo bisa nerusin perusahaannya Ayah lo, lo juga pasti bisa bangun caffe impian lo. Gue harap sih caffe lo di kenali banyak orang, biar semua orang tau kalau temen gue ini hebat bisa ngehandle caffe sama perusahaan!

Arina menghela nafasnya, ia tidak sanggup berbicara lagi karena pipinya sudah banjir air mata. Begitupun dengan Reina dan Yedam yang sudah menangis sesenggukan.

Maaf banget gue baru ketemu kalian malem ini, padahal gue masih pengen lebih lama sama kalian. Tapi gue capek. Gue udah gak bisa lagi, Rei, Dam.

Lo jangan asal ngomong! Lo pasti bisa bertahan kok, lo pasti sembuh!” ujar Yedam.

Gue bakalan marah banget sama lo kalau lo ngomong kayak gitu lagi,” ucap Reina.

Arina tersenyum, “marah aja, gapapa. Karena emang nyatanya gue gak bakal bisa sembuh, gue juga gak sanggup buat bertahan lagi. Sakit. Rasanya sakit setiap kali gue buat nahan.

Gue percaya sama kalian berdua, kalian pasti bisa menjalani kehidupan yang lebih baik ke depannya. Kalian pasti bisa bahagia di masa depan nanti! Pokoknya jangan lupain gue. Kalian harus inget Arina, temen kalian berdua. Awas aja ya kalau kalian lupain gue!” ucap Arina.

Reina dan Yedam langsung memeluk Arina dengan erat. Ketiganya berpelukan cukup lama. Mereka menangis, tangisan yang terdengar pilu. Mereka merasakan sesak di saat yang sama. Reina dan Yedam yang merasa hatinya hancur saat sahabatnya mengucapkan kata-kata yang membuat mereka menangis. Reina dan Yedam tau kalau akan tiba saatnya momen ini.

Momen ketika mereka harus mendengarkan kata-kata dari sahabatnya, yang mungkin bisa menjadi kalimat terakhir yang mereka dengar. Suara yang mereka dengar untuk terakhir kalinya. Dan hanya tersisa kenangan.

G-gue mau n-ngomong sama k-kak Ji sama kak A-Asa,” ucap Arina dengan terbata-bata. Nafasnya tersendat entah karena ia banyak menangis atau karena hal lain.

Reina dan Yedam harus merelakan pelukannya terlepas, keduanya berusaha untuk tersenyum untuk Arina. Mereka harus terlihat tegar, mereka tidak boleh sedih. Meski melakukan ini dengan terpaksa membuat mereka berdua tersiksa, tapi ia tidak ingin Arina ikut sedih.

Na, janji sama gue kalau lo harus nunggu gue. Janji sama gue kalau lo juga bisa bahagia, lo senyum terus, gak boleh sedih! Kalau lo langgar janjinya, gue bakalan marah banget sama lo,” ucap Reina.

Kalau gue panggil nama lo, lo harus muncul, ya? Setidaknya lo nunjukin kalau lo ada di dekat gue. Kayak lo harus berkedip pas gue liat bintang,” ujar Yedam.

Arina terkekeh, “iyaa, gue janji sama kalian. Sekarang boleh panggil kak Ji sama kak Asa?

Reina dan Yedam mengangguk. Keduanya keluar dari ruangan dengan wajah sembab. Jihoon dan Asahi sontak bertanya-tanya pada mereka berdua atas hal yang terjadi. Reina dan Yedam tidak menjawabnya, keduanya hanya diam. Yedam menyuruh Jihoon dan Asahi masuk ke dalam ruangan. Jihoon dan Asahi pun masuk ke dalam ruangan dengan hati yang berdebar. Keduanya berusaha untuk tersenyum di hadapan Arina.

Adira mengajak Jinan ke kamarnya setelah mereka berdua menghabiskan brownies buatan Bundanya Jinan. Keduanya masuk ke dalam kamar Adira yang acak-acakan, karena tadi Adira sedang membereskan kamarnya namun belum selesai.

Kok kamarnya acak-acakan?” tanya Jinan, laki-laki itu meletakkan jaketnya di kursi meja belajar Adira.

Adira menyengir, “aku tadi lagi beresin kamar pas kamu dateng. Makanya masih berantakan.

Jinan terkekeh, “mau aku bantu?

Adira menggeleng dengan cepat, “enggak usah, kamu duduk aja di sana. Ngapain kek, aku mau beresin dulu.

Jinan mengangguk patuh, ia duduk di kursi meja belajar Adira. Ia memperhatikan Adira yang sedang membereskan buku-buku yang berserakan di lantai, selimut yang belum di lipat rapih, dan baju yang ada di lantai. Entah itu baju kotor atau baju bersih.

Jinan membayangkan kalau suatu saat nanti Adira menjadi istrinya, pasti pemandangan seperti ini akan menjadi rutinitasnya setiap hari. Jinan terkekeh saat membayangkannya.

Jinan memiliki impian yang besar, yaitu menikahi Adira saat mereka berdua sudah selesai kuliah. Setidaknya sebelum menikah, Jinan bisa mengikat Adira dengan status pertunangan. Tapi, itu masih rencananya. Ia memilih untuk bertunangan terlebih dahulu, karena ia tidak mau terburu-buru dan ia ingin Adira menikmati masa mudanya.

Adira sudah selesai beres-beres, ia melihat Jinan yang sedang melamun sambil tersenyum-senyum. Adira mengernyitkan keningnya heran, ia mengambil boneka kucingnya yang ada di kasur lalu menghampiri Jinan dan melemparkan bonekanya ke wajah Jinan. Membuat Jinan tersentak dan tersadar dari lamunannya.

Kamu ngapain sih ngelamun sambil senyum-senyum?” tanya Adira.

Lagi bayangin kalau kita nikah nanti,” balas Jinan sambil tersenyum.

HAH?! Gila ya lo, masih sekolah udah mikirin nikah aja,” sungut Adira.

Jinan cemberut, “ya emang kenapa? Kan buat planning masa depan kita, Ra.

Masih lama!” seru Adira.

Ya buat jaga-jaga,” sahut Jinan.

Adira membelakangi Jinan, gadis itu sedang menata kasurnya yang masih berantakan. Jinan berdiri dari duduknya dan menghampiri Adira. Laki-laki itu memeluk Adira dari belakang, menyenderkan kepalanya di bahu sang gadis. Adira bisa merasakan deru nafas Jinan di lehernya. Jinan memeluk Adira dengan sangat erat.

Ji, lepas dulu,” ucap Adira dengan pelan.

Adira bisa merasakan gelengan dari kepala Jinan, Jinan tidak mau melepaskan pelukannya. Adira menghela nafasnya dan lanjut membereskan kasurnya.

Setelah selesai membereskan kamarnya, Adira berbalik badan. Sedari tadi Jinan masih memeluknya, laki-laki itu sangat betah memeluknya dari belakang. Ia tidak tau saja kalau punggung Adira sudah pegal, bahunya juga sudah pegal.

Kamu kenapa?” tanya Adira sambil mengusap pipi Jinan dengan lembut.

Jinan menggeleng, “gapapa, cuma capek aja. Pengen peluk kamu, aku kangen.

Are you really okay?” tanya Adira, lagi.

Adira mengajak Jinan untuk duduk di kasurnya, keduanya duduk berhadap-hadapan. Jinan menggenggam erat tangan Adira, kepalanya menunduk. Adira mengusap rambut Jinan dengan lembut. Ia tidak tau kenapa Jinan mendadak menjadi seperti ini.

Ji, ayo cerita. Jangan diem aja,” bujuk Adira.

Are you really mine?” tanya Jinan, ia tidak berani menatap Adira yang menatapnya kebingungan.

When I say I'm yours, then I'm yours forever,” balas Adira.

Beneran?” Jinan mengangkat kepalanya dan menatap Adira. Adira hanya mengangguk.

Kenapa kok nanya gitu?” kini giliran Adira yang bertanya.

Aku cuma takut aja kalau kamu di ambil sama orang lain, aku gak mau. Masa punyaku di ambil sama orang lain,” ucap Jinan. Adira hanya diam, fokus mendengarkan Jinan.

Aku cemburu.” Jinan meraih tubuh Adira lalu memeluknya, menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Adira.

Adira tau kalau Jinan sedang malu karena ia baru saja mengatakan kalau dirinya cemburu. Adira tertawa, ia menepuk lengan Jinan yang memeluk perutnya.

Hahaha, you are jealous? Jealous of who?” tanya Adira.

Javiro.

Suara Jinan tidak terlalu jelas karena ia menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Adira. Tapi Adira masih bisa mendengar kalau Jinan cemburu pada Javiro. Adira tidak tau kenapa Jinan cemburu pada Javiro, padahal Jinan jelas tau kalau Adira dan Javiro berteman dekat. Sangat dekat malahan.

Kenapa? Kenapa kamu cemburu sama Javiro?” tanya Adira.

Because he is always number one when you need someone.

Ji, maaf ya kalau aku selalu minta apa-apa ke Javiro, bukan ke kamu. Karena ya dia yang rumahnya paling deket sama aku, kita tetanggaan. Aku gak mau repotin kamu yang rumahnya jauh dari aku. Bukannya aku mau jadiin kamu panggilan darurat yang ke dua, tapi aku gak mau repotin kamu,” jelas Adira.

Iya, Ra. Aku tau kok. Kamu sama Javiro itu temenan deket, kalian juga tetanggaan. Tapi, apa salahnya buat hubungin aku duluan? Kalau aku gak bisa, aku bakalan nyuruh Javiro buat dateng ke kamu. Aku gak mau jadi orang bego yang gak tau apa-apa tentang kamu. Aku pacar kamu, Adira.” Jinan semakin menenggelamkan kepalanya, laki-laki itu menghela nafasnya dengan berat.

Maaf,” lirih Adira.

No, don't say sorry. Maaf ya kalau aku kesannya ngekang kamu, tapi aku cuma mau kamu call me first apapun yang terjadi sama kamu,” ucap Jinan.

Jinan melepaskan pelukannya dan menatap Adira dengan lekat. Adira sudah menangis, Jinan tersenyum dan mengusap pipi Adira.

Jangan nangis dong. Aku cuma bilang itu aja kok, aku gak ngelarang kamu buat deket-deket sama Javiro. Kamu bisa temenan sama dia, selamanya. Sama temen-temen kamu yang lain juga,” ujar Jinan.

“Ji, m-maaf.*” Adira terisak.

Jinan terkekeh, “jelek ah kalau kamu nangis. Jangan nangis dong, nanti di kiranya aku ngapa-ngapain kamu.

Adira memukul bahu Jinan, “kamu tuh yang bikin aku nangis! Ngeselin!

Jinan tertawa, “iyaaa, maaf. Kita nonton film aja deh, yuk? Masih ada satu jam sebelum aku zoom sama anak-anak futsal.

Adira mengangguk. Ia menyamankan posisinya ketika Jinan sedang mengambil laptopnya dan mencari film yang akan di tonton. Keduanya menonton film sambil berpelukan.

CW // mention of cuddle.

Rajendra mengetuk kamar Orel sebelum masuk ke dalam kamar kekasihnya itu. Orel yang sedang mengambil laptopnya pun menoleh ke arah pintu.

Masuk aja, kak!” ucapnya.

Suara pintu terbuka pun terdengar, Rajendra masuk ke dalam kamar Orel dengan kantung belanjaan yang berisi cemilan untuk Orel. Rajendra berniat untuk menutup pintunya, tetapi Orel menahannya.

Buka sedikit aja, nanti kak Manu ngomel. Anaknya kan lebay,” kata Orel. Membuat Rajendra tertawa. Lantas menuruti ucapan sang gadis, membuka sedikit pintu kamar Orel.

Orel memposisikan dirinya tengkurap di atas kasur, di depannya ada laptopnya yang menyala. Ia sedang mencari-cari film untuk di tonton. Sebenarnya tadi Orel berencana untuk menonton film sendirian, tapi karena Rajendra akan datang ke rumahnya, maka ia akan mengajak Rajendra untuk menonton film bersama.

Rajendra melepaskan jaketnya dan meletakkannya di tempat duduk meja belajar Orel. Ia mendekati Orel yang masih fokus mencari film yang akan di tonton. Laki-laki itu ikut memposisikan dirinya tengkurap dan menyenderkan kepalanya di bahu Orel.

Kamu mau nonton apa?” tanya Rajendra.

Hmm, mau nonton film kartun. Tapi gak tau mau nonton apa,” jawab Orel yang masih fokus pada laptopnya.

Nonton Luca aja.” Rajendra mengusulkan sebuah film kartun yang berjudul ‘Luca.’

Orel menoleh ke Rajendra, “kamu udah pernah nonton?

Rajendra mengangguk, “waktu itu nemenin adek sepupu di bioskop. Seru juga filmnya.

Orel tersenyum, lantas mencari film yang berjudul ‘Luca.’ Ia belum menontonnya, maka untuk kali ini ia akan menonton film tersebut bersama kekasihnya.

Nah, udah ketemu! Ayo nonton!” seru Orel antusias. “Ih, kaaakkkk. Kamu jangan nyender ke aku dong, berat tauu!!” rengek Orel.

Rajendra terkekeh lalu mengangkat kepalanya dari bahu Orel. Rajendra menumpukan kepalanya dengan tangannya dan fokus menonton laptop yang ada di depannya.

Is this a movie date?” tanya Rajendra dengan suara pelan, karena filmnya sudah di mulai.

Orel mengangguk, “yes, movie date!

With cuddles?” Rajendra menatap Orel.

Orel menoleh ke Rajendra, ia terdiam. Sementara Rajendra menunggu jawaban dari Orel. Hingga akhirnya Orel mengangguk, membuat Rajendra tersenyum senang. Malam ini mereka melakukan movie date dan cuddle. Biarkan pasangan ini menikmati malam mereka berdua. Sedangkan kita para jomblo hanya membaca ini sambil tersenyum iri, hehehe.

Ini tepat pukul 5 sore, Adira masih setia duduk di tribun paling atas. Gadis itu tidak lelah untuk berteriak, sekedar untuk menyemangati kekasihnya; Jinan. Adira tersenyum kala Jinan berhasil mencetak gol. Di bawah sana, Jinan tersenyum dan melambaikan tangannya ke Adira. Adira memberikan kedua ibu jarinya, dan berucap “keren!” Jinan terkekeh.

Setelah penutupan dari sang pelatih, semua anggota futsal membubarkan dirinya. Jinan mengambil tasnya yang berada di pinggir lapangan.

Gue balik dulu ya, bro!” ucap temannya.

Jinan hanya mengangguk. Ia menghampiri Adira yang masih menunggunya di tribun paling atas. Jinan tidak lelah hanya untuk sekedar menghampiri Adira yang berada di tribun paling atas. Padahal Adira sudah bilang pada Jinan, bahwa dirinya akan turun. Tapi, Jinan menolaknya. Jinan bilang kalau ia saja yang menghampiri Jinan.

Capek, ya?” tanya Adira sambil memberikan sebotol air putih ke Jinan.

Jinan mengangguk lalu meneguk satu botol air putih yang di berikan Adira hingga habis. Adira mengambil sebuah handuk yang selalu ia bawa, ia mengusap keringat Jinan dengan handuk yang ada di genggamannya.

Wajah keduanya kini sangat dekat, Jinan bisa merasakan deru nafas Adira di pipinya. Jantung Jinan berdetak kencang karena melihat Adira dalam jarak sedekat ini. Meski sudah biasa dalam posisi ini, tetap saja Jinan deg-degan. Dengan gerakan cepat, Jinan mengecup pipi Adira. Membuat Adira terkejut, lalu menjauhkan dirinya dari Jinan.

Jinan! Kamu ngapain, sih?!” seru Adira sambil memukul Jinan dengan handuk yang di pegangnya.

Jinan terkekeh, “cium pipi kamu. Soalnya kamu gemes banget. Pengen makan pipi kamu deh, Dir.

Gak usah ngawur!” sungut Adira. Ia melemparkan handuknya ke Jinan dan mengambil tasnya.

Hahaha, gapapa dong. Kan cuma cium pipi kamu, bukan–” Jinan melirik Adira.

Apa?!” seru Adira.

Jinan menggeleng dengan cepat, “enggak. Ayo pulang, udah mau maghrib.

Adira mengangguk. Keduanya turun dari tribun sambil bergandengan tangan. Jinan yang jahil, ia mengapit leher Adira dengan lengannya. Membuat Adira memberontak, minta di lepaskan. Tapi, Jinan malah tertawa dan tidak melepaskannya.

Jinan brengsek, lo bau anjir!” kata Adira sambil mencubit pinggang Jinan.

Aduh, aduh! Lepasin, woy! Sakit anjir.” Jinan mengaduh kesakitan, ia mengusap pinggangnya yang sehabis di cubit Adira.

Makanya gak usah jahil! Kamu bau keringet, jangan deket-deket.” Adira berjalan mendahului Jinan.

Jinan tertawa lalu menyusul Adira yang berjalan lebih cepat di depannya.


Dah, makasih udah nganterin,” kata Adira sambil tersenyum.

Sama-sama,” balas Jinan.

Eh, nak Jinan. Mau mampir dulu?

Jinan dan Adira sontak menoleh bersamaan, itu Bundanya Adira. Beliau menghampiri anak gadisnya dan kekasih dari anaknya. Adira meraih tangan Bundanya dan salim, dia gak mau jadi anak durhaka. Jinan juga melakukan hal serupa.

Halo, Bunda. Enggak dulu deh, Jinan lagi bau keringet,” ucap Jinan sambil melirik Adira.

Kamu udah lama gak mampir ke rumah, padahal Bunda pengen ngobrol lagi,” ucap Bunda Anna.

Jinan setiap hari mampir ke rumah kok, Bun. Cuma kebetulan aja Bunda gak ada di rumah. Hari ini dia gak mampir soalnya lagi bau keringet, dia habis latihan futsal,” kata Adira menjelaskan pada Bundanya.

Aku mau mampir ke rumah kok, Bun. Cuma Adira gak ngebolehin, katanya aku bau keringet. Padahal kan aku bisa numpang mandi di sini,” ucap Jinan yang membuat Adira sontak mendelik ke arahnya.

Jinan!” seru Adira.

Jinan menjulurkan lidahnya; mengejek Adira. Sedangkan Adira hanya mendengus. Bunda terkekeh melihat interaksi Adira dan Jinan.

Gapapa, Adira. Lagian kan baju Jinan ada yang di lemari kamu, ajak masuk sana. Terus nanti mandinya di kamar tamu aja gapapa. Iya kan, nak Jinan?” ucap Bunda Anna. Jinan hanya mengangguk sambil menunjukkan senyum kemenangan ke Adira.

Adira mengangguk, “ya udah, ayo masuk, Ji.

Ketiganya masuk ke dalam rumah setelah Jinan memarkirkan motornya di garasi rumah Adira. Malam ini Jinan akan malam dengan keluarga Adira, ia juga sudah menghubungi Bundanya kalau ia akan makan malam di rumah Adira.

Orel dan Rajendra sedang menikmati cake dan minuman yang mereka pesan. Sesekali keduanya berbincang, membicarakan banyak hal. Hanya seputar tentang sekolah, tugas, dan rencana untuk besok senin.

Orel merasa senang karena akhirnya ia bisa datang ke Kota Tua. Karena kedua orang tuanya yang sibuk bekerja dan Manuel yang sibuk menjadi anak kelas dua belas.

Rel, if you want to come here again, bilang ke aku aja. Nanti aku pasti bakalan nemenin kamu kok,” ucap Rajendra sambil menatap Orel yang tengah mengunyah cake nya.

Orel mengangguk, “iyaa, nanti aku bilang ke kamu. But, I already came here. Jadi, udah cukup sekali aja gapapaa,” balasnya.

Rajendra mengerutkan keningnya, “kenapa gitu? Kamu gak mau datang ke sini lagi?

Eh! Gak gituuu!” seru Orel dengan cepat.

Terus?” tanya Rajendra.

Yaa aku kan udah dateng ke sini, gak perlu dateng lagi. Wish list aku udah terpenuhi,” jelas Orel.

Iyaa, tapi kan kalau kamu mau dateng lagiii, bisa bilang akuu. Okay?” Rajendra menatap Orel, Orel hanya mengangguk sebagai balasan.

Oh iya, kak. Bentar lagi ulangan tengah semester, aku gak siap,” ucap Orel.

Belajar dong,” sahut Rajendra.

Ish, aku tuh capek belajar. Setiap hari Senin sampai Jumat aku belajar di sekolahan, tapi tetep aja tuh aku gak pinter,” cerocos Orel sambil mengerutkan bibirnya.

Itu namanya kamu harus belajar lebih giat lagi, Oreelll. Belajar di sekolah doang mah gak cukup. Di rumah juga harus pelajari ulang materinya,” ujar Rajendra.

Iya, tapi aku males,” kata Orel.

Kamu males terus, kalau gitu gak bakalan bisa pinter dong,” omel Rajendra.

Orel menyengir, “iya-iya, nanti kamu ajarin aku, yaaa. Biar aku pinter.

Rajendra melototkan matanya, “why me?!

Kan kamu pacar aku, jadinya kamu harus ngajarin aku donggg. Mau, yaaa?” Orel mengeluarkan jurus puppy eyes nya, bermaksud agar Rajendra luluh dan mau mengajarinya.

Rajendra menghela nafasnya, Orel selalu tau bagaimana cara meluluhkannya. Rajendra mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia tidak mau melihat puppy eyes nya Orel. Itu terlalu menggemaskan untuknya.

Kak! Kok malah diem aja, sih?! Please, ajarin aku. Janji deh aku bakalan rajin belajar,” bujuk Orel sambil menyatukan tangannya di depan dada.

Hadehhh, iya. Nanti aku ajarin,” ucap Rajendra.

Orel pun bersorak senang, “yeay! Thank you, kaaakkkk.

Orel, kamu tuh jangan gemes-gemes. Nanti aku culik,” kata Rajendra.

Orel yang sedang minum pun tersedak, ia terkejut mendengar Rajendra berkata seperti itu. Rajendra yang melihat Orel tersedak pun hanya tertawa.

Play the song ‘Can't take my eyes.’

Adira mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan, kakinya bergerak-gerak dengan gelisah. Ia takut di tinggal sendirian. Jinan pergi entah kemana. Dia juga tidak menyadarinya saat Jinan pergi.

Di dalam caffe ini, sudah di hias sebagus mungkin. Dengan bunga-bunga yang ikut menghiasi sisi caffe dan lampu-lampu yang ikut menjadi penghias. Cukup membuat Adira tersentuh karena Jinan juga menghias caffe nya.

Hingga tiba-tiba semua lampu mati, membuat Adira terlonjak kaget. Ia bingung kenapa lampu tiba-tiba mati. Jinan tidak sedang menjahilinya, kan?

Adira buru-buru mencari ponselnya untuk menyalakan senter. Tapi sebelum Adira menemukan ponselnya, lampu menyala menyoroti seseorang yang berdiri di atas panggung kecil. Duduk di atas kursi sambil memangku sebuah gitar, dengan mic yang ada di depannya.

Itu Jinan. Laki-laki itu tersenyum manis ke arah Adira, dan bersiap untuk menyanyikan sebuah lagu. Tangannya sudah siap untuk memetik sinar gitar dan membuat irama.

Hai, Adira. Pasti lo kaget karena gue tiba-tiba muncul di sini, haha. Lo gak usah takut lagi, gue udah ada di sini.

Adira hanya diam memperhatikan apa yang akan di lakukan oleh Jinan.

Adira, gue bakalan nyanyiin sebuah lagu buat lo. Meski suara gue gak bagus-bagus amat, tapi gue harap lo suka.

Jinan mulai memetik sinar gitarnya, ia bersiap untuk menyanyikan sebuah lagu yang sudah ia siapkan sejak beberapa hari yang lalu.

Malam ini, tepat pada saat malam minggu. Jinan menyanyikan sebuah lagu yang berjudul ‘*Can't take my eyes.’

You're just too good to be true Can't take my eyes off of you You'd be like Heaven to touch I wanna hold you so much At long last, love has arrived And I thank God I'm alive You're just too good to be true Can't take my eyes off of you

Adira mendengarkan dengan seksama lagu yang di nyanyikan oleh Jinan. Ia tidak pernah menyangka kalau suara Jinan sebagus ini saat bernyanyi. Karena selama ini, laki-laki itu tidak pernah bernyanyi untuknya. Dan ini pertama kalinya.

Pardon the way that I stare There's nothin' else to compare The sight of you leaves me weak There are no words left to speak But if you feel like I feel Please let me know that it's real You're just too good to be true Can't take my eyes off of you

Hingga pada saat lirik ini, Jinan menatap dalam mata Adira. Mata cantik itu selalu membuat dirinya nyaman, karena Adira selalu bisa membuatnya luluh hanya dengan tatapan matanya. Jinan tersenyum sekilas sebelum melanjutkan nyanyinya.

I love you, baby And if it's quite alright I need you, baby To warm the lonely night I love you, baby Trust in me when I say Oh, pretty baby Don't bring me down, I pray Oh, pretty baby Now that I've found you, stay And let me love you, baby Let me love you

Keduanya hanyut dalam sebuah lagu yang sedang di nyanyikan, sesekali Adira juga ikut bernyanyi. Alunan gitar yang di mainkan oleh Jinan sangat mendukung suasana sekarang.

Hingga sampai pada akhir lagu, Jinan tidak berhenti menatap Adira. Dari awal ia bernyanyi bahkan sampai akhir, Jinan tetap menatap Adira. Begitupun dengan Adira.

Adira bertepuk tangan dan tersenyum, ia memberikan kedua jempolnya pada Jinan. Jinan hanya terkekeh dan meletakkan gitarnya, lalu berjalan mendekati Adira.

Adira berdiri dari duduknya. Kini keduanya berdiri berhadap-hadapan.

Lo keren, Ji. Gue gak nyangka suara lo sebagus itu pas nyanyi,” ucap Adira.

Gue pikir lo gak bakalan suka sama suara gue,” kata Jinan.

Suka kok!” seru Adira dengan cepat.

Jinan terkekeh, “kalau sama gue gimana, Dir? Sukanya bertambah atau malah berkurang?

Adira terdiam. Ia bingung menjawab perkataan Jinan. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, sedangkan Jinan hanya tertawa kecil melihat Adira.

Adira terkejut saat kedua tangannya di genggam oleh Jinan, laki-laki itu tersenyum ke arahnya dan mengusap tangannya yang di genggamnya.

Adira, ini udah satu bulan sejak kita pdkt kemarin. Gue rasa ini udah waktunya. Selama ini gue udah berusaha bikin lo mau nerima gue, gue udah berusaha semampu gue, Dir. Gue gak mau nunggu lama lagi, gue udah gak sanggup, haha.

Adira Carola, setelah sekian lama, apa lo udah mau menerima gue? Apa lo udah mau gue jadiin milik gue seutuhnya? Jadi milik gue dengan status ‘pacar Jinan’?

Adira, gue emang gak seromantis cowok lain. Gue cuma bisa ngelakuin ini semua, ini juga di bantu sama temen-temen gue.

And now I'm waiting for an answer from you. Will you be my lover? Please answer me.

Jinan menatap lekat mata Adira. Ia jelas gugup, ia sangat gugup. Ia juga tidak sabar menunggu jawaban dari Adira. Ia tidak mau semua usahanya sia-sia.

Adira tersenyum, ia menatap Jinan dengan lekat. Gadis itu mengusap pipi Jinan dengan lembut, setelah itu ia menggenggam tangan Jinan dengan erat.

Gue salut sama lo yang masih mau nunggu jawaban gue dan udah berusaha sampai detik ini.

Ji, lo keren banget, sumpah! Serius, gue aja sampai terkagum-kagum sama lo. Makasih, ya? Makasih udah mau nunggu, makasih udah mau berusaha sampai detik ini. Makasih, Ji.

And my answer is yes I will. I will be your girlfriend and I am yours.

Hah?! Sumpah?! Beneran?!” Jinan bertanya tidak menyangka.

Adira hanya mengangguk sambil tersenyum lebar. Jinan langsung berteriak kesenangan dan memeluk Adira dengan erat. Ia kepalang bahagia, ia sangat senang. Usaha laki-laki itu membuahkan hasil. Semuanya tidak berakhir sia-sia.

Adira sayang, gue sayang banget sama lo! Makasih udah mau nerima gue,” ucap Jinan sambil mengusap kedua pipi Adira. Matanya berkaca-kaca.

Adira terkekeh, “makasih juga, Jinan. Buat kejutan yang gak gue sangka ini. Jangan nangis dong!

Adira mengusap pipi Jinan yang basah oleh air mata. Jinan menangis karena ia terharu, memang lebay anaknya. Tapi, tidak bisa di pungkiri kalau sekarang keduanya sama-sama sedang bahagia.

Orel yang sedang mengemasi barang-barangnya pun terkejut dengan ketukan pintu dan pintu yang mulai terbuka. Ia tidak berani menatap Rajendra yang kini sedang memperhatikan gerak-gerik Orel.

Jantung Orel berdetak lebih cepat dari biasanya, ia gugup sekali. Ia bahkan tidak sanggup berbicara sepatah katapun. Ia bingung. Orel menghela nafasnya dan berusaha terlihat biasa saja.

Ia memberanikan diri untuk menatap Rajendra. Laki-laki itu juga menatapnya. Menatapnya dengan tatapan lembut dan bibirnya yang tersenyum.

Gak usah gugup gitu, santai aja,” kata Rajendra yang menyadari kalau Orel sedang gugup.

E-eh, iya,” jawab Orel dengan gugup.

Orel, gue gak nyuruh lo buat jawab sekarang. Lo bisa jawab nanti kalau lo udah siap,” ucap Rajendra sambil tersenyum.

Orel merasa tidak enak kalau Rajendra harus menunggu jawaban darinya. Tetapi ia juga malu untuk memberikan jawabannya pada Rajendra. Orel jadi bimbang. Ia pun menimbang-nimbang, apakah ia harus mengatakannya sekarang atau nanti.

Keduanya berjalan ke pos satpam, tempat dimana motor Rajendra di parkirkan. Rajendra mengantar Orel pulang. Selama di perjalanan, keduanya hanya diam. Mungkin mereka merasa canggung untuk memulai sebuah obrolan.


Makasih ya, kak, udah nganterin gue pulang,” kata Orel tanpa menatap Rajendra.

Santai aja, biasanya juga gue anterin balik,” ujar Rajendra.

Eh, iya ya.” Orel sedikit terkekeh.

Rajendra belum pergi, ia masih menunggu gadis itu untuk masuk ke dalam rumahnya. Tapi, Orel malah berdiri sambil diam menatapnya. Rajendra pun bingung.

Kenapa, Orel? Lo kenapa gak masuk ke rumah?” tanya Rajendra.

Kak, lo hati-hati ya pulangnya. Jangan ngebut,” kata Orel. Rajendra hanya mengangguk.

Dan, from now on I'm officially yours.

Setelah mengatakan itu, Orel langsung masuk ke dalam rumahnya dengan cepat. Ia tidak mau menunggu balasan dari Rajendra. Ia malu, ia salah tingkah. Orel mengatakan itu dengan keberaniannya yang tersisa.

Sedangkan Rajendra, laki-laki itu tersenyum lebar saat mendengar perkataan Orel tadi. Ia bahagia, dia berhasil membuat gadis itu menjadi miliknya. Mulai sekarang, Rajendra akan selalu menjaga Orel. Karena sekarang, mereka resmi berpacaran.

Listen to the song ‘I Like Me Better – Lauv’ to get the atmosphere.

Kini di ruangan siaran podcast, Rajendra sedang memutar sebuah lagu yang berjudul I Like Me Better milik Lauv. Lagu ini juga merupakan bagian dari rencananya.

Satu lagu yang menggambarkan perasaannya ketika bersama orang itu. Lagu ini cukup mendefinisikan perasaannya. Rajendra berharap kalau orang itu akan paham dengan maksud lagunya.

Lagu ini di pilihnya ketika ia sedang memutar random sebuah lagu di kamarnya, lalu lagu ini terputar. Membuat ia ingat pada sang gadis, yang selama ini membuatnya nyaman saat berada di dekatnya.

I like me better when i'm with you.

Rajendra ikut bersenandung kecil sambil menggerakkan kakinya mengikuti irama musik. Di sampingnya ada kak Aikal yang diam-diam tersenyum karena sebentar lagi akan ada sebuah cerita yang akan di dengar oleh semua pendengar Podcast Neo. Apalagi ini cerita dari sang DJ.

Lagu sudah selesai di putar, kini Rajendra menyalakan kembali mic yang sudah ia matikan tadi. Ia kembali menyapa para sobat Neo, tentunya membuat mereka terkejut karena siaran kali ini lebih lama.

Halo halo! Haha, maaf ya buat kalian kaget. Karena siaran ini belum selesai,” ucap Rajendra sambil terkekeh.

Pasti kalian ngira kalau setelah lagu itu selesai, siaran bakalan ikut selesai. Tapi, untuk malam ini enggak. Soalnya ada sesuatu spesial, buat seseorang yang lagi dengerin podcast ini.

Kalau tadi gue bacain cerita-cerita kalian yang lagi jatuh cinta, sekarang giliran gue yang cerita. Iya, cerita gue sendiri. Bukan orang lain. Lebih tepatnya, cerita gue sama dia.

Awal mula gue ketemu dia itu, waktu dia gak sengaja nabrak bahu gue. Saat itu gue mau pergi ke ruang OSIS, terus dia lagi asik liatin ke lapangan basket. Eh, dia gak sengaja nabrak bahu gue. Dia bukannya minta maaf malah langsung lari. Dan ternyata, gantungan kuncinya jatuh. Jadi, gue ambil deh. Dari situ lah kisah gue sama dia di mulai.

Gue gak bakal ceritain secara detail, kasian anaknya kelamaan nungguin gue, haha. Kalau lo dengerin podcast ini, pasti lo sadar, kan? Gue cuma mau bilang aja, kalau lo itu gemesin, lucu banget. Ah, gak kuat gue. Haha, maaf guys, gue emang lebay. Orellana Aeera, when I'm with you, I feel something I've never felt before. It's like there are butterflies in my stomach when I'm with you. Am I in love with you? Yes, right. I fell in love with you, from then until now.

This is a confession from me, and a wish to make you mine.

Hahaha, udah segitu aja cerita dari gue. Dan ya, gue sedang confess ke Orellana Aeera. Adik dari bang Manu. Buat Orel, gue tunggu ya jawaban dari lo.

Oh my god! Gue dengernya aja baper sendiri, guys! Gimana sama kalian? Apa kalian juga merasa baper? Atau malah patah hati karena Rajendra sebentar lagi bakalan punya pacar? Haha, apapun keputusan Rajendra, tetep dukung dia dan Orel, okay? Yuk, kita kawal Rajendra-Orel buat jadian,” sahut kak Aikal lalu tertawa. Di susul Rajendra yang ikut tertawa.

Rajendra sudah menyelesaikan rencananya dengan baik. Dan dia berhasil menjalankan rencananya. Sekarang tinggal menunggu jawaban dari sang pujaan hati, Rajendra jelas gugup dan khawatir akan jawaban yang di berikan oleh Orellana.

Nah, karena kejutan yang gue bilang tadi udah selesai. Sekarang, kita penutupan. Beneran penutupan, ya! Haha. Terimakasih sudah mendengarkan Podcast Neo minggu ini. Sampai jumpa minggu depan! See you!” ucap kak Aikal selaku penutupan siaran podcast malam ini.