aireanora

Kini keduanya sedang mengantri membeli es krim untuk Adira. Gadis itu terlihat sangat senang karena di belikan es krim oleh Jinan. Bagaimana tidak senang? Es krim itu salah satu kesukaannya.

Mbak, es krim rasa vanilla satu, ya,” ucap Jinan.

Setelah mendapatkan es krimnya, keduanya pergi ke eskalator untuk turun ke lantai dasar. Karena keduanya berada di mall.

Adira memakan es krimnya dengan perasaan yang senang, sampai tidak sadar kalau ia makan dengan belepotan. Jinan yang melihatnya terkekeh, lalu mengambil tisu yang ada di tasnya dan mengelap bibir Adira menggunakan tisu.

Adira terdiam karena ia terkejut dengan perilaku Jinan, ia mendadak salah tingkah. Sebab wajah keduanya sangat dekat.

Jinan selesai membersihkan noda es krim yang ada di bibir Adira, ia menjauhkan dirinya lalu mengacak rambut Adira dengan gemas.

Makannya pelan-pelan aja, gak bakal gue minta kok,” ucap Jinan.

Hehe, makasih.” Adira tersenyum.

Lo lucu banget deh, kayak anak kecil. Gemes,” kata Jinan.

Idih, gue udah SMA! Bukan anak kecil lagi,” kata Adira dengan ekspresi wajah tidak terima.

Anak SMA apanya? Masih kecil gini kok,” ejek Jinan.

Ih, Jinaaann!” rengek Adira.

Jinan mati-matian menahan senyumnya saat Adira merengek padanya. Ah, itu sangat menggemaskan di matanya. Jinan tidak sanggup melihat kegemasan Adira.

Lo jangan gemes-gemes dong.” Jinan mengalihkan pandangannya, menatap ke arah lain. Asal tidak menatap Adira.

Adira menatap Jinan dengan tatapan bingung, “gue diem aja deh? Gak jelas deh lo.

Ish, lo tuh kalau diem aja juga gemesin! Kenapa sih lo bisa gemes banget? Pengen gue karungin.

Adira yang mendengarnya tersenyum malu-malu, pipinya memanas. Jinan itu selalu saja bisa membuat Adira salah tingkah dengan wajah yang memerah. Adira langsung buang muka dan lanjut memakan es krimnya.

Kini Adira dan Jinan sudah berada di lantai dasar, keduanya keluar dari mall dan pergi ke parkiran.


Adira turun dari motor Jinan dan memberikan helm yang ia pakai kepada Jinan. Gadis itu mengambil semua belanjaannya.

Makasih ya udah nemenin gue, makasih juga udah traktir gue,” ucap Adira sambil tersenyum.

Jinan mengangguk, “sama-sama. Lain kali kalau mau pergi lagi tapi gak ada yang nganter, bilang ke gue aja.

Tapi nanti ngerepotin lo.

Gak kok, Jinan selalu siap 24 jam buat Adira.

Adira tertawa, “ada-ada aja. Ya udah, gue masuk dulu, ya. Lo hati-hati di jalan.

Jinan mengangguk. Adira berbalik dan membuka gerbang rumahnya. Jinan sepertinya melupakan sesuatu, sehingga ia memanggil Adira.

Adira!

Adira sontak berbalik dan menatap Jinan dengan tatapan bertanya.

I love you! Wait for me.

Demi semesta dan seisinya, Adira benar-benar di buat lemah oleh laki-laki bernama Jinan Rasendriya. Laki-laki itu selalu bisa membuat hatinya luluh dan membuat dirinya tidak berdaya hanya dengan kata-kata manis yang keluar dari mulutnya.

Katakan Adira lemah, tapi itu kenyatannya. Padahal Jinan hanya berkata demikian, dirinya sudah kepalang senang. Senangnya itu berkali-kali lipat.

Adira tidak membalas ucapan Jinan, ia langsung masuk ke rumahnya dengan jantung yang berdetak kencang. Sedangkan Jinan, ia tau kalau Adira sedang salah tingkah. Maka dari itu, ia memakluminya kalau Adira tidak membalas perkataannya.

Jinan bergegas meninggalkan area rumah Adira, dengan perasaan bahagia yang benar-benar membuncah. Sama dengan halnya Adira yang merasakan hal yang sama.

Adira menatap sinis Jinan yang sedang tertawa meledek ke arahnya. Adira mendengus kesal, Jinan sangat menyebalkan.

Gak usah ketawa! Gue siram, ya!” seru Adira kesal.

Jinan terkekeh, “lucu banget deh mukanya. Gemes.” Laki-laki itu mencubit pipi Adira dengan gemas.

Jinaaannn.

Apaaa?

Sakit! Jangan di cubitin dong pipi gue.

Lo gemes banget, pengen gue gigit pipinya.

Berisik! Minggir deh lo, jangan deket-deket.

Ya elah, emang kenapa, sih? Deketan sama calon pacar sendiri masa gak boleh?

Lo ngomong sekali lagi, gue siram?” Adira berancang-ancang untuk menyiram Jinan dengan es lemon tea miliknya.

Jinan tertawa, “bercandaaa, Adira. Jangan di siram dong.

Makanya diem!” seru Adira.

Iyaaa.” Jinan diam, sedangkan Adira fokus memakan sosis bakarnya.

Tadinya, mereka berdua ada di alun-alun. Tapi, karena Jinan kelaparan, ia mengajak Adira pergi ke restoran. Hanya restoran biasa yang menyediakan beberapa cemilan, seperti roti bakar, dan lainnya.

Jinan memperhatikan Adira yang sedang fokus memakan sosis bakarnya. Sesekali terkekeh saat melihat pipi Adira yang menggembung.

Makannya yang bener dong, cantik.” Jinan mengusap ujung bibir Adira yang terkena saus.

Adira terdiam, badannya mendadak kaku karena sikap Jinan barusan. Ia menjadi salah tingkah.

Kenapa diem? Lanjut makan aja,” ucap Jinan.

Adira berdehem, lalu lanjut makan sosis bakarnya.

Ji, lo kalau pengen, makan aja. Jangan liatin gue,” kata Adira. Ia sudah sangat salah tingkah karena terus-terusan di tatap oleh Jinan.

Gue gak mau.

Terus mau lo apa? Jangan liatin gue dong.

Gue mau lo.

Apa sih gak jelas.

Abisin sana, habis ini pulang deh. Udah malam jugaan.

Bantuin dong, Ji! Masa gue sendirian yang makan.

Iyaa, bawel.

Keduanya menghabiskan beberapa cemilan yang di pesan dengan khidmat. Hanya ada suara orang-orang yang sedang mengobrol, mereka berdua hanya diam, fokus menghabiskan makanannya.

Adira,” panggil Jinan.

Hm?

Gue sayang banget sama lo. Semenjak kita pdkt gini, gue jadi tambah makin sayang sama lo. Eh, kayaknya bukan sayang lagi deh. Tapi cinta.

Jinan? Lo kenapa deh? Gak lagi ngelantur, kan? Jangan bikin gue salting dong.

Haha, lo gemes banget kalau lagi salting. Tapi, gue serius, Adiraaa. Gue gak lagi ngelantur.

Ji, gue juga tambah sayang sama lo. Kayak lo, gue malah jadi cinta. Haha.

Anjir, lo diem aja deh, Dir. Hati gue gak siap kalau lo kayak gitu.

Haha, kenapa deh??

Adira.

Apa, Jinan?

I love you sincerely as my heart.

Seperti yang di katakan Rajendra tadi, laki-laki itu benar-benar mengantar Orel ke kelasnya. Padahal Orel sudah menolaknya dan menyuruh Rajendra untuk pergi ke kelasnya sendiri.

Tapi, Rajendra tetap bersikeras untuk mengantar Orel ke kelasnya. Orel hanya bisa pasrah.

Gue masih gak paham deh. Bantuin apaan, sih?” tanya Orel.

Ya bantuin gue mastiin sesuatu,” jawab Rajendra dengan tenang.

Sesuatu apa?!” tanya Orel dengan sedikit menyentak.

Nanti lo bakalan tau sendiri, lo bantuin aja deh. Gak macem-macem kok,” ujar Rajendra.

Orel berdecak karena jawaban Rajendra kurang memuaskan untuknya. Ia masih penasaran dengan sesuatu yang di maksud oleh Rajendra.

Meski Rajendra sudah bilang, kalau sesuatu itu bukan macam-macam, tapi Orel masih penasaran.

Rajendra melirik Orel yang wajahnya cemberut, laki-laki itu diam-diam tertawa. Karena menurutnya, wajah Orel sangat lucu.

Kini keduanya sudah sampai di depan kelas Orel, untungnya guru belum ada di kelasnya. Orel berdiri di depan Rajendra, sedikit mendongak karena laki-laki itu lebih tinggi darinya.

Udah kan nganterin gue ke kelasnya? Sana pergi,” usir Orel.

Rajendra tersenyum, “belajar yang rajin.” lalu ia mengacak-acak rambut Orel.

Setelah itu Rajendra pergi begitu saja setelah mengacak rambut Orel. Orel masih terdiam di depan kelasnya, ia sangat terkejut dengan perlakuan Rajendra baru saja.

Orel tersenyum dengan pipi yang memerah, ia salah tingkah. Orel langsung masuk ke dalam kelasnya sambil berteriak memanggil Caca.

Rajendra yang belum benar-benar pergi dari area kelasnya Orel, ia tertawa melihat tingkah Orel yang salah tingkah.

Rajendra, lo apain anak orang sampe dia salting gitu. Hadeh, jantung gue gak waras.

Kini keduanya sudah sampai di parkiran. Di sepanjang menuju ke parkiran, Jinan terus menggandeng tangan Adira. Katanya agar tidak jatuh. Padahal Adira masih bisa berjalan tegap dengan benar. Perutnya yang sakit, bukan kakinya.

Tapi, Adira senang. Jantungnya rasanya ingin meledak karena tangan Jinan yang menggenggam tangannya.

Lepas dulu gandengannya, gimana gue mau pakai helmnya kalau kayak gini?” ucap Adira.

Jinan terkekeh, ia melepaskan gandengannya. Lalu membantu Adira memakaikan helmnya.

Jinan mengantar Adira pulang. Ini sudah ke enam kalinya Jinan mengantar Adira pulang semenjak hari itu. Adira juga mulai terbiasa dengan segala sikap Jinan.

Sekarang, mereka berada di depan rumah Adira. Adira turun dari motor Jinan, laki-laki itu tersenyum melihat Adira yang sedang membenarkan rambutnya yang berantakan.

Jangan di liatin, malu!” seru Adira sambil menutup wajahnya dengan sebelah tangannya.

Jinan terkekeh lalu menarik tangan Adira yang menutupi wajahnya, “jangan malu.

Lo suka banget sih liatin muka gue?” tanya Adira.

Soalnya lo cantik, Adiraaa.” Jinan berucap demikian.

Adira tersenyum, “bisa aja lo gombalin cewek.

Gue gak gombal, tau! Gue serius,” kata Jinan.

Iya deh iya, sana pulang,” ucap Adira.

Ini juga mau pulang.” Jinan bersiap untuk menyalakan kembali mesin motornya.

Sebelum itu, laki-laki itu memberikan senyum manisnya pada Adira. Adira hanya membalasnya dengan senyuman yang tak kalah manis.

Gue pulang duluan, ya. Nanti kalau perutnya sakit, chat gue aja. Biar gue dateng ke rumah lo,” ujar Jinan.

Oh iya, satu lagi

Adira menunggu Jinan berkata lagi, gadis itu mengangkat sebelah alisnya karena Jinan tak kunjung membuka suara lagi.

Lo gemes.

Setelah berucap demikian, laki-laki itu langsung menjalankan motornya. Meninggalkan Adira yang sedang salah tingkah, wajahnya memerah.

Adira langsung cepat-cepat masuk ke dalam rumahnya, ia menahan diri untuk tidak berteriak.

JINAN SIALAN, BISA AJA LO BIKIN GUE SALTING.

ADIRA, BOCAH SINTING. SUARA LO KEDENGERAN SAMPAI RUMAH GUE.” itu suara Javiro.

Kini keduanya masih berada di alun-alun, duduk di atas rerumputan sambil menikmati beberapa jajanan yang Orel beli.

Keduanya hanya terdiam, bingung untuk memulai obrolan. Orel hanya diam sambil melihat anak kecil yang sedang bermain tiup gelembung. Sedangkan Rajendra asik memandangi langit.

Kak, lo gak bosen apa diem mulu?” tanya Orel.

Rajendra menggeleng, “enggak. Gue bingung mau ngobrolin apa.

Apa aja, jangan diem dong. Gue bosen,” keluh Orel.

Bintang itu cantik,” ucap Rajendra.

Hah?” Orel menatap Rajendra dengan bingung.

Rajendra mengalihkan pandangannya ke Orel, ia tersenyum. Lalu kembali melihat ke arah langit. Tangannya terulur, menunjuk bintang-bintang yang bertebaran.

Tuh, liat deh. Bintang itu cantik,” kata Rajendra.

Orel mendongakkan kepalanya, ikut melihat bintang-bintang yang di maksud oleh Rajendra.

Bener, kak. Bintangnya cantik,” kata Orel.

Yang ngomong aja cantik,” gumam Rajendra dengan pelan.

Hah? Lo ngomong apaan?” tanya Orel.

Rajendra menggeleng, “bukan apa-apa. Mau pulang sekarang?

Orel mengangguk, “ayo deh, udah jam segini juga.

Nanti pulangnya beli martabak dulu,” ujar Rajendra.

Ia berdiri lalu menepuk belakang celananya karena sehabis duduk di rerumputan, begitupun dengan Orel.

Martabak buat siapa?” tanya Orel.

Buat bang Manu,” jawab Rajendra.

Ih, dia nitip ke lo? Atau maksa buat beliin?” tanya Orel.

Nitip doang, gapapa kok. Gue beliin ntar,” kata Rajendra.

Ih, gak usaahhh. Kak Manu tuh gak usah di ladenin kalau dia nitip,” ucap Orel dengan gerutuan.

Rajendra menatap wajah Orel yang sedang mengomel, laki-laki itu terkekeh.

Gapapa kali, itung-itung buat ucapan makasih karena udah izinin gue ngajak lo ke alun-alun,” ucap Rajendra.

Orel hanya diam mendengar ucapan Rajendra.

Minta izin ngajak gue ke alun-alun doang, kak. Bukan minta izin pacarin gue,” ucap Orel dalam hati.

Adira berjalan menuju taman sekolah, yang letaknya tidak jauh dari lapangan. Ia sangat gugup, jantungnya berdetak dengan kencang. Adira menggigit bibir bawahnya, ia sangat gugup.

Di taman, sangat sepi. Hanya ada beberapa orang saja yang ada di sana. Adira melihat ke sekitar, mencari-cari seseorang yang menyuruhnya datang kemari.

Matanya berhenti pada punggung sosok jangkung yang berdiri membelakanginya. Dengan ragu-ragu, Adira berjalan menghampirinya.

Jinan?” ucap Adira pelan.

Sosok itu membalikkan tubuhnya, tersenyum ke arah Adira. Senyum yang selalu Adira dambakan, kini Adira bisa melihatnya dalam jarak dekat.

Adira Carola?” tanya Jinan.

Adira hanya mengangguk.

Sorry, tadi udah bikin lo tremor gitu. Gue gak bermaksud,” ucap Jinan. “Tapi, tentang omongan tadi gue serius.

Bentar deh, gue gak paham. Kenapa lo tiba-tiba bilang gitu?” tanya Adira.

Jinan terkekeh, “gue sekalian mau ngaku deh. Pertama kali gue liat lo itu pas gue lewat kelas lo, gue gak sengaja liat lo yang lagi liatin gue. Terus pas lo lewatin kelas gue sambil curi-curi pandang, gue tau itu. Terus dari sana, gue mulai penasaran sama lo. Gue tanyain semua tentang lo sama Mahes. Apa yang lo suka dan apa yang nggak lo suka. Meski Mahes gak tau semua tentang lo, tapi gue jadi tau tentang lo.

Adira hanya terdiam mendengar penuturan Jinan. Ia sangat terkejut, kakinya melemas. Adira merasa kalau dirinya tidak sanggup berdiri, ia berubah menjadi jelly.

Adira, gue si anon. Gue yang selalu nitipin makanan atau minuman ke Mahes. Gue gak berani ngasih secara langsung ke lo, gue emang pengecut,” ucap Jinan.

Kenapa lo lakuin itu ...?” tanya Adira.

Karena gue mau berusaha, meski usaha gue cuma kayak gini. Soalnya gue gak berani deketin lo langsung,” balas Jinan.

Ah, oke-oke. Makasih penjelasannya, makasih juga buat semua makanan dan minuman yang lo kasih ke gue. Gue gak kepikiran kalau itu dari lo, soalnya ya ... Gak mungkin kalau itu dari lo,” ujar Adira.

Jinan tersenyum, “dan soal yang di lapangan tadi, gimana?

Adira mengernyit bingung, “gimana apanya?

Lo mau jadi pacar gue?” tanya Jinan.

Sebenarnya Jinan juga merasa gugup. Ia takut kalau Adira akan menolaknya. Tapi, Jinan akan menerima apapun jawaban Adira dengan lapang dada.

Gue masih kaget sama pengakuan lo. Dan kayaknya buat jadi pacar lo, itu terlalu kecepetan,” kata Adira.

Adira yang melihat raut wajah Jinan berubah menjadi sedih, langsung melanjutkan kalimatnya.

Maksud gue, kita deketan aja dulu. Saling kenal satu sama lain, biar pas pacaran gak bingung gitu ...” Adira berkata demikian.

YES! Gapapa kok, gapapa. Jadi ... Kita pdkt dulu?” Jinan menatap Adira dengan sumringah.

Adira mengangguk, ia ikut tersenyum melihat Jinan yang sangat kesenangan.

Oke, pdkt nya kita mulai hari ini. Gue bakalan nungguin sampe lo siap jadi pacar gue,” kata Jinan. “Nanti pulangnya sama gue. Ayo, gue anter ke kelas.

Jinan mengantar Adira ke kelasnya. Keduanya sedang dalam suasana hati yang senang. Jinan dan Adira tidak berhenti tersenyum, apalagi daritadi Jinan menahan diri untuk tidak berteriak di koridor. Sedangkan Adira, mati-matian gadis itu menahan itu tidak tersenyum terlalu lebar.

–10.00 pm.

Orel yang sedang menonton film di laptopnya, dia mulai merasa mengantuk. Kepalanya terkantuk-kantuk, matanya memejam. Ia sudah bisa menahan rasa kantuknya.

Orel menguap dan melihat jam di hpnya. Masih pukul setengah sembilan malam. Gadis itu menghela nafasnya, ia bosan. Sangat bosan.

Tapi, dia harus menerima nasibnya. Gara-gara kecerobohannya yang salah akun, sekarang ia harus menemani laki-laki itu setiap Jumat.

Lama banget, buset. Jamnya kayak gak berjalan,” kata Orel.

Gadis itu menidurkan kepalanya di meja dan mulai memejamkan matanya. Rasa kantuknya sudah tidak bisa ia tahan lagi. Orel pun terlelap.


Rajendra baru saja selesai siaran podcast. Sekarang sudah pukul sepuluh malam. Artinya siaran sudah selesai, Rajendra bisa pulang sekarang.

Makasih buat hari ini, semangat terus buat minggu depan!

Terimakasih, kak. Gue izin pulang, ya. Ada temen yang nunggu di ruang OSIS,” ucap Rajendra.

Eh, ada temen lu di sini? Ngapain?

Nemenin gue siaran.” Rajendra terkekeh.

Waduh, pasti cewek. Ya udah, sana susulin. Kasian dia sendirian.

Iya, kak. Duluan, yo!” Rajendra mengambil tasnya lalu keluar dari ruangan siaran podcast.

Kakinya melangkah menuju ruang OSIS. Pintu ruangan itu di tutup, Rajendra membukanya perlahan. Sedikit mengintip ke dalam, mendapati Orel yang sedang tertidur.

Rajendra masuk ke dalam dengan perlahan, takut membangunkan Orel yang sedang tertidur.

Rajendra tersenyum, “pasti gara-gara kelamaan nungguin gue.

Lalu Rajendra membangunkan Orel, menepuk pipi gadis itu berulang kali. Sampai Orel terbangun dari tidurnya.

Eh, lo udah selesai, kak?” tanya Orel.

Hm, ayo pulang.” Rajendra membantu Orel merapihkan barangnya.

Keduanya berjalan menuju parkiran, karena motor Rajendra ada di sana. Orel menunggu Rajendra yang sedang memundurkan motornya.

Nih, pakai jaketnya.” Rajendra memberikan jaketnya pada Orel.

Hah? Gak usah, kak. Gue gapapa kok kayak gini,” tolak Orel.

Ck, baju lo itu lengan pendek. Pakai jaketnya. Nanti lu masuk angin, gue yang di marahin bang Manu,” ujar Rajendra.

Orel menerima jaket Rajendra dengan ragu-ragu, lalu memakainya. Aroma khas Rajendra langsung menusuk indera penciuman Orel saat ia memakai jaket laki-laki itu.

Keduanya pun meninggalkan sekolahan, Rajendra mengantar Orel ke rumahnya. Orel sangat senang sekaligus deg-degan, karena ini pertama kalinya ia di antar pulang oleh Rajendra.

Apalagi Rajendra itu crushnya. Rasa senangnya berkali-kali lipat. Diam-diam Orel tersenyum melihat wajah Rajendra dari spion motor.

Makasih udah nganterin gue, kak,” kata Orel sambil tersenyum.

Rajendra mengangguk, “masuk sana. Gue pulang duluan.

Orel mengangguk lalu bergegas masuk ke rumahnya, tapi Rajendra kembali memanggilnya.

Balikin jaket gue,” ucap Rajendra.

Eh?” Orel langsung melepaskan jaketnya dan memberikannya ke Rajendra, “hehe, makasih juga buat jaketnya. Kak Rajendra hati-hati di jalan, ya. Daaahhh!

Orel masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Rajendra yang masih terdiam di atas motornya. Rajendra memakai jaketnya lalu bergegas pergi dari rumah Orel.

Adira keluar dari rumahnya setelah ia mengunci pintu rumahnya. Ia memakai celana panjang, kaos, dan juga jaket. Karena Javiro selalu membawa motor saat mereka night drive.

Adira menghampiri Javiro yang duduk di atas motornya. Ah, ngomong-ngomong mereka adalah tetangga. Rumah mereka bersebelahan. Makanya Adira selalu mengandalkan Javiro yang merupakan tetangganya sekaligus sahabatnya.

Mengandalkan dalam artian minta antar-jemput, ya. Bukan yang lainnya.

Buruan naik, nanti kemaleman,” ucap Javiro.

Adira naik ke atas motor Javiro, duduk di bagian jok belakang.

Udah, cepetan jalan,” kata Adira.

Javiro menjalankan motornya dan membawa keduanya pergi mengelilingi kota Jakarta. Malam ini cukup dingin, untungnya tadi Javiro mengingatkan Adira untuk memakai jaket.

Adira menikmati angin yang menerpa wajahnya. Rambutnya berterbangan karena dirinya tidak memakai helm.

Lu mau mampir ke angkringan, gak?” teriak Javiro.

HAH, APAAN? GAK DENGER,” balas Adira.

Javiro berdecak, “LO MAU MAMPIR KE ANGKRINGAN?

Oh, boleh deh. Gue laper,” balas Adira.

Javiro mengangguk lalu menyetir motornya menuju angkringan yang biasa mereka kunjungi.

Sampai di angkringan, keduanya turun dari motor dan memesan beberapa tusuk sosis dan lainnya. Keduanya duduk di pojok karena suasana di sana sedang ramai.

Eh, lu kalo latihan futsal pasti ketemu Jinan, kan?” tanya Adira. Javiro hanya mengangguk.

Dia orangnya gimana?! Galak? Atau malah biasa aja?” tanya Adira dengan antusias.

Ya menurut lu aja gimana,” sahut Javiro.

Ih, gue kan nanya lo.” Adira cemberut.

Dia baik kok, gak serem. Asik juga anaknya, enak di ajak ngobrol,” ucap Javiro.

Adira mengangguk, “ah, kapan ya gue bisa deket sama Jinan. Biar bisa ngobrol sama dia.

Ngimpi aja, gak usah ngarep,” kata Javiro.

Adira berdecak, ia lanjut bercerita tentang Jinan pada Javiro. Sedangkan Javiro hanya diam mendengarkan cerita Adira.

Javiro melihat Adira yang sangat antusias saat bercerita tentang Jinan. Gadis itu seperti memiliki binar di matanya saat bercerita tentang Jinan. Javiro diam-diam tersenyum.

Sesuka itu ya lo sama Jinan, Dir?

Setelah melihat respon di base sekolah, Orel hanya bisa terdiam. Karena memang benar kalau gantungan kunci miliknya ada pada Rajendra Aditama. Dan sekarang Orel dan Rajendra ada di jarak yang di bilang tidak cukup jauh.

Karena Orel tau kalau teman-teman Rajendra melihat Carlo dan Jielo. Sekarang Orel hanya bisa menunggu waktu yang tepat untuk meminta kembali gantungan kuncinya.

Gimana? Udah ada yang liat di base?” tanya Caca.

Orel mengangguk, “ada di kak Rajendra.

Hah?! Serius lu?! Terus gimana?” tanya Caca dengan hebohnya.

Orel menggeleng, “gak tau.

Itu orangnya ada di sana, minta aja,” ujar Carlo.

Gak gampang ya, anjir! Gue malu,” kata Orel.

Kayak punya malu aja,” cibir Jielo.


Rajendra sedang memainkan ponselnya, ia melihat tweet base sekolahnya. Haikal yang tadi memberitahunya, kalau gadis itu mencari gantungan kunci yang sekarang ada pada dirinya.

Kasian tuh anaknya nyariin,” kata Haikal. “Mending lu balikin sekarang, mumpung orangnya ada di sini.

Jendra mengangguk, “bener tuh kata Haikal.

Temenin deh,” kata Rajendra.

Rajendra menatap Orel dan teman-temannya yang hendak pergi, ia langsung beranjak dan memanggil Jielo. Karena ia tidak mengenal Orel.

Jielo!” panggil Rajendra.

Sontak Jielo dan teman-temannya berhenti, Jielo tersenyum lalu melakukan tos dengan Rajendra dan teman-temannya.

Kenapa, bang?” tanya Jielo.

Temen lo ada yang nyariin gantungan kunci?” tanya Rajendra.

Sedangkan Orel yang merasa dirinya di sebut, hanya bisa terdiam di balik tubuh tinggi Jielo.

Jielo menoleh ke arah Orel, lalu mengangguk. “Iya, nih anaknya.” Jielo menunjuk Orel.

Orel tersenyum kikuk, “g–gue, kak.

Rajendra tersenyum lalu memberikan gantungan kuncinya pada Orel, “ini kemarin jatuh pas lo gak sengaja nabrak gue. Tadinya mau gue titipin ke bang Manuel, tapi lupa terus.

Ah, makasih, ya. Gue kira ilang,” ucap Orel.

Rajendra mengangguk, “kalau gitu, kita duluan deh, ya. Kapan-kapan main bareng, Jie.

Rajendra dan teman-temannya pun pergi dari sana. Orel pun menghela nafasnya lega. Ia sangat gugup karena pertama kalinya berbincang dengan Rajendra. Meski singkat, tapi obrolan mereka sangat membekas di ingatan Orel.

Saat ini Javiro dan Adira sudah sampai di angkringan yang tidak jauh dari rumah Adira. Adira sangat senang karena akan bertemu Jinan, tapi dia juga gugup.

Adira merutuki dirinya dalam hati, kenapa dia harus datang ke sini hanya untuk melihat Jinan. Memang sangat bodoh.

Lu mau diem di sini aja atau masuk ke dalam?” tanya Javiro.

Ya, masuk dong. Masa gue diem di sini,” balas Adira.

Inget perjanjian lu tadi, bayarin gue,” kata Javiro. Adira hanya mengangguk.

Lalu keduanya masuk ke dalam angkringan. Tempatnya ini seperti rumah makan pada umumnya. Hanya saja menu yang ada di sini itu makanan yang ada di angkringan.

Adira melihat ke kanan-kiri, mencari-cari dimana Jinan dan teman-temannya duduk. Hingga matanya tidak sengaja melihat Jinan dan teman-temannya duduk di bagian pojok. Adira tersenyum melihat Jinan yang sedang tertawa bersama teman-temannya.

Lu mau apaan?” tanya Javiro.

Apa, ya ... Nasi goreng aja deh, gue males makan nasi kucing. Gak kenyang. Minumnya es jeruk,” ucap Adira.

Oke, gue pesen dulu.” Javiro pergi ke kasir untuk memesan makanannya.

Tidak lama kemudian, Javiro kembali dan duduk di depan Adira. Mereka berdua duduk tak jauh dari tempat Jinan dan teman-temannya.

Jav!

Javiro menoleh, mendapati Mahes yang memanggil namanya. Javiro melambaikan tangannya dan menghampiri Mahes. Sedangkan Adira mengikuti dari belakang.

Wadaw, sama siapa lo?” tanya Javas.

Adira, temen gue,” jawab Javiro.

Adira tersenyum, “halo, gue Adira.

Jadi juga lu ke sini, kirain gak jadi,” ucap Mahes pada Adira. Adira mendelik pada Mahes.

Mau gabung di sini aja?” tawar Ajun.

Sebelum Javiro menjawabnya, Adira sudah memegang kaos Javiro dan berbisik padanya.

Jangan dong, kita pisah duduk aja. Gue malu,” ucap Adira dengan suara bisik-bisik.

Hahaha, engga deh. Takutnya temen gue gak nyaman gara-gara banyak cowok,” balas Javiro.

Oh, ya udah. Selamat makan deh, ya. Kapan-kapan main bareng,” ucap Jinan yang sedari tadi hanya diam.

Yoi, gue ke sana dulu, ya.” Javiro melakukan tos dengan teman-teman Mahes.

Saat akan kembali ke meja tadi, Adira dan Jinan tidak sengaja saling bertatapan. Keduanya langsung memutuskan kontak mata.

Jinan terdiam karena terpesona dengan kecantikan Adira. Menurutnya, Adira itu gadis yang cantik.

Kalau Adira, jangan di tanya. Jantungnya udah berdetak tidak karuan setelah tidak sengaja bertatapan dengan Jinan.