aireanora

Sekarang Adira dan teman-temannya sudah berada di Yoshinoya. Mereka segera memesan beberapa menu yang di inginkan. Mahes juga berada di sana setelah Adira mengatakan kalau dirinya dan Javiro akan mentraktir teman-temannya.

“Gue masih kaget, anjing,” ucap Kamala.

Edrea mengangguk setuju, “bisa-bisanya nyembunyiin 6 bulan.”

“Lo tau, Hes?” tanya Adam ke Mahes. Mahes mengangguk, semuanya sontak menatap Javiro dan Adira.

“Wah parah, masa kita doang yang gak di kasih tau,” kata Kamala. Ia menggelengkan kepalanya tidak percaya.

“Lebay, orang-orang juga gak tau. Bukan kalian doang yang gak tau anying,” ujar Javiro.

Mereka menghentikan obrolan dan lanjut makan makanan yang sudah berada di hadapan mereka. Semuanya makan dengan lahap karena ini gratis. Siapa juga yang tidak senang dengan makanan gratis? Mereka mengambil kesempatan ini sebagai pajak jadian Adira dan Javiro. Tapi mereka juga ingin merayakan karena Adira dan Javiro berpacaran.


“Sana pulang,” usir Adira setelah turun dari motor Javiro.

“Lah, kok ngusir?” Javiro mengernyitkan keningnya.

“Rumah lo sebelah rumah gue, ya gue usir dong,” kata Adira sambil menyengir.

Javiro terkekeh, ia mengacak-acak rambut Adira. Membuat rambut Adira menjadi berantakan, Adira langsung memukul lengan Javiro karena telah membuat rambutnya berantakan. Javiro pergi ke rumahnya untuk memarkirkan motornya. Adira kira Javiro akan masuk ke rumahnya, makanya gadis itu berniat untuk masuk ke dalam rumahnya. Namun tiba-tiba Javiro merangkulnya dan ikut masuk ke dalam rumahnya.

Kini keduanya berada di kamar Adira. Javiro sedang berbaring di kasur Adira padahal ia bau keringat. Adira sedang menarik Javiro untuk bangkit dari kasurnya. Gadis itu mengomeli Javiro yang tidak mau beranjak dari kasurnya.

“Minggir, anjing! Badan lo bauuu, Jav. Minggir sana. Nanti kasur gue bau keringet lo,” omel Adira dengan tangan yang masih bersusah-payah menarik lengan Javiro.

“Duhh, bentar dong. Gue pengen rebahan,” kata Javiro.

Adira berdecak, ia mengambil gulingnya lalu memukulkannya pada Javiro. Sehingga Javiro langsung duduk dan menahan guling yang di pegang Adira. Ia menatap Adira kesal.

“Bocil tenaganya kuat banget, heran,” lirih Javiro.

“Bocil mata lo! Gue udah jadi mahasiswi!” seru Adira tidak terima. Ia meletakkan kembali gulingnya dan pergi ke lemari bajunya untuk memilih baju yang akan ia pakai, karena ia akan pergi mandi.

“Bocil, bocil, bocil. Bocilnya gue, gemes banget buset dah,” oceh Javiro.

Adira membalikkan badannya, ia langsung berhadapan dengan dada Javiro yang berada di depannya. Ia mendongak untuk menatap Javiro, alisnya bertautan. Ia mendorong tubuh Javiro agar menyingkir dari hadapannya.

“Minggir, ih! Gue mau mandi,” ucap Adira.

“Peluk dulu dong sini.” tanpa aba-aba, Javiro langsung memeluk Adira dengan erat. Gadis itu hanya diam tak memberontak di pelukan Javiro.

Tiba-tiba–

“Akh!” Javiro langsung melepaskan pelukannya setelah merasakan bahunya di gigit. Ia menatap Adira yang tertawa lalu melarikan diri ke kamar mandi.

Bunyi pintu terkunci terdengar, Javiro menggelengkan kepalanya melihat tingkah kekasihnya. Ia terkekeh, laki-laki itu berjalan mengambil tasnya dan pergi ke kamarnya lewat balkon kamar Adira. Ia juga akan pergi mandi, baru setelah itu ia akan kembali ke kamar Adira setelah mandi.

Rajendra menolehkan kepalanya ketika pintu kamarnya di buka. Ada Orel yang berdiri di ambang pintu, gadis itu tersenyum padanya.

“Sini masuk,” titah Rajendra.

Orel melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Rajendra. Laki-laki itu sedang membereskan barang-barangnya. Orel langsung menghampiri Rajendra dan membantunya membereskan barang-barang Rajendra. Orel membereskannya dengan telaten. Memasukannya ke dalam koper dan menata kasur Rajendra yang masih berantakan.

Setelah selesai membereskan barang-barang Rajendra, gadis itu langsung dipeluk oleh Rajendra dengan erat. Rajendra menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Orel. Menghisap dalam-dalam aroma tubuh Orel yang akan ia rindukan. Rasanya tidak rela ketika ia harus kembali ke Sydney lagi, namun ini demi pendidikannya. Dan Rajendra sudah berjanji bahwa ia akan segera menikahi Orel setelah kuliahnya selesai.

Rajendra melepaskan pelukannya ketika merasa kaosnya basah. Rupanya Orel sedang menangis. Rajendra terkekeh, diusapnya pipi sang gadis. Menghapus jejak air mata dari pipinya.

“Jangan nangis dong,” kata Rajendra. “Kan kita udah pernah di posisi kayak gini sebelumnya. Masa nangis, sih? Nanti jelek.” Rajendra berusaha untuk menghibur gadis di depannya, ia mengusap pipi Orel dengan lembut.

“Gak tauuu, gak pengen Kajen balik,” rengek Orel kembali memeluk Rajendra.

Rajendra terkekeh, “nanti aku gak bisa nyelesaiin kuliahnya dong,” ucapnya. “Tunggu 2 tahun lagi, biar aku bisa nikahin kamu.”

Rajendra melepaskan pelukannya, mengajak Orel untuk turun ke bawah karena sebentar lagi sudah jam setengah 9. Perjalanan ke bandara butuh waktu 25 menit dari rumahnya.


Sekarang keluarga Orel dan keluarga Rajendra sudah berada di bandara untuk mengantar Rajendra. Teman-teman Rajendra juga sudah datang. Mereka saling berpelukan dan memberi semangat pada Rajendra. Jiwa dan Kaira merasa sedih karena anaknya harus kembali ke negeri orang untuk melanjutkan kuliahnya lagi.

Kini Rajendra berdiri di depan Orel. Semua orang memberi mereka jarak, Rajendra tersenyum kepada Orel yang sedang menundukkan kepalanya. Gadis itu tidak sanggup untuk menatap Rajendra, ia tidak ingin menangis lagi. Entah kenapa dia menangis sama seperti dulu ketika Rajendra berangkat ke Sydney untuk pertama kalinya.

Harusnya Orel sudah terbiasa, namun ia tetap saja menangis. Rajendra mengangkat dagu Orel, menyuruh gadis itu untuk menatapnya. Mata Orel sudah berkaca-kaca. Rajendra menggenggam tangan Orel dan mengusapnya dengan lembut dan penuh perasaan.

“Orel sayangku, jangan nangis, ya? Aku cuma ke negeri orang buat kuliah doang. Kita masih bisa chat, telepon, atau zoom kalau kamu mau. Jangan nangis, oke? Malu dong diliatin banyak orang. Nanti kamu diledekin sama bang Manu, loh,” ujar Rajendra. Ia mengusap pipi Orel yang mulai basah karena air mata gadis itu sudah keluar dengan deras membasahi pipinya.

“Kajen baik-baik di sana, jangan genit sama cewek lain! Jaga kesehatan, makan yang teratur, jangan sampe sakit ... Nanti gak ada aku yang ngerawat kamu,” ucap Orel.

Rajendra mengangguk, “iya, sayang. Kamu juga lakuin yang kamu omongin tadi, ya? Janji sama aku, jangan sakit. Nanti di sana aku khawatir terus sedih.” Orel mengangguk. Keduanya saling menautkan jari kelingking, berjanji satu sama lain.

Rajendra menarik Orel ke dalam pelukannya. Memeluk gadis itu seerat mungkin, sebelum ia jauh dari gadisnya. Rajendra mencium pucuk kepala Orel berulang kali dan mengecup sekilas kening dan pipi Orel. Setelah itu ia mengajak Orel untuk bergabung bersama yang lainnya. Rajendra berpamitan ketika pengumuman yang menyebutkan pesawat yang akan ditumpanginya terdengar.

Rajendra mengusap pipi Orel sesaat sebelum ia pergi. Rajendra tersenyum, ia melambaikan tangannya pada semua orang.

Keduanya asik mengejar satu sama lain tanpa mempedulikan sekitar mereka. Rajendra yang mengejar Orel karena gadis itu telah membuat bajunya basah karena ulahnya. Orel berlari menghindari Rajendra yang mungkin saja bisa menangkapnya dan membalas ulahnya.

Hingga akhirnya Rajendra berhasil menangkap Orel. Keduanya tertawa ketika Rajendra menggelitik perut Orel. Orel meronta untuk dilepaskan, namun Rajendra yang sedang memeluknya semakin mengeratkan pelukannya.

Rajendra membawa Orel terjatuh di atas pasir, laki-laki itu meletakkan kepala sang gadis di atas lengannya yang digunakan sebagai bantal. Keduanya berbaring di atas pasir, langit yang mulai mendung karena sudah semakin sore. Mereka sudah lama berada di sini. Dari siang sampai sore hari. Keduanya terdiam tanpa ada pembicaraan di antara mereka berdua.

Orel menatap Rajendra yang sedang memejamkan matanya. Orel mendekatkan dirinya, menyentuh ujung hidung Rajendra lalu tertawa. Rajendra membuka sebelah matanya, mengintip apa yang sedang dilakukan gadisnya. Orel menatap Rajendra yang sudah membuka matanya, laki-laki itu mendekatkan wajahnya pada wajah Orel. Keduanya saling berpadangan tanpa ada niatan untuk memutus pandangan mereka.

Rajendra tersenyum, ia mengecup sekilas kening Orel lalu mengusap pipinya dengan lembut. Untung saja sekarang Ancol sedang tidak ramai, hanya ada segelintir orang yang berada di sana.

“Kajen nanti malem balik lagi ke Sydney,” ucap Orel. “Kok cepet banget, ya? Perasaan baru kemarin kamu pulang.” raut wajahnya terlihat sedih, bibirnya cemberut. Ia menunduk, memainkan jari-jarinya di dada bidang Rajendra.

Rajendra mengusap rambut Orel dengan lembut, “aku nyelesaiin kuliah aku dulu, ya, sayang. Nanti kalau aku udah selesai kuliah, aku bisa pulang ke sini tanpa harus balik ke sana lagi.”

“Tapi masih lamaa, dua tahun lagi,” kata Orel.

“Dua tahun gak lama kalau kamu gak nungguin. Makanya jangan di tungguin, nanti kerasa lamanya,” ujar Rajendra.

“Kak, I can still contact you anytime right?” tanya Orel.

Rajendra mengangguk, “iya, sayang. Kamu bisa telpon aku kapan aja, chat aku kapan aja. Aku bakalan jawab kalau aku ada waktu luang dan selama aku bisa jawab chat atau telepon kamu.” ia menggenggam tangan Orel lalu mengecup punggung tangannya, “jangan merasa sungkan atau mikir kalau aku bakalan keganggu, oke? Karena I'm still your home.

Orel mengangguk, ia tersenyum kepada Rajendra. Memberanikan dirinya untuk mengecup pipi laki-lakinya. Keduanya tersenyum.

“Ayo ganti baju dulu, terus kita makan seafood. Habis itu kita foto pas sunset, oke?” ajak Rajendra. Ia membantu Orel untuk berdiri.

Keduanya pergi ke tempat tas mereka berada lalu mengambil baju ganti mereka dan segera pergi mengganti baju mereka yang sudah kotor dengan pasir yang menempel di baju. Setelah itu keduanya pergi makan seafood bersama.

Sekarang keduanya sedang mengantri untuk menaiki salah satu wahana, yaitu kora-kora. Ide pergi ke Dufan adalah ide Orel, Rajendra hanya menurutinya saja. Sebenarnya ia takut untuk menaiki wahana esktrem, ia bisa muntah-muntah karena Rajendra tidak terbiasa. Tapi demi Orel, ia akan mengiyakan semua yang Orel mau.

Sekarang giliran mereka berdua dan barisan di belakang mereka yang naik. Rajendra bisa merasakan jantungnya yang berdegup kencang, wajahnya pucat, ia berusaha untuk menetralkan detak jantungnya. Ia menatap Orel yang sangat antusias. Rajendra meremas tangannya yang sudah keringat dingin.

Hitungan mundur sudah terdengar. Rajendra berdoa agar ia selamat dan tidak muntah setelah permainan ini selesai.

Setelah permainan sudah selesai, ternyata Rajendra merasakan pusing dan dia hampir muntah. Orel langsung kelabakan, ia mencari kantong plastik bersih untuk Rajendra yang sudah tidak sanggup dan akhirnya ia muntah. Orel memijat tengkuk Rajendra dengan pelan, wajahnya terlihat khawatir. Orel merasa bersalah karena telah mengajak Rajendra pergi ke Dufan.

“Kajen, kita pulang aja deh. Kamu muntah kayak gini, aku gak tega,” ucap Orel lalu memberikan sebotol air mineral pada Rajendra.

Rajendra meneguknya hingga tersisa setengah, ia menatap Orel yang sedang menatapnya dengan wajah khawatir. “Gapapa, sayang. Kamu lanjut main aja, aku tungguin.”

“Ah, gak seru kalau sendirian. Makanya udahan ajaa, kita cari tempat lain, gimana?” usul Orel.

Rajendra mengangguk, “ya udah, ayo deh. Kita ke Ancol aja, mau?”

Orel mengangguk, “mau!” serunya dengan antusias.

Rajendra tersenyum, ia mengacak pelan rambut Orel. Membuat sang gadis cemberut. Rajendra tertawa, ia menarik Orel mendekat padanya dan merangkul bahu Orel. Orel memeluk Rajendra dari samping. Keduanya keluar dari area Dufan dan segera pergi ke Ancol.

Kini Adira dan Javiro sedang berada di kamar Adira. Sudah hal biasa bagi mereka saling menginap di salah satu rumah mereka secara bergantian. Bahkan orang tua mereka tidak mempermasalahkannya, asal tidak melakukan hal macam-macam. Adira sedang berbaring di kasurnya, di sampingnya ada Javiro yang ikut merebahkan dirinya.

Adiraaa, peluk gueee,” rengek Javiro. Ia menggoyangkan lengan Adira dengan wajah memelasnya.

Manja banget lo, peluk guling aja.” Adira mengambil gulingnya dan memberikannya pada Javiro.

Javiro cemberut, ia membuang gulingnya ke lantai. Membuat Adira mendelik padanya.

Kok di buang?!” seru Adira.

Ya habisnya lo gak mau peluk gue. Masa gue peluk guling? Gak mau,” ucap Javiro merajuk.

Adira terkekeh, “manja banget lo. Gue suka lo manja kayak gini soalnya gemesss. Sini peluk, ututututu.

Adira melebarkan kedua tangannya, membiarkan Javiro memeluknya. Javiro mendekati Adira dan memeluk tubuh gadisnya dengan erat. Ia menenggelamkan wajahnya di perut Adira. Adira mengusap rambut Javiro dengan lembut. Sesekali mengusap pipi Javiro sampai Javiro tertidur. Dengkuran halus dari Javiro membuat Adira tersenyum. Laki-laki itu sudah tertidur rupanya. Adira mengambil selimut dan menyelimuti Javiro, ia juga ikut masuk ke dalam selimut dan ikut tertidur.

Gak usah di makan, Jav. Mata lo udah berkaca-kaca ituu,” ucap Adira pada Javiro yang tetap memaksa untuk menghabiskan ayam geprek milik Adira yang tidak habis.

Gapapa, kecil ini mah. Gue udah biasa makan pedes kayak gini,” kata Javiro.

Gaya lu, waktu itu aja makan bakso mercon nangis-nangis kepedesan,” ejek Adira.

Javiro berdecak, “gak usah di ingetin lagi napa, sih?” Adira hanya tertawa mendengar perkataan Javiro.

Saat mereka sedang asik mengobrol, suara seseorang menyapa indera pendengaran mereka. Suara yang tidak asing di telinga Adira. Suara yang dulunya selalu mengisi hari-harinya, sekarang menjadi asing. Suara yang sudah lama tidak Adira dengar. Adira melirik Javiro, begitupun dengan Javiro yang melirik Adira.

Hai, kalian udah lama di sini?” tanyanya.

Oi, Jinan. Udah daritadi, sih. Ini mau pulang,” jawab Javiro.

Jinan tersenyum, ia melirik ke Adira yang menundukkan kepalanya. Jinan tau kalau Adira tidak ingin melihatnya. Padahal Jinan sangat merindukan gadis itu.

Adira? Apa kabar? Udah lama kita gak ngobrol kayak gini,” ucap Jinan. Ia berusaha mengajak Adira mengobrol.

Javiro menatap Adira, ia mengusap lengan sang gadis. Membuat sang empu mendongakkan kepalanya. Adira tersenyum sekilas pada Jinan. Ah, Jinan juga merindukan senyuman gadis itu.

Gue baik, Ji. Lo gimana? Everything okay?” balas Adira.

Yea, everything is fine ...” lirih Jinan.

Kini mereka saling terdiam, atmosfer di antara mereka sudah tidak enak lagi. Javiro yang menyadari gerak-gerik Adira yang terlihat tidak nyaman pun langsung memecah keheningan diantara mereka.

Eh, balik dulu ya, bro. Udah mau sore, nih. Kita juga udah selesai makan,” ucap Javiro. “Ayo, Dir.

Adira mengangguk. Gadis itu mengambil tasnya dan tersenyum pada Jinan, ia berjalan mendahului Javiro keluar tempat makan ini. Javiro tersenyum pada Jinan dan menepuk bahu Jinan dua kali. Jinan membalas senyuman Javiro, ia memperhatikan Javiro dan Adira yang saling berhadapan. Adira yang tertawa karena Javiro yang sedang memasangkan helm padanya. Dulu Jinan yang melakukan, sekarang posisinya sudah tergantikan. Jinan sadar kalau Adira bukan miliknya lagi. Tanpa sadar, Jinan menitikkan air matanya.

Ra, semuanya gak baik-baik sejak lo putusin gue. Tapi, gue seneng liat lo ketawa kayak gini. Be happy, Ra.” Jinan melambaikan tangannya ketika Javiro menatapnya dan Adira hanya melihatnya sekilas.

Kajen, ini kopernya di taruh mana?” tanya Orel, memegang koper milik Rajendra.

Rajendra menolehkan kepalanya ke Orel, “taruh deket lemari aja.” Orel mengangguk, ia meletakkan kopernya di dekat lemari baju Rajendra. Ia berbalik menghadap Rajendra yang sedang duduk di pinggir ranjang sambil menatapnya.

Orel melangkahkan kakinya mendekati Rajendra, Rajendra tersenyum dan menarik tangannya untuk duduk di dekatnya. Laki-laki itu mengusap rambut dan pipi Orel dengan lembut.

Kenapa?

Kangen.

Aku lebih kangen sama Kajen.

Masa?” Rajendra memasang wajah jahilnya, membuat Orel mendengus. Lalu Rajendra tertawa. Ia memeluk Orel dengan erat. Membiarkan gadisnya bersandar pada dadanya. Rajendra mengusap punggung Orel dan menciumi pucuk kepala Orel.

Selama aku gak ada di sini, kamu ngapain aja? Gak ngelakuin hal-hal aneh, kan?” tanya Rajendra.

Orel menggeleng, “cuma kuliah, kerja kelompok, makan, tidur, nonton film. Emm, terus apaa, yaaa.” Rajendra terkekeh dengan tingkah laku Orel yang membuatnya gemas. Ia sudah lama tidak mengobrol seperti ini dengan kekasihnya, dan ini sangat membuatnya rindu. Hari ini adalah hari yang paling di nantikan Rajendra. Bertemu dengan kekasihnya, ah ralat– tunangannya yang paling ia cintai.

Kajen di sana gak genit sama cewek lain, kan?” Orel mendongakkan kepalanya, menatap Rajendra. Rajendra memasang wajah berpikir, membuat Orel kesal. “Kamu pasti godain cewek-cewek di sana, ya?! Ih, Kajen ngeselin!

Rajendra tertawa, “hahaha, enggak kok. Aku kan udah punya kamu, aku juga inget kamu. Mana mungkin aku godain cewek lain kalau aku udah punya kamu.

Kirain ...” lirih Orel.

Kamu tau gak, sih? Di sana aku kesepian gak ada kamu, gak ada yang bawel, gak ada yang berisik, gak ada yang gangguin, pokoknya sepi banget deh. Tapi akhirnya aku terbiasa gak ada kamu. Tapi aku juga kangen banget tau sama kamu! Setiap hari aku mikirin kamu, kangen sama kamu. Rasanya pengen terbang ke Indonesia detik itu juga.

Orel setia mendengarkan ocehan Rajendra dengan posisi mereka yang masih berpelukan. Orel tersenyum saat Rajendra mengatakan bahwa dia merindukannya, itu membuat pipi Orel memerah karena malu dan salah tingkah. Untung saja Rajendra tidak melihatnya. Kalau melihatnya, pasti Orel akan di ejek habis-habisan.

Sekarang aku ketemu kamuu, meski tahun kemarin aku juga pulang, tapi aku seneng banget soalnya ketemu lagi. Aku jadi pengen kuliah di sini aja deh.

Jangan dong! Masa pindah kuliah di sini gara-gara gak ada aku di sana? Gak boleh.

Kalau aku kangen kamu, gimana dong?

Kan bisa video call, Kajeennn. Atau telpon aku.

Tapi kurang! Kamu tuh yaa, gemes banget tau. Pengen peluk kamu, pengen jadiin kamu kecil banget biar bisa di taruh kantong, pengen cium kamu, pengen apa aja deh pokoknya sama kamu. Aku kangen banget sama kamu. I miss you so bad, sayang. Kangennnn. Gak mau lepas peluknya. Pokoknya peluk aku sampe besok! Eh, selamanya deh. Kamu harus peluk aku terusss!

Rajendra semakin mengeratkan pelukannya pada Orel, ia menelusupkan wajahnya ke perpotongan leher Orel. Menyembunyikan wajahnya di sana, membuat Orel geli karena merasakan deru nafas Rajendra di lehernya. Orel terkekeh, ia juga mengeratkan pelukannya pada Rajendra. Ternyata tunangannya ini sedang manja. Orel tau betul kalau Rajendra selalu mendadak berubah menjadi manja setelah tidak bertemu begitu lamanya. Ini membuat Orel merasa gemas padanya. Sore ini mereka habiskan untuk saling melepas rindu sambil saling berpelukan.

Kajen, ini kopernya di taruh mana?” tanya Orel, memegang koper milik Rajendra.

Rajendra menolehkan kepalanya ke Orel, “taruh deket lemari aja.” Orel mengangguk, ia meletakkan kopernya di dekat lemari baju Rajendra. Ia berbalik menghadap Rajendra yang sedang duduk di pinggir ranjang sambil menatapnya.

Orel melangkahkan kakinya mendekati Rajendra, Rajendra tersenyum dan menarik tangannya untuk duduk di dekatnya. Laki-laki itu mengusap rambut dan pipi Orel dengan lembut.

Kenapa?

Kangen.

Aku lebih kangen sama Kajen.

Masa?” Rajendra memasang wajah jahilnya, membuat Orel mendengus. Lalu Rajendra tertawa. Ia memeluk Orel dengan erat. Membiarkan gadisnya bersandar pada dadanya. Rajendra mengusap punggung Orel dan menciumi pucuk kepala Orel.

Selama aku gak ada di sini, kamu ngapain aja? Gak ngelakuin hal-hal aneh, kan?” tanya Rajendra.

Orel menggeleng, “cuma kuliah, kerja kelompok, makan, tidur, nonton film. Emm, terus apaa, yaaa.” Rajendra terkekeh dengan tingkah laku Orel yang membuatnya gemas. Ia sudah lama tidak mengobrol seperti ini dengan kekasihnya, dan ini sangat membuatnya rindu. Hari ini adalah hari yang paling di nantikan Rajendra. Bertemu dengan kekasihnya, ah ralat– tunangannya yang paling ia cintai.

Kajen di sana gak genit sama cewek lain, kan?” Orel mendongakkan kepalanya, menatap Rajendra. Rajendra memasang wajah berpikir, membuat Orel kesal. “Kamu pasti godain cewek-cewek di sana, ya?! Ih, Kajen ngeselin!

Rajendra tertawa, “hahaha, enggak kok. Aku kan udah punya kamu, aku juga inget kamu. Mana mungkin aku godain cewek lain kalau aku udah punya kamu.

Kirain ...” lirih Orel.

Kamu tau gak, sih? Di sana aku kesepian gak ada kamu, gak ada yang bawel, gak ada yang berisik, gak ada yang gangguin, pokoknya sepi banget deh. Tapi akhirnya aku terbiasa gak ada kamu. Tapi aku juga kangen banget tau sama kamu! Setiap hari aku mikirin kamu, kangen sama kamu. Rasanya pengen terbang ke Indonesia detik itu juga.

Orel setia mendengarkan ocehan Rajendra dengan posisi mereka yang masih berpelukan. Orel tersenyum saat Rajendra mengatakan bahwa dia merindukannya, itu membuat pipi Orel memerah karena malu dan salah tingkah. Untung saja Rajendra tidak melihatnya. Kalau melihatnya, pasti Orel akan di ejek habis-habisan.

Sekarang aku ketemu kamuu, meski tahun kemarin aku juga pulang, tapi aku seneng banget soalnya ketemu lagi. Aku jadi pengen kuliah di sini aja deh.

Jangan dong! Masa pindah kuliah di sini gara-gara gak ada aku di sana? Gak boleh.

Kalau aku kangen kamu, gimana dong?

Kan bisa video call, Kajeennn. Atau telpon aku.

Tapi kurang! Kamu tuh yaa, gemes banget aku. Pengen peluk kamu, pengen jadiin kamu kecil banget biar bisa di taruh kantong, pengen cium kamu, pengen apa aja deh pokoknya sama kamu. Aku kangen banget sama kamu. I miss you so bad, sayang. Kangennnn. Gak mau lepas peluknya. Pokoknya peluk aku sampe besok! Eh, selamanya deh. Kamu harus peluk aku terusss!

Rajendra semakin mengeratkan pelukannya pada Orel, ia menelusupkan wajahnya ke perpotongan leher Orel. Menyembunyikan wajahnya di sana, membuat Orel geli karena merasakan deru nafas Rajendra di lehernya. Orel terkekeh, ia juga mengeratkan pelukannya pada Rajendra. Ternyata tunangannya ini sedang manja. Orel tau betul kalau Rajendra selalu mendadak berubah menjadi manja setelah tidak bertemu begitu lamanya. Ini membuat Orel merasa gemas padanya. Sore ini mereka habiskan untuk saling melepas rindu sambil saling berpelukan.

cw // fight , blood , harshwords.

Adira tuh sok cantik banget tau, Ji. Aku pernah liat dia tebar pesona ke anak kelas sebelah. Aku juga pernah liat dia godain cowok kelas sebelah. Kok bisa sih kamu pacaran sama dia? Untung aja kamu udah putus ya sama Adira,” ucap Nata yang mengikuti langkah kaki Jinan menuju kantin sekolah.

Jinan memberhentikan langkahnya, membuat Nata ikut berhenti. Nata menatap Jinan dengan wajah tanpa dosanya. Jinan menatap Nata dengan tajam, ia merasa jengkel pada Nata yang terus-menerus menjelek-jelekan Adira padanya. Padahal ia tau betul tentang ‘mantan kekasihnya’ itu.

Kenapa berhenti?” tanya Nata.

Lo bisa gak sih berhenti jelek-jelekin Adira ke gue? Lo tuh gak tau apa-apa mending diem, anjing!” sentak Jinan, ia menatap Nata dengan tajamnya.

Nata mengerutkan keningnya, “kan aku cuma ngomongin fakta! Adira itu suka genit ke cowok lain, aku sendiri yang liat! Masa kamu gak percaya sama aku, sih?!

Gak ada gunanya gue percaya sama omongan sampah lo itu,” ucap Jinan dengan tenang. “Gara-gara lo! Gue putus sama Adira.” jari telunjuknya tepat berada di depan wajah Nata. Nafasnya memburu karena emosinya sudah sampai ubun-ubun.

Tapi kan–

BERHENTI, NAT! BERHENTI NGOMONGIN ADIRA DAN JELEK-JELEKIN DIA KE GUE! LO GAK TAU APA-APA!” bentakan Jinan membuat semua orang menatap mereka berdua. Jinan tidak mempedulikannya, sedangkan Nata menatap Jinan dengan tatapan marahnya.

Adira itu sok cantik, dia murahan, gatel banget jadi cewek, genit banget ke cowok padahal dia pacaran sama kamu! Harusnya kamu putusin dia dan bikin dia sadar sama tingkah lakunya! Kenapa sih–

Bugh

Jinan!” Nata menghampiri Jinan yang tersungkur di lantai. Jinan mengusap ujung bibirnya yang berdarah, ia menatap Javiro dengan nyalang. Javiro juga menatapnya dengan tatapan penuh amarah. Jinan menyentak tangan Nata yang memegangi lengannya. Jinan berdiri dan maju selangkah menghampiri Javiro.

Maksud lo apa, bangsat?!” tanya Jinan dengan suaranya yang keras.

Urusin tuh cewek lo! Gak usah jelek-jelekin Adira pake mulut sampahnya!” Javiro menunjuk Nata dan menatap gadis itu marah.

Harusnya lo nampar dia bukan gue, anjing!

Ya lo cowoknya, bangsat! Urusin cewek lo! Ajarin cara ngeluarin kata-kata yang bener, bukan omongan sampah!

Nata bukan cewek gue, anjing!

Oh, ya? Terus kejadian waktu itu apaan, hah?! Lo mau ngelak apalagi? Lo udah nyakitin Adira, anjing! SADAR LO, BRENGSEK!

Bugh

Jinan melayangkan tinjuannya ke wajah Javiro, membuat Javiro tumbang dan jatuh seketika di atas lantai. Keduanya di penuhi amarah, semua orang yang berada di kantin pun berteriak histeris ketika Jinan memukul Javiro. Javiro berdiri dan kembali meninju Jinan dengan ganas. Keduanya saling adu tinju dan memukul satu sama lain. Tidak peduli dengan keadaan sekitar mereka. Keduanya saling memukul hingga sekarang mereka berdua ada di tengah lapangan. Semua orang hanya bisa menonton keributan mereka berdua tanpa bisa melakukan apapun.

Pukulan demi pukulan di layangkan ke wajah lawan dengan ganas, matanya memancarkan amarah, tubuhnya masih bisa berdiri meski sudah babak belur, nafas mereka yang memburu. Jinan dan Javiro masih saja saling memukul padahal sudah ada yang berusaha untuk menahan mereka. Adam dan teman-teman Jinan berada di sana untuk menghentikan pertengkaran mereka. Tetapi keduanya masih tersulut emosi dan saling memukul satu sama lain.

Hingga akhirnya ada suara yang bisa menghentikan mereka. Keduanya menatap orang itu, Jinan dan Javiro seketika berhenti memukul dengan nafasnya yang masih memburu. Itu Adira. Adira berjalan mendekati keduanya, hingga kini ia berada di tengah-tengah Jinan dan Javiro. Adira menatap keduanya bergantian. Wajah mereka sudah di penuhi lebam dan darah yang keluar dari luka pukulan. Adira menghela nafasnya, jujur saja ia lelah karena mereka dua selalu saja bertengkar semenjak Adira dan Jinan putus.

Kalian kenapa berantem?” tanya Adira. Tidak ada jawaban dari keduanya. Hingga Adira meledakkan amarahnya, ia sudah benar-benar marah pada keduanya. “KENAPA GUE TANYA?! KENAPA KALIAN BERANTEM? KALIAN TAU KAN INI MASIH DI SEKOLAH? KENAPA MALAH BERANTEM? MIKIR DONG! PUNYA OTAK, KAN?!” Edrea dan Kamala yang baru saja tiba di sana pun terkejut dengan Adira yang mulai meledakkan emosinya.

Gadis itu terlihat sangat marah, bahkan matanya sampai berkaca-kaca saking marahnya. Ia menahan agar tidak kelepasan memarahi mereka berdua. Tapi hari ini, semuanya tidak bisa di tahan lagi.

Dir, Nata jelek-jelekin lo! Ya gue gak terima, lah!” Javiro mulai bersuara, ia menatap Adira dengan tatapannya yang mulai melunak.

Dia nonjok gue duluan. Padahal gue juga udah bilang ke Nata buat gak jelek-jelekin lo,” ucap Jinan.

Adira menatap Nata dengan tajam, “anjing ya lo! Udah bikin gue sama Jinan putus, sekarang lo jelek-jelekin gue! Ada masalah apaan sih lo sama gue?!

A–aku gak ngapa-ngapain kok, Adira,” kata Nata dengan gugup. Ia merasa takut dengan Adira.

Alesan mulu lo, anjing! Gue udah sabar ya selama ini sama tingkah laku lo. Gue kira setelah gue putus sama Jinan gara-gara lo, lo bakalan berubah dan berhenti bikin masalah,” ucap Adira. “Ternyata masih aja bikin masalah. Lo gak ada kerjaan apa gimana, Nat? Jahat banget lo, sumpah.

AKU GAK NGAPA-NGAPAIN, ADIRA!” teriak Nata. Semuanya terkejut karena Nata yang tiba-tiba berteriak. Adira terkekeh, ternyata gadis itu sudah berani menunjukkan sifat aslinya kepada semua orang. Nata sontak menutup mulutnya ketika ia sadar telah berteriak di hadapan semua orang. “Maaf, aku tadi kelepasan. Kamu, sih, Dir!” dan selalu saja menyalahkan Adira atas semua yang ia lakukan.

Lo berdua berantem lagi sana, sampai koma juga gue gak peduli! Gue capek banget ngurusin kalian berdua. Kayaknya sehari gak berantem tuh gak bisa, ya?” Adira menatap Jinan dan Javiro secara bergantian. Lalu saat Adira ingin pergi, kedua tangannya di tahan. Ia menatap Jinan dan Javiro dengan bingung. Jinan yang memegangi lengan kanannya, Javiro yang memegangi lengan kirinya.

Ngapain?” tanya Adira sambil menatap keduanya bergantian. Jinan dan Javiro saling bertatapan dengan sinis.

Obatin gue, Ra. Gue juga mau ngobrol sama lo,” ucap Jinan lalu menarik Adira pergi. Melepaskan pegangan Javiro pada tangan Adira. Adira menatap ke belakang, menatap Javiro dengan tatapan khawatir. Javiro tersenyum, menyuruh Adira untuk mengikuti Jinan.

Kini kedua keluarga tersebut sudah berada di salah satu restoran yang ada di Jakarta. Jiwa memesan ruangan VIP agar mereka lebih leluasa mengobrol tanpa ada kebisingan dari dalam restoran dan agar tidak terganggu. Mereka sedang mengobrol sambil menikmati makanan. Karena mejanya melingkar, posisi duduknya ada Jiwa-Kaira-Rajendra-Arnold-Nadira-Orel-Manuel.

Rajendra mau kuliah dimana, nih?” tanya Arnold.

Rencananya mau kuliah di luar negeri, Yah. Tapi belum tau, sih. Masih rencana,” jawab Rajendra.

Widih, anak gue di ajak LDR dong,” kata Arnold. Rajendra terkekeh mendengarnya.

Baru rencana, sob. Belum tau bakal di terima apa enggak. Kalaupun di terima, gapapa lah ya Orel di ajak LDR?” ucap Jiwa lalu menatap Orel, Orel hanya mengangguk.

Jadi, gimana, nih, Jiw? Rencana kita sebelumnya jadi apa enggak?” tanya Arnold pada Jiwa. Membuat Rajendra dan Orel mengerutkan keningnya bingung karena tidak paham dengan arah pembicaraan mereka. Kaira, Nadira, dan Manuel hanya bisa tersenyum melihat Rajendra dan Orel yang kebingungan.

Jadi, lah. Udah di siapin dari kemarin-kemarin masa kagak jadi,” ucap Jiwa. Lalu ia menatap anak semata wayangnya dan menatap Orel bergantian, “kalian udah cocok banget. Kami juga merasa ada kecocokan di antara keluarga kita. Jadi, kita mau Rajendra sama Orel naik ke tingkat yang lebih serius.

Rajendra dan Orel yang mendengarnya pun terkejut. Jadi ini kejadian tak terduga yang di maksud Orel. Orel sangat tidak menyangka kalau inilah kejadian yang ia duga. Rajendra menatap Orel yang juga menatapnya, laki-laki itu tersenyum ke arah gadisnya.

Rajendra mengangguk, “kalau boleh, sih, aku mau, Yah. Mungkin tunangan dulu gitu, kan?

Jiwa mengangguk, “iya, tunangan aja dulu. Kalau Orel, gimana? Setuju?” Jiwa menatap Orel, menunggu jawaban dari kekasih anaknya.

I-itu aku ngikut aja, sih,” jawab Orel dengan gugup. Nadira mengusap bahu Orel agar anaknya tidak gugup.

Nah, kalau gini kan gampang. Ya udah, yuk tuker cincin.” Jiwa mengeluarkan dua kotak yang berisikan cincin yang sudah mereka beli beberapa hari yang lalu. Bermodalkan dengan mengukur ukuran jari anak mereka secara diam-diam.

Jiwa menyuruh Rajendra dan Orel untuk berdiri berdampingan. Kaira memberikan salah satu cincin pada Rajendra dan menyuruhnya untuk memasangkan di jari manis Orel. Begitupun sebaliknya. Setelah tukar cincin, mereka bertepuk tangan dengan wajah penuh kebahagiaan.

Nah, sekarang udah resmi tunangan. Baru tunangan, loh. Belum nikah. Jangan macem-macem dulu,” ucap Nadira. Bermaksud untuk menggoda Orel dan Rajendra.

Bundaaaa,” rengek Orel karena di goda oleh Bundanya sendiri. Mereka tertawa dengan tingkah Orel yang sangat menggemaskan.

Bisa pamerin ke anak-anak,” bisik Rajendra.

Ngapain pamer?

Biar mereka tau kalau kita udah tunangan. Jadi, gak ada yang ganggu kamu. Karena kamu punya aku.