Orel langsung bersiap-siap ketika Rajendra akan datang ke rumahnya. Ia mengambil jaketnya yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Ia hanya memakai piyama bergambar unicorn. Tidak lupa ia menyemprotkan parfum agar wangi. Orel mengikat rambutnya, lalu mengambil ponselnya dan turun ke bawah.
“Mau kemana?” tanya Manuel yang sedang berkutat dengan laptopnya di ruang keluarga.
“Mau night drive sama kak Rajendra,” jawab Orel. “Ayah sama Bunda mana?”
“Lagi keluar cari martabak, nanti pulangnya jangan kemaleman,” ucap Manu tanpa menoleh.
Orel hanya mengangguk. Ia keluar dari rumah ketika mendengar suara klakson mobil, sudah ia pastikan kalau itu adalah Rajendra.
Orel tersenyum saat masuk ke dalam mobil Rajendra. Rajendra juga ikut tersenyum. Laki-laki itu hanya memakai celana pendek selutut dan juga kaos.
“Kamu beneran lucu kayak bayi, pake piyama gambar unicorn,” kata Rajendra sambil menyetir mobilnya.
“Ish, Kajen! Aku bukan bayi!” seru Orel.
Rajendra terkekeh, “setel lagu sana, biar gak hening banget.”
Orel mengangguk. Ia sedang memilih lagu yang akan di putar. Setelah menemukannya, Rajendra dan Orel fokus mendengarkan lagunya. Keduanya sesekali ikut bernyanyi. Tangan keduanya yang saling bertautan ikut di goyangkan sesuai irama lagu yang di putar.
“Mau deeptalk, gak?” tanya Rajendra.
“Udah lama gak deeptalk, ya? Boleh deh,” ucap Orel.
“Emmm, apa yaaa.” Rajendra mengetukkan jari-jarinya di setir. “How's your life sejauh ini?”
“Baik aja, sih. Kayak biasanya. Soalnya kan ada kak Rajendra yang selalu nemenin aku. Tapi yaaa, I'm always worried about something,” balas Orel.
Rajendra menoleh ke arah Orel, “kenapa?”
“Aku takut ke depannya aku bakalan bisa banggain Ayah sama Bunda atau enggak, aku takut nanti gak bisa kasih sesuatu yang bisa banggain mereka. Aku takut,” lirih Orel.
“Hey, listen to me. Kamu bisa kok, Orel. Selagi kamu mau belajar dan mau berusaha, kamu pasti bisa dapet nilai terbaik dan bisa banggain orang tua kamu. Lagipula, Ayah sama Bunda kamu kan pernah bilang kalau kamu gak perlu dapet nilai yang tinggi, yang penting nilai kamu bagus. If you can't, there's still me who can help you.” Rajendra mengusap punggung tangan Orel yang di genggamnya. Ia berusaha membuat kekasihnya untuk tetap tenang.
“What if I can't?”
“Trust me, you can do it.”
Orel tersenyum, ia menatap keluar jendela. Pemandangan di luar sana membuat dirinya melupakan sejenak semua masalah yang ia hadapi, apalagi sekarang ada Rajendra di sampingnya. Orel selalu bisa mengalihkan semua masalahnya ketika ia sedang bersama seseorang yang sangat penting dalam hidupnya. Ia bisa melupakannya, lalu mengingatnya lagi ketika sedang sendirian.
Sebenarnya banyak hal yang membuat Orel terusik. Meski ia berusaha menepis semua hal negatif yang selalu menjadi beban pikirannya, tapi ia selalu memikirkannya setiap kali ia tidak bisa tertidur. Dan berakhir ia tidur saat subuh karena terlalu memikirkannya.
“Kajen,” panggil Orel.
“Hm?”
“Aku cocok gak sih sama kamu? Aku pantes gak sih jadi pacar kamu?”
“Aku tau ada banyak orang yang dukung hubungan kita, tapi aku takut. Aku takut kalau ada orang yang gak suka sama hubungan kita,” ucap Orel dengan suara pelan. Ia mengucapkannya dengan hati-hati agar Rajendra tidak marah padanya.
“Setiap orang pasti ada yang suka atau gak suka dengan hubungan yang kita jalani. Tapi buat apa kita ngurusin itu? Lebih baik kita fokus ke hubungan kita aja. Gak usah terlalu di pikirin, jangan kebanyakan overthinking,” ujar Rajendra. “If you know, you are more than enough for me.”
“Kajen ...” Orel malah menangis mendengar perkataan Rajendra.
Rajendra langsung kelabakan, ia meminggirkan mobilnya di pinggir jalan. Ia menoleh ke Orel yang sedang menangis, Rajendra langsung memeluk Orel. Ia mengusap rambut sang gadis dan menepuk punggung Orel untuk menenangkannya.
“Ssttt, jangan nangis dong. Kenapa malah nangis?” tanya Rajendra.
“K-kamu baik banget, huaaaa. Aku gak pantes buat kamu, huhuhu.” Orel malah tambah menangis.
Rajendra terkekeh, “lucu banget kamu kalau lagi nangis.”
“Kajen!” seru Orel. Gadis itu menenggelamkan kepalanya di dada Rajendra.
“Cup cup cup, jangan nangis dong. Nanti mukanya jelek,” kata Rajendra.
“Kajen ngeselin!”
“Bercanda aja. Jangan nangis, ya?”
Keduanya berpelukan cukup lama. Orel menangis cukup lama sampai-sampai membuat kaos Rajendra basah karena air matanya. Orel melepaskan pelukannya, matanya sembab karena menangis. Rajendra tertawa karena melihat muka Orel yang memerah dengan hidung yang ikut memerah. Rajendra mengusap pipi Orel, berniat untuk mengusap air mata Orel.
“Maaf, bajunya jadi basah,” lirih Orel.
“Gapapa, jangan nangis lagi. Nanti aku ikutan nangis,” kata Rajendra.
Rajendra mengambil kedua tangan Orel lalu menggenggamnya, ia menatap Orel dengan bibirnya yang membentuk sebuah senyuman.
“Orellana, dengerin aku, ya? Kamu gak perlu dengerin kata-kata orang yang jelek-jelekin hubungan kita, kamu cuma perlu tutup telinga. Kamu gak perlu dengerin omongan jahat dari mereka. Jangan terlalu di pikirin, jangan banyak overthinking. Kamu fokus aja sama hubungan kita. Orang-orang kan gak tau dengan hubungan yang kita jalani. Jangan nangis, ya? Mata kamu sembab tuh.”
“Kalau kamu ada banyak pikiran, ada hal yang pengen kamu ceritain, kamu bisa cerita ke aku. Kamu bisa hubungin aku kapanpun kamu butuh aku. Karena aku bakalan selalu datang ke kamu dan dengerin semua cerita kamu. I can hear everything if you tell me. Jangan di pendem sendirian, ya?”
“If you need a hug, I will hug you.”
“Please don't cry anymore, I love you so much. Everyone does not need to interfere in our relationship. Because this is our relationship, just the two of us.”