aireanora

Kini kedua keluarga tersebut sudah berada di salah satu restoran yang ada di Jakarta. Jiwa memesan ruangan VIP agar mereka lebih leluasa mengobrol tanpa ada kebisingan dari dalam restoran dan agar tidak terganggu. Mereka sedang mengobrol sambil menikmati makanan. Karena mejanya melingkar, posisi duduknya ada Jiwa-Kaira-Rajendra-Arnold-Nadira-Orel-Manuel.

Rajendra mau kuliah dimana, nih?” tanya Arnold.

Rencananya mau kuliah di luar negeri, Yah. Tapi belum tau, sih. Masih rencana,” jawab Rajendra.

Widih, anak gue di ajak LDR dong,” kata Arnold. Rajendra terkekeh mendengarnya.

Baru rencana, sob. Belum tau bakal di terima apa enggak. Kalaupun di terima, gapapa lah ya Orel di ajak LDR?” ucap Jiwa lalu menatap Orel, Orel hanya mengangguk.

Jadi, gimana, nih, Jiw? Rencana kita sebelumnya jadi apa enggak?” tanya Arnold pada Jiwa. Membuat Rajendra dan Orel mengerutkan keningnya bingung karena tidak paham dengan arah pembicaraan mereka. Kaira, Nadira, dan Manuel hanya bisa tersenyum melihat Rajendra dan Orel yang kebingungan.

Jadi, lah. Udah di siapin dari kemarin-kemarin masa kagak jadi,” ucap Jiwa. Lalu ia menatap anak semata wayangnya dan menatap Orel bergantian, “kalian udah cocok banget. Kami juga merasa ada kecocokan di antara keluarga kita. Jadi, kita mau Rajendra sama Orel naik ke tingkat yang lebih serius.

Rajendra dan Orel yang mendengarnya pun terkejut. Jadi ini kejadian tak terduga yang di maksud Orel. Orel sangat tidak menyangka kalau inilah kejadian yang ia duga. Rajendra menatap Orel yang juga menatapnya, laki-laki itu tersenyum ke arah gadisnya.

Rajendra mengangguk, “kalau boleh, sih, aku mau, Yah. Mungkin tunangan dulu gitu, kan?

Jiwa mengangguk, “iya, tunangan aja dulu. Kalau Orel, gimana? Setuju?” Jiwa menatap Orel, menunggu jawaban dari kekasih anaknya.

I-itu aku ngikut aja, sih,” jawab Orel dengan gugup. Nadira mengusap bahu Orel agar anaknya tidak gugup.

Nah, kalau gini kan gampang. Ya udah, yuk tuker cincin.” Jiwa mengeluarkan dua kotak yang berisikan cincin yang sudah mereka beli beberapa hari yang lalu. Bermodalkan dengan mengukur ukuran jari anak mereka secara diam-diam.

Jiwa menyuruh Rajendra dan Orel untuk berdiri berdampingan. Kaira memberikan salah satu cincin pada Rajendra dan menyuruhnya untuk memasangkan di jari manis Orel. Begitupun sebaliknya. Setelah tukar cincin, mereka bertepuk tangan dengan wajah penuh kebahagiaan.

Nah, sekarang udah resmi tunangan. Baru tunangan, loh. Belum nikah. Jangan macem-macem dulu,” ucap Nadira. Bermaksud untuk menggoda Orel dan Rajendra.

Bundaaaa,” rengek Orel karena di goda oleh Bundanya sendiri. Mereka tertawa dengan tingkah Orel yang sangat menggemaskan.

Bisa pamerin ke anak-anak,” bisik Rajendra.

Ngapain pamer?

Biar mereka tau kalau kita udah tunangan. Jadi, gak ada yang ganggu kamu. Karena kamu punya aku.

Orel dan keluarganya sudah sampai di sekolah. Sebenarnya Orel ingin datang sendiri, namun Bunda Rajendra menyuruhnya untuk mengajak keluarganya. Karena orang tua Rajendra ingin merayakan kelulusan anaknya dengan makan bersama di salah satu restoran.

Mereka masuk ke dalam sekolah yang sudah sangat ramai dengan murid kelas 12 yang akan kelulusan dan juga keluarga mereka. Orel menatap ke sekitar, mencari-cari keberadaan sang kekasih. Hingga panggilan untuknya, membuatnya menoleh.

Orel!

Orel tersenyum lebar melihat Rajendra yang sangat tampan, laki-laki itu berjalan mendekatinya dan keluarganya. Di belakangnya ada orang tuanya yang mengikutinya.

Yey, congrats, Kajen!” ucap Orel.

Makasih, sayang. Kemarin kamu juga udah ngucapin,” kata Rajendra.

Gapapa dong.” Orel menyengir, Rajendra mencubit pipi Orel dengan gemas.

Hingga pengumuman dari speaker yang menyuruh semua murid dan orang tuanya untuk berkumpul di aula. Mereka pergi ke aula, membiarkan Rajendra duduk di bangku murid yang berada di depan. Sedangkan Orel, keluarganya, dan orang tua Rajendra menunggu di bangku belakang yang memang sudah di sediakan untuk keluarga murid yang datang.

Acara kelulusan berlangsung selama 1 jam. Setelah pengumuman kelulusan, semua murid saling berpelukan sambil mengucapkan selamat atas prestasi yang mereka raih dan pertemanan mereka selama ini. Semuanya menangis karena terharu dan tidak rela berpisah. Setelah ini mereka akan berpisah dan berpencar, melanjutkan hidupnya ke jenjang yang lebih serius.

Rajendra menghampiri orang tuanya lalu memeluk mereka dengan perasaan yang sangat bahagia, lalu giliran Rajendra memeluk Orel dan Manuel secara bergantian.

Yey, habis ini Kajen bakalan masuk kuliah!” ucap Orel.

LDR dong,” sahut Manuel.

Cuma LDR tempat belajar doang. Main ke rumah juga masih bisa,” ujar Rajendra. Membuat Manuel mendengus malas.

Langsung ke restoran aja, yuk. Jiwa sudah pesan ruangan untuk kita makan di sana,” ajak Kaira.

Sebelum itu, mereka berfoto-foto terlebih dahulu. Lalu mereka semua pergi ke restoran yang sudah di pesan oleh Jiwa, Ayah dari Rajendra. Entah kenapa Orel memiliki firasat kalau nanti ada kejadian tak terduga, tapi entah apa itu.

cw // fight , berantem , harshwords.

Adira keluar dari kamar mandi dengan mata sembabnya. Ia habis menangis sampai kepalanya terasa pusing. Saat ia keluar dari kamar mandi, semua orang menatapnya dengan tatapan iba. Membuat Adira merasa malas. Ia tidak perlu di kasihani dan di tatap seperti itu karena dia bukan gadis yang lemah. Tapi kamu menangis, Adira? Adira menangis untuk meluapkan rasa marahnya pada dirinya, pada Jinan, dan juga Nata.

Adira berniat untuk kembali ke kelasnya karena teman-temannya mencarinya. Tapi lengannya di tarik oleh seseorang, membuatnya hampir terjungkal ke belakang. Itu Jinan. Jinan menatap Adira dengan memelas, bahkan matanya berkaca-kaca.

Adira, aku minta maaf. Kamu salah paham,” ucap Jinan.

Kamu gak salah, Jinan,” ucap Adira dengan suaranya yang bergetar.

Ra, aku minta maaf. Kamu boleh pukul aku, kamu boleh marah sama aku, gapapa. Ayo marah aja, pukul aja. Jangan diem dan nangis kayak gini,” kata Jinan. Ia menggenggam erat tangan Adira.

Jinan, kamu tau kan kalau perbuatan kamu itu salah? Kenapa kamu enggak dorong Nata? KENAPA KAMU DIEM AJA?!” Adira kembali menangis setelah berteriak di hadapan Jinan. Adira kembali terisak, hatinya sakit mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.

Jinan memejamkan matanya saat mendengar tangisan Adira. Tangisan yang di sebabkan olehnya. Tangisan yang membuat hatinya ikut sakit.

Adira, aku gak bisa ngapa-ngapain soalnya aku ngeblank. Makanya aku diem aja,” jelas Jinan.

Bilang aja kamu keenakan! Bilang aja kalau kamu masih cinta sama Nata dan kamu cuma main-main aja sama aku!” ucap Adira dengan nafasnya yang menggebu.

Adira!” bentak Jinan, membuat Adira terkejut. Adira menatap Jinan dengan takut, selama ini Jinan belum pernah membentak Adira sekalipun. Hari ini, laki-laki itu membentak kekasihnya untuk yang pertama kalinya.

Jinan tersadar karena telah membentak Adira, ia berusaha untuk meraih tangan Adira. Tapi Adira memundurkan langkahnya.

K–kamu jahat, Ji,” ucap Adira dengan suara bergetar.

Adira, aku minta maaf–

Bugh

Jinan tiba-tiba oleng ke samping saat kepalanya di tinju oleh Javiro. Semua yang melihatnya berteriak histeris. Javiro kembali memukuli Jinan dengan brutal, ia merasa marah pada Jinan karena telah menyakiti Adira. Padahal Jinan sudah berjanji padanya kalau ia akan menjaga Adira dan tidak membuatnya menangis. Tapi hari ini, Jinan membuat Adira menangis. Itu membuat Javiro sangat marah.

Bugh bugh bugh

Perkelahian tak terelakkan pun terjadi begitu saja. Keduanya saling melempar tinju dengan tatapan ganas, keduanya di selimuti rasa marah. Jinan marah karena Javiro yang tiba-tiba memukulnya. Ia tidak terima, maka dari itu Jinan membalas pukulan Javiro.

BERHENTI!” teriak Adira. Ia berusaha untuk menghentikan pertengkaran yang sedang terjadi. Gadis itu masih menangis, ia takut ketika keduanya saling memukul. Dua-duanya sudah babak belur, saling menatap tajam satu sama lain.

Kalian sadar gak sih ini masih di sekolah?! Ngapain kalian berantem?!” ucap Adira marah. “Lo juga ngapain nonjok Jinan?” ia menatap Javiro dengan tajam.

Dia udah bikin lo nangis! Dia udah bikin lo sakit hati, Adira,” ucap Javiro. “Laki-laki brengsek kayak dia emang cocok dapet pukulan dari gue. Dia gak bisa nepatin janjinya!

Mending dari dulu Adira sama gue aja,” lirih Javiro.

Maksud lo apa, anjing!? Adira punya gue! Dia gak akan pernah jadi milik lo!” seru Jinan marah, ia ingin menyerang Javiro lagi tapi teman-temannya datang dan langsung menahannya.

Edrea, Kamala, dan Adam datang bersamaan. Adam berusaha untuk menenangkan Javiro yang masih terlihat sangat marah. Edrea dan Kamala berdiri di samping Adira.

Ra, aku minta maaf sama kamu. Aku janji bakalan jauhin Nata,” kata Jinan.

Lo gak usah bikin janji kalau gak bisa nepatin,” sahut Javiro.

Lo gak usah ikut campur!” Jinan menatap Javiro dengan sinis.

Ya emang kenapa? Suka-suka gue, lah. Adira sahabat gue. Gue gak terima dong dia di sakiti sama cowok kayak lo!

Anjing lo, Javiro! Maju sini, bangsat!

Keduanya ingin kembali bertengkar, tapi tertahan karena Adira yang berteriak menghentikan mereka berdua.

Jinan, gue capek ya anjing di duain mulu sama Nata. Lo selalu NGIKUTIN semua kemauan dia! Lo gak pernah ada waktu sama gue bahkan satu hari aja gak pernah. Lo selalu dahului Nata daripada gue yang jelas-jelas pacar lo!” Adira berbicara dengan penuh penekanan di setiap katanya. Ia menatap Jinan dengan marah dan kecewa. Tatapan yang belum pernah Jinan lihat sebelumnya. Adira melihat Nata yang berdiri di samping Jinan dengan wajah sok polosnya, “dan lo, Nata! Lo bener-bener cewek gak tau diri yang gue temuin. Lo udah ninggalin Jinan, dan sekarang lo balik lagi buat dapetin Jinan. Lo gak tau malu apa?! Lo gak punya rasa malu?! Lo ngerusak hubungan gue sama Jinan demi ngerebut Jinan dari gue! Selama ini gue diem aja waktu Jinan nyamperin dan nemenin lo mulu. Tapi hari ini, gue udah MUAK! GUE MUAK SAMA KALIAN BERDUA, ANJING!” setelah berteriak demikian, tangisan Adira semakin mengeras.

Nata, lo licik banget. Setelah apa yang lo lakuin tadi, gue harap nanti lo dapet balesan yang melebihi dari yang gue rasakan! Karma exists, bitch!” ucap Adira.

Jinan, aku kecewa banget sama kamu. Aku gak tau kenapa kamu selalu nurut sama Nata, padahal kalau kamu tolak kemauan dia pun gak bakalan ada masalah. Itu cuma ancaman, Jinan! Kenapa kamu bodoh banget?! Kenapa kamu selalu ngeiyain semua yang dia mau?!” Adira menatap Jinan dengan tatapan kecewanya, bahkan Jinan tidak sanggup menatap Adira.

Gue kecewa sama lo!

Gue mau putus sama lo! Kita putus! We’re done.” setelah mengucapkan kalimat tersebut, Adira langsung pergi meninggalkan kerumunan. Meninggalkan Jinan yang menatap punggung Adira dengan tatapan sedihnya, bahkan ia hampir menangis kalau saja Javiro tidak memukulnya lagi.

Rasain kesedihan lo! Itu hadiah yang lo dapetin hari ini!” ucap Javiro lalu pergi menyusul Adira bersama Adam.

Semua orang yang tadinya menyaksikan pertengkaran mereka, satu-persatu mulai pergi. Menyisakan Jinan dan teman-temannya, dan juga Nata yang masih ada di sana.

Gue kecewa sama lo, Ji,” ucap Mahes lalu memukul wajah Jinan dengan tatapan amarahnya. Fyi, Mahes adalah sepupu Adira. Namun mereka tidak terlihat dekat ketika di sekolah. Mereka dekat ketika sedang kumpul keluarga besar. Tidak ada satupun yang mengetahuinya kecuali Jinan dan teman-teman Adira.

Mahes, Ajun, Javas, dan Yoga meninggalkan Jinan sendirian bersama Nata dengan tatapan kecewa mereka pada dirinya.

Jinan, ayo ke UKS. Biar aku obatin,” ucap Nata.

Jinan menyentak lengan Nata yang memegangi lengannya, “gak usah deket-deket gue lagi, anjing! Ini semua gara-gara lo.” Jinan pergi meninggalkan Nata sendirian. Laki-laki itu memegang wajahnya yang memar dan terluka karena pertengkaran tadi. Kini Jinan hanya bisa menyesali semua yang sudah terjadi. It's true, regret always comes at the end.

Selepas kepergian Jinan yang entah kemana, Adira diam-diam mengikuti Jinan dari belakang. Entah kenapa tiba-tiba ia ingin mengikuti Jinan. Jinan berjalan ke arah taman belakang sekolah, membuat Adira mengerutkan keningnya bingung. Adira berpikir kalau Nata menangis di taman belakang sekolah karena di sana sangat sepi. Adira bersembunyi di balik pohon besar yang ada di sana. Ah, Adira jadi teringat saat Jinan confess padanya, di tempat ini. Adira tersenyum mengingatnya. Tetapi ia langsung melunturkan senyumnya saat melihat Nata yang terlihat senang dengan kedatangan Jinan.

Lo ngapain nyuruh gue ke sini? Katanya lo nangis? Kok kayak orang gak habis nangis, tuh?” tanya Jinan bertubi-tubi.

Nata terkekeh, “aku emang gak nangis, Jinan. Aku cuma pengen kamu nemenin aku di sini.

Jinan mengepalkan tangannya marah, ia sangat marah. “Bangsat! Terus ngapain lo nyuruh gue ke sini dan bilang kalau lo lagi nangis!?

Jinan, kok kamu bentak aku?” ucap Nata dengan nada suaranya yang di buat menyedihkan.

Jinan memalingkan wajahnya, wajahnya memerah karena menahan emosi. Nata mengajak Jinan untuk di duduk di bangku panjang yang ada di belakang mereka. Nata memeluk lengan Jinan dengan sangat manja, padahal Jinan sudah menyuruh Nata untuk melepaskannya. Tapi Nata tidak mau, gadis itu tetap memeluk lengan Jinan. Sedangkan Adira yang melihatnya hanya bisa menahan diri untuk tidak menghampiri kedua insan tersebut.

Nata mengajak Jinan mengobrol, tapi laki-laki itu mendiamkannya. Membuat Nata kesal. Nata terus mengajak Jinan mengobrol agar Jinan mau berbicara dengannya. Tapi tetap saja Jinan mengacuhkannya. Hingga Nata memiliki ide jahat yang terlintas di pikirannya. Nata terlihat tersenyum sebelum menjalankan rencananya. Adira yang melihatnya pun kebingungan karena Nata yang tiba-tiba tersenyum. Hingga akhirnya ....

Eh, Adira!” seru Nata sambil menunjuk ke arah datangnya Jinan tadi.

Jinan langsung menolehkan kepalanya saat Nata menyerukan nama Adira. Tidak ada siapa-siapa, Jinan kepalang emosi karena Nata sudah membohonginya. Jinan menolehkan kepalanya ke arah Nata dan–

Hal yang terjadi selanjutnya membuat Adira sakit hati. Matanya memanas karena melihat pemandangan di depannya, gadis itu menangis tanpa bersuara. Tangisan yang lebih menyesakkan. Adira melihat Jinan yang tidak segera mendorong Nata untuk menjauh atau melakukan apapun, laki-laki itu hanya terdiam.

Adira keluar dari persembunyiannya, ia menangis dengan kencang. Membuat Jinan langsung menjauhkan dirinya dari Nata dan segera menyusul Adira. Nata yang melihatnya pun tersenyum penuh kemenangan.

Kini keluarga Orel dan keluarga Rajendra sedang makan malam bersama di rumah Orel. Suasananya cukup hangat karena kedua belah pihak membicarakan banyak hal, tentang anak-anaknya dan juga tentang kehidupan anak-anak mereka kedepannya. Namanya saja orang tua, semua hal di bicarakan. Anak-anak hanya mendengarkan obrolan para orang tua.

Rajendra baru selesai ujian, ya?” tanya Arnold, ayah dari Orel dan Manuel.

Rajendra mengangguk, “iya, Yah,” jawab Rajendra dengan sopan. Orel dan Rajendra sudah terbiasa memanggil orang tua masing-masing dengan sebutan Ayah dan Bunda seperti yang mereka suruh. Katanya agar mereka berdua terbiasa.

Wah, bentar lagi masuk kuliah dong,” kata Arnold.

Yoi, anak gue udah gede,” sahut Jiwa, Ayah dari Rajendra. Para bapak-bapak memang mengobrol seperti anak remaja, pakai ‘lo-gue.’ Jadi harap maklum.

Tinggal nunggu anak gue lulus aja,” ucap Arnold.

Orel menatap kedua orang yang sedang berbicara itu dengan tatapan bingung, “emangnya mau ngapain?

Nikahin kamu sama Rajendra, lah,” jawab Arnold dengan santainya. Membuat Orel tersedak, ia langsung buru-buru mengambil minum. Sedangkan Rajendra dan Manuel hanya tertawa. Orel menunduk malu, bisa-bisanya Ayahnya berkata seperti itu dengan santainya.


Kini mereka sudah selesai makan malam. Arnold dan Jiwa sedang bermain catur bersama. Rajendra, Manuel, dan Nadira, Bunda dari Orel, mereka sedang mengobrol bersama. Sedangkan Orel dan Kaira, Bunda dari Rajendra, mereka sedang mengobrol berdua.

Orel, cantik banget kamu. Pantesan Rajendra sayang banget sama kamu,” puji Kaira sambil membelai rambut Orel.

Orel tersenyum, “makasih, Bunda. Bunda juga cantik banget.

Kaira terkekeh, “selama pacaran sama Rajendra, kamu gak di apa-apain kan sama dia? Rajendra pernah bikin kamu nangis gak, sayang? Nanti biar Bunda marahin kalau sampai berani bikin kamu nangis.

Orel tersenyum, Kaira sangat menyayangi Orel seperti anaknya sendiri. Pantas saja Rajendra bilang kalau keduanya sangat dekat, memang kenyataannya seperti itu. Orel dan Kaira sangat dekat, seperti ibu dan anak.

Kak Rajendra gak pernah bikin aku nangis kok, Bun! Dia malah selalu bikin aku seneng, ketawa terus, bikin aku senyum jugaaa. Kak Rajendra baik banget sama aku. Bahkan dia selalu ngejaga aku waktu di sekolah, dia bener-bener jagain aku dengan baik. Anak Bunda selalu baik kok, Bun ....” ucap Orel. Ia berbicara dengan nada antusiasnya.

Kaira tersenyum melihat Orel yang sangat antusias menceritakan anaknya, “Kamu tau gak, sih? Rajendra selalu ceritain kamu ke Bunda.

Orel menatap Kaira dengan tatapan penasaran, “oh, ya? Cerita gimana, Bun? Dia gak ceritain yang aneh-aneh, kan?

Kaira menggeleng, “dia cerita, katanya pacar itu cantik banget. Dan ternyata kamu emang cantik banget. Meski kita udah ketemu beberapa kali, Bunda gak pernah bosen buat bilang Orel cantik. Rajendra bilang kalau kamu selalu menemani dia, kamu selalu menjaga dia, kamu selalu bikin dia tersenyum. Rajendra bilang, kamu itu cengeng. Katanya kamu suka nangis kalau nonton film, sampe kamu nelfon Rajendra sambil nangis-nangis dan bikin dia khawatir. Rajendra juga pernah bilang kalau kamu anaknya suka kesakitan waktu hari pertama datang bulan, makanya Rajendra selalu izin ke Bunda buat pulang telat karena nemenin kamu .... Orel, kamu beruntung, nak .... Kamu jadi orang yang di sayangi dan di cintai oleh Rajendra.” Kaira mengusap pipi Orel yang basah karena gadis itu menangis. Rajendra benar, Orel itu cengeng. Buktinya sekarang gadis itu menangis karena terharu dengan perkataan Kaira.

Rajendra juga selalu bilang kamu cantik, dia selalu bilang kalau kamu bakalan jadi istrinya.” keduanya tergelak. “Bunda juga seneng kalau kamu jadi istrinya Rajendra. Nanti kita bisa masak bareng, shopping bareng.” Kaira terkekeh, ia mengusap tangan Orel.

Bundaaaa, aku terharu banget. Mau nangis aja rasanya,” kata Orel dengan suaranya yang bergetar.

Kaira tertawa, “ah, kamu ini jangan nangis dong. Nanti cantiknya hilang. Coba kamu senyum, pasti cantik banget, manis banget kayaknya ....” lalu Orel tersenyum, membuat Kaira ikut tersenyum.

Bunda, makasih ya udah mau nerima aku. Aku seneng banget waktu Bunda mau ketemu aku dan ngajak aku masak bareng. Aku sampai nyiapin semuanya biar pas ketemu Bunda, aku gak bikin kericuhan. Bunda baik banget, sama kayak anaknya,” ucap Orel.

Bunda juga berterimakasih sama kamu, nak Orel. Makasih udah mau menemani Rajendra. Kadang dia tidak mau cerita sama Bunda kalau lagi ada masalah, harus di desak dulu baru mau cerita. Bunda titipin Rajendra sama kamu, ya. Dia kelihatan bahagia waktu sama kamu,” ucap Kaira dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.

Orel memeluk Kaira dengan erat, Kaira mengusap punggung Orel. Beliau meneteskan air matanya, Orel bisa merasakan itu. Orel mengusap punggung Kaira dengan pelan, Kaira sudah ia anggap seperti Bundanya. Orel menatap Rajendra yang sedang menatapnya, keduanya tersenyum.

Kini keduanya sedang menikmati pemandangan dari lantai dua di salah satu caffe yang mereka kunjungi. Dengan segelas coffe latte dan matcha latte yang mereka pesan. Keduanya saling menggenggam tangan satu sama lain. Rajendra memainkan jari-jari Orel yang di genggamnya. Orel hanya tersenyum melihatnya.

3 hari gak ketemu, kamu ngapain aja?” tanya Rajendra tanpa menatap Orel, ia masih fokus pada jari-jari Orel yang ia mainkan.

Emmm, ngelukis sama kak Manu, main sama temen-temen, baca novel, nonton film. Banyak deh yang aku lakuin,” jawab Orel.

Rajendra mendongakkan kepalanya untuk menatap Orel, ia menumpukan kepalanya pada tangannya yang bertumpu pada meja.

Terusss, kamu mikirin aku gak?” tanya Rajendra.

Orel mengernyitkan keningnya sesaat lalu tertawa, ”setiap hari aku juga mikirin kamu tau! Kajen kan selalu bikin aku mikirin Kajen.

Rajendra terkekeh, “mikirin apa emangnya?” godanya dengan tatapan jahil andalannya.

Orel mendengus, “cuma mikirin kenapa Kajen bisa ganteng banget, mikirin Kajen udah makan apa belum, Kajen lagi ngapain, Kajen udah– kamu ngapain liatin aku?!

Gapapa, kamu gemes banget kalau lagi ngomong.

Kajen gak usah gombal!

Aku gak gombal, Orel. Btw, kalau kamu mikirin aku terus, aku juga mikirin kamu, loh.

Kajen mikirin aku? Masa, sih?

Iya dong, aku selalu mikirin kamu. Kamu gak percaya?

Orel menggeleng pelan sebagai jawaban.

Rajendra tersenyum, “you’ve been on my mind. Makanya aku selalu mikirin kamu, kapanpun, dimanapun.

Orel membuang mukanya ke arah lain. Gadis itu sedang salah tingkah. Rajendra tertawa karena melihat Orel yang sedang salah tingkah itu baginya sangat menggemaskan. Rajendra mencubit pelan pipi Orel dengan gemas. Ia tersenyum melihat wajah kesal Orel, lalu ia mengacak rambut Orel dengan gemas.

Cie salting.

Kajen diem!

Aku gak mau diem, soalnya kamu gemes banget.

Kajeeennnn.

Iyaaaa?

Nyebelin ah! Malesin.

Rajendra tertawa, ia berpindah duduk di dekat Orel lalu memeluk gadis itu dengan erat. Orel menyandarkan kepalanya di bahu sang kekasih, ia balas memeluk Rajendra dengan tak kalah eratnya. Rajendra mengusap rambut dan punggung Orel. Menciumi rambut Orel yang memiliki aroma yang sangat memabukkan untuknya.

Kangen banget. I really miss you,” lirih Rajendra. Orel tersenyum di dalam pelukan Rajendra, ia mengusap rambut laki-laki itu dengan lembut.

You did well, kak. I am proud of you,” bisik Orel.

Jinan sedikit berlari menuju ke gudang. Setelah mendapatkan pesan dari Adira, ia tambah khawatir. Di depan gudang, Jinan menemukan Javiro dan Adam yang sedang mengutak-atik kunci pintu gudang. Jinan menghampiri keduanya dengan nafas memburu.

Belum bisa di buka?” tanya Jinan.

Adam menggeleng, “susah di bukanya. Kuncinya juga ilang.

Nata anjing,” desis Jinan. Ia menatap Javiro dan Adam secara bergantian, “lu udah minta kunci cadangan?

Javiro menggeleng, “belum, sih.

Gue minta kunci cadangannya dulu. Kalian ajak omong Adira aja, biar dia gak takut. Tadi dia chat gue,” ujar Jinan. Keduanya mengangguk.

Jinan pergi mencari karyawan sekolah yang menyimpan kunci cadangan semua ruangan sekolah. Hatinya tidak bisa tenang. Sesekali ia mengumpat karena ia tau kalau Nata adalah pelakunya. Setelah mengambil kunci cadangan, Jinan langsung kembali ke gudang. Javiro dan Adam yang sedang mengajak Adira mengobrol, berusaha untuk membuat gadis itu tetap tenang.

Jinan membuka pintu gudangnya. Ia menemukan Adira di samping pintu gudang, badannya bergetar. Keringat memenuhi keningnya, Adira menangis. Jinan langsung memeluk Adira, Adira kembali menangis di pelukan Jinan. Javiro dan Adam menatap Adira dengan tatapan khawatir. Diam-diam Javiro mengepalkan tangannya karena ia merasa kesal dengan Nata.

Sssttt, jangan nangis, ya. Aku ada di sini,” kata Jinan. Ia berusaha untuk menenangkan Adira yang masih menangis.

Sekarang jam pelajaran, jadi tidak ada orang yang berkeliaran. Jinan mengajak Adira untuk keluar dari gudang. Mengajak Adira ke kantin untuk membeli minuman sekaligus menenangkan Adira. Javiro dan Adam mengikuti Jinan dan Adira.

Adira berusaha menenangkan dirinya. Ia menatap Jinan dengan tatapan ketakutannya. Ia takut gelap. Adira takut ketika ia terkurung di gudang sendirian dengan keadaan gelap. Itu membuatnya sesak napas dan badannya bergetar karena ketakutan. Adira tidak tau siapa yang mengunci pintu gudang.

Bilang sama aku, siapa yang udah ngunciin kamu di gudang?” tanya Jinan, menatap Adira dengan serius.

Adira hanya menunduk tanpa menjawab pertanyaan Jinan, ia memainkan jari-jarinya. Javiro dan Adam saling melirik.

Bilang aja, Dir. Biar kita tau siapa pelakunya,” ucap Javiro.

Iya, biar kita kasih pelajaran,” sahut Adam.

Adira menggeleng, “g–gue gak tau.

Jinan menghela nafasnya kasar, “bilang aja, Adira. Kasih tau ke kita, siapa pelakunya.

Nata?” tebak Jinan. Adira hanya terdiam saat mendengar nama itu di sebutkan.

Jinan yang tidak mendapat respon dari Adira langsung berdiri dan berjalan dengan cepat meninggalkan kantin. Adira sontak ikut berdiri dan mengejar Jinan, begitupun dengan Javiro dan Adam. Ketiganya mengejar Jinan yang berjalan menuju ke kelas 12 IPA 3. Wajah Jinan memerah menahan amarah, nafasnya memburu. Jinan sudah kepalang emosi, ia ingin menghampiri gadis itu dan memberinya pelajaran.

Jinan!” panggil Adira yang tidak di hiraukan Jinan.

Brak

Semuanya yang ada di dalam kelas terkejut karena pintu kelas mereka yang di dobrak. Untung saja mereka sedang jamkos. Jinan mengedarkan pandangannya, lalu ia menemukan Nata yang sedang duduk di bangkunya dan tersenyum ke arahnya. Nata beranjak dari duduknya dan menghampiri Jinan dengan senyumnya yang merekah.

Jinan! Kamu ngapain ke kelas aku? Nyariin aku, ya?” tanya Nata.

Iya,” jawab Jinan dengan datar.

Senyum Nata semakin merekah, “kenapa? Kenapa kamu nyariin aku? Kamu kang–

Gue peringatin ke lo, ya, Nata. Gak usah macem-macem sama Adira, cewek gue. Gak usah deket-deket sama dia!” ucap Jinan dengan suaranya yang masih datar.

Nata menatap Jinan bingung, sedangkan semua orang yang ada di dalam kelas menatap keduanya kebingungan. Tidak paham dengan masalah yang mereka bicarakan. Hingga Adira, Javiro, dan Adam muncul di ambang pintu kelas.

Hah? Aku gak ngapa-ngapain Adira kok. Tuh, tanya sendiri ke Adira,” ucap Nata. Ia menatap Adira dengan tatapan yang sulit di artikan.

Jinan, udah ...” ucap Adira, ia menarik seragam Jinan.

Gak bisa, Ra! Dia udah keterlaluan sama kamu. Dia udah ngurung kamu di gudang!” ucapan Jinan membuat semua orang yang mendengarnya terkejut tidak percaya. Nata juga ikut terkejut. Diam-diam gadis itu mengepalkan tangannya, menahan amarahnya.

Sekali lagi lo ngelakuin hal goblok kayak gini, gue gak bakal segan-segan lapor ke guru buat ngeluarin dari sekolah!” itu adalah peringatan dari Jinan untuk Nata. Entah yang ke berapa kalinya. Jinan sudah muak dengan tingkah laku Nata. Setelah itu, Jinan menarik Adira keluar. Javiro dan Adam masuk ke kelasnya dan duduk di bangku masing-masing. Nata yang masih berdiri di depan kelas, ia berusaha mengontrol emosinya.

Rajendra menghampiri Orel yang berdiri di samping motornya. Gadis itu tampak murung, Rajendra tau kalau Orel ngambek padanya. Rajendra menghampiri Orel dan melilitkan jaketnya ke pinggang Orel. Membuat Orel terkejut dan menatap Rajendra dengan bingung.

Kamu tembus,” bisik Rajendra lalu menjauhkan wajahnya.

Terlihat wajah Orel yang terkejut, Orel menghembuskan nafasnya. Rajendra tersenyum. Ia memakaikan helmnya ke Orel.

Gak usah ngambek,” kata Rajendra lalu mencubit hidung Orel dengan gemas.

Gak ngambek!” seru Orel.

Masa, sih?” goda Rajendra.

Berisik! Cepetan pulang,” ucap Orel dengan kesal.

Rajendra terkekeh, ia menyuruh Orel untuk naik ke motornya. Setelah itu keduanya keluar dari pekarangan sekolah. Keduanya menikmati angin yang berhembus. Sore-sore begini, angin terasa sejuk. Keduanya hanya diam selama perjalanan. Orel tidak mau berbicara karena ia marah dengan Rajendra. Laki-laki itu tidak memperbolehkan dirinya makan makanan pedas. Meski ia tau kalau laki-laki itu peduli dengan kesehatannya, tapi Orel sangat ingin makan makanan pedas.

Kenapa diem aja?” tanya Rajendra dengan suara keras.

Aku marah sama Kajen!

Marah kenapa?

Gak bolehin aku makan makanan pedes, padahal kan aku lagi pengen.

Ohh, gara-gara itu. Jangan ngambek dong, nanti aku sedih, nih!

Biarin!

Rajendra tertawa, “kamu mau beli apa emangnya? Nanti aku beliin.

Orel memajukan tubuhnya, mendekatkan wajahnya ke wajah Rajendra. “Beneran?

Rajendra mengangguk, “tapi ada syaratnya.

Apa?” tanya Orel.

Syaratnya gak boleh ngambek lagi. Gimana?” ucap Rajendra.

Orel terkekeh, “oke, deal. Habis ini beliin aku makaroni pedes.

Oke! Pegangan dong, nanti jatuh.

Orel tersenyum, ia melingkarkan tangannya ke pinggang Rajendra. Memeluknya dengan erat dan menyenderkan kepalanya ke bahu Rajendra.


Kini keduanya baru selesai membeli makaroni pedas yang di inginkan Orel. Orel tersenyum senang karena Rajendra menepati janjinya.

Masih ngambek, gak?” tanya Rajendra.

Orel menggeleng dengan cengiran di wajahnya, “enggak dong. Makasih, Kajen!

Sama-sama.” Rajendra tersenyum lalu mengacak rambut Orel dengan gemas.

Setelah itu mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju ke rumah. Orel memeluk pinggang Rajendra dengan perasaannya yang sangat senang. Rajendra diam-diam tersenyum saat melirik Orel dari kaca spion. Kekasihnya itu tampak sangat senang.

Kamu tau gak kenapa aku tadi ngelarang kamu makan makanan pedes?

Kenapa?

Because I don't want you to get sick.

Aaaaaaa, pacarku gemes banget. Maaf ya, aku gak nurutin kamu.

Gapapa, sekali ini aja deh aku turutin kamu. Lain kali jangan, oke?

Tapi kalau aku pengen makan makanan pedes gimana?

Ya aku gak bolehin.

Terus nanti aku ngeyel aja deh~

Terus aku ngambek deh sama kamu.

Kok ngambek, sih?

Soalnya kamu bandel.

Ya udah deh aku gak bandel, biar kamu gak ngambek.

Lalu keduanya tertawa bersama karena percakapan mereka. Orel semakin mengeratkan pelukannya. Ah, Rajendra selalu membuatnya senang. Hari ini dia merasa kesal padanya, lalu sekarang ia merasa senang karenanya. Rajendra selalu bisa membuat dirinya luluh. Maka dari itu, Orel sangat menyayangi Rajendra.

Orel berbaring di atas tempat tidurnya dengan posisi memeluk lututnya. Perutnya sangat sakit karena ini adalah hari pertama dia datang bulan. Padahal tadi rasa sakitnya masih bisa ia tahan, namun sekarang rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Orel mengatur nafasnya. Berusaha untuk tenang. Keningnya sudah berkeringat, padahal Ac-nya menyala.

Klek

Suara pintu terbuka membuat Orel mengalihkan atensinya ke pintu kamarnya. Ada Rajendra dengan wajahnya yang terlihat lelah namun juga terlihat khawatir. Rajendra menghampiri Orel yang sedang kesakitan di atas kasur, laki-laki itu mengusap kening Orel dengan penuh kasih sayang.

Sakit banget, ya?” tanya Rajendra. Ah, ia salah. Tak seharusnya ia menanyakan itu. Karena sudah pasti jawabannya sangat sakit.

Orel mengangguk lemah, “huft, aku gapapa kok, kak. Sakit biasa ini.

Biasa apanya, kamu sampe keringetan gini,” ucap Rajendra. “Udah minum obat pereda nyeri?

Orel menggeleng, “kayaknya habis deh. Aku belum beli lagi.

Rajendra menghela nafasnya, “kenapa gak bilang? Kan tadi aku bisa beliin kamu, sayang.

Maaf,” lirih Orel.

Rajendra tersenyum, “gak usah minta maaf. Minum dulu air putihnya. Aku udah beliin kamu martabak.

Orel mengangguk menurut. Ia meminum segelas air putih yang di berikan Rajendra. Setelah itu ia membuka kotak martabak manis, ia mengambilnya satu potong dan memakannya dengan perlahan. Rajendra hanya memperhatikan Orel saja. Laki-laki itu menatap wajah Orel yang terlihat pucat dan menahan kesakitan. Rajendra meletakkan tangannya di atas tangan Orel yang sedang meremas perutnya.

Untung bang Manu bilang ke aku. Coba kalau gak bilang, pasti kamu nahan sakit sendirian,” ucap Rajendra. Ia mengusap bibir Orel yang terdapat cokelat dari martabak manis yang gadis itu makan.

Aku gak mau ganggu Kajen. Kan kamu habis rapat OSIS ... Pasti capek banget,” kata Orel dengan suara pelan.

Gak ganggu, Orel. Mau secapek apapun, aku bakalan tetep dateng buat nemenin kamu. Biar kamu gak kesakitan sendirian,” ujar Rajendra.

Orel hanya terdiam. Ia selesai memakan martabaknya. Sekarang ia menunggu Rajendra yang sedang mengambil air hangat untuk di kompreskan ke perutnya.

Rajendra itu memang sangat telaten. Setiap Orel datang bulan, Rajendra akan datang untuk menemani Orel. Ia menemani Orel sampai gadis itu tertidur dan tidak merasakan sakit lagi. Apabila Orel mengeluh sakit perut, maka Rajendra akan segera datang. Rajendra juga selalu membantu Orel dengan mengompres air hangat ke perut Orel, agar rasa sakitnya berkurang. Orel sangat bersyukur memiliki pacar seperti Rajendra.

Tidak lama kemudian, Rajendra datang baskom berisi air hangat dan juga ada handuk di tangannya. Rajendra duduk di tepi ranjang, ia memeras handuknya di air hangat.

Buka dikit aja bajunya, sampe perut aja,” titah Rajendra.

Orel mengangguk, ia membuka sedikit bajunya agar Rajendra mudah mengompres perutnya. Rajendra melakukannya dengan telaten. Dia sangat berhati-hati saat meletakkan handuknya di atas perut Orel.

Setelah mengompres perut Orel, Rajendra menemani Orel yang bersiap untuk tidur.

Kajen, sini tiduran di samping aku,” pinta Orel.

Badan aku bau, kan aku belum mandi,” ucap Rajendra.

Keringet kamu baunya wangi, kamu mandi pakai apa?” tanya Orel.

Rajendra terkekeh, “pakai sabun, lah.” lalu ia berbaring di samping Orel. Memeluk gadis itu dengan erat.

Rajendra mengusap pelan perut Orel, ia juga mengusap rambut Orel. Orel juga memeluk Rajendra dengan erat. Ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Rajendra.

Kajen, aku ngerepotin banget gak sih pas lagi datang bulan?” tanya Orel.

Emmm, gimana, yaa?” Rajendra memasang wajah berpikir. Orel mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah sang kekasih.

Rajendra menatap Orel, “aku gak mau jawab. Nanti kamu ngambek.

Orel berdecak, “jawab aja! Atau aku ngambek beneran?

Rajendra terkekeh, “enggak kok. Kamu gak ngerepotin sama sekali. Malah kadang lucu aja kalau kamu ngambek gara-gara gak aku turutin kalau kamu pengen beli es.

Ya lagian kamu gak bolehin! Ya aku ngambek deh,” ucap Orel.

Gak boleh minum es, nanti sakit perut. Terus nanti batuk sama pilek,” kata Rajendra.

Kan sekali doang!

Iya, sekali minumnya. Tapi belinya berkali-kali.

Keduanya tertawa. Orel memainkan rambut Rajendra. Kini wajah keduanya sejajar. Keduanya saling bertatapan dengan senyuman di wajah mereka.

Kajen, lain kali kalau aku lagi kayak gini lagi, gak usah dateng. Apalagi malem-malem gini. Dan kamu habis rapat OSIS, pasti capek ...” lirih Orel.

Orel, aku gak pernah capek buat nemenin kamu. Aku kan udah bilang, kalau kamu kesakitan, aku bakalan nemenin kamu sampai kamu tidur. Aku gak bakalan biarin pacar aku nahan sakit sendirian. Kalau ada aku, kenapa enggak? Aku bisa nemenin kamu,” ucap Rajendra.

Kenapa mau nemenin aku?

Ya karena pengen aja.

Serius, Kajen!

Hahaha, iya-iya. Because you are my priority.

Orel tersenyum, begitupun dengan Rajendra. Rajendra mengusap rambut Orel dengan lembut. Ia menyuruh Orel untuk memposisikan dirinya dengan nyaman. Agar tidurnya nyenyak.

Nah, sekarang kamu tidur. Ini udah larut malem,” titah Rajendra.

Orel mengangguk, ia memakai selimutnya dan mulai memejamkan matanya. Rajendra mengusap rambut Orel, menyanyikan sebuah lagu agar Orel tertidur. Begitu dengkuran halus terdengar, Rajendra membenarkan selimut Orel. Laki-laki itu beranjak dari tempat tidur Orel. Ia mengecup sekilas kening Orel.

Selamat tidur, cantik. Have a sweet dream, sayangnya Kajen.

Adira tampak gelisah, ia menengok ke arah Nata berjalan ke arah dirinya dan teman-temannya. Teman-temannya tidak ada yang menyadari keberadaan Nata. Adira menghela nafasnya, ia harus siap bercecok dengan Nata. Karena Nata sangat suka membuatnya emosi. Sudah hampir satu minggu Nata bersekolah di tempat yang sama dengannya, sudah satu minggu pula Nata selalu membuatnya emosi ketika mereka bertemu.

Hai.

Suaranya membuat Edrea, Kamala, Javiro, dan Adam menghentikan obrolan mereka dan menatap Nata dengan tatapan tidak suka. Mereka menatap Adira dengan tatapan bertanya, Adira hanya mengangkat kedua bahunya acuh.

Nata tersenyum sok manis kepada teman-teman Adira dan juga pada Adira. Di belakangnya ada Jinan dengan nafas tersengal-sengal, mungkin habis berlari karena mengejar Nata kemari. Adira melirik Jinan, Jinan juga menatap Adira dengan tatapan memelasnya.

Hai, aku Nata! Kalian pasti udah tau aku kan, ya? Soalnya kan aku di omongin terus di sekolahan,” ucap Nata. Membuat semua yang mendengarnya mendengus malas.

Ngapain lo tiba-tiba dateng ke sini?” tanya Edrea.

Nata melirik Adira, “aku udah bilang Adira kok.

Sontak semuanya menatap Adira dengan tatapan bertanya. Adira yang mendengarnya pun berusaha untuk mengontrol emosinya.

Lo gak bilang ke gue ya, Nat. Gue juga gak ngajak lo buat dateng ke sini!” kata Adira dengan nada yang ia tekankan.

Ih, kok kamu gitu sih sama aku? Jinan, liat nih pacar kamu.” Adira memutar kedua bola matanya saat mendengar Nata yang mengadu pada Jinan.

Jinan tampak kesal juga, laki-laki itu menghela nafasnya. Berusaha untuk sabar menghadapi Nata.

Lo gak usah bohong deh, Nat! Jelas-jelas lo langsung lari ke sini pas liat Adira di sini. Adira tadi juga bilang ke gue!” ucap Jinan.

Kamala terkekeh, “lo itu gak di ajak,” ejeknya.

Udah, sana lo pergi. Ganggu aja,” usir Edrea.

Sementara Javiro dan Adam hanya menyimak. Nata sepertinya terlihat kesal, tapi gadis itu berusaha untuk tetap tersenyum. Ia menatap satu-satu teman-teman Adira. Begitu Nata melihat Adira, Nata menatap Adira dengan tatapan sinisnya. Tentu saja semuanya menyadari hal itu. Nata, gadis bermuka dua. Yang bisa merubah dirinya menjadi sok baik dan jahat pada semua orang.

Btw, Nat, lo kalau mau pulang mending pulang sendiri aja. Jinan sama gue! Satu lagi, bawa sendiri belanjaan lo itu. Gak usah nyuruh Jinan buat bawain belanjaan lo. Lo pikir dia babu lo?!” ucap Adira dengan menggebu-gebu.

Nata mendengus, “ngeselin banget, sih! Jinan sama aku! Jinan, ayo pulang. Males banget sama mereka semua.

Ya udah sana pulang. Gak ada juga yang ngundang lo dateng ke sini,” sahut Adam.

Oh iya, tadi kan Adira bilang ke kita kalau lo mau masuk ke circle kita,” kata Javiro. “Sorry ya, We don't accept new friends.

Nata semakin kesal ketika Javiro mengatakan itu. Ia menarik Jinan, membawanya pergi. Mungkin Nata malu karena ia yang tiba-tiba datang ternyata di usir di depan banyak orang. Jinan menatap ke belakang, menatap Adira dengan cemas. Sedangkan Adira tersenyum, ia melakukan gerakan ‘nanti aku chat’ dengan tangannya. Jinan mengangguk, ia mengikuti langkah Nata dengan terpaksa.