Jangan bilang ke siapa pun
TW // VIOLENCE , KEKERASAN , BLOOD
Kailee berlari dengan cepat menyusul Rael yang sedang dikejar preman. Kalilo kebingungan melihat Kailee yang tiba-tiba lari, laki-laki itu hendak menyusul kekasihnya. Namun, Kailee berteriak, “Kamu di sana aja. Cepet panggil polisi terus nyusul aku!” Kalilo hanya mengangguk mengiyakan.
Kailee berbelok ke gang yang cukup sepi, ia bisa melihat Rael yang terpojokkan dengan tiga preman yang menghadangnya. Dengan berani, Kailee mendekat. Matanya melihat ada balok kayu di jalanan, ia langsung mengambilnya dan berjalan perlahan-lahan tanpa membuat suara agar mereka tidak menyadarinya.
“Mana janji lo mau bayar hutang?! Kita udah kasih waktu seminggu, lo juga belum bayar hutangnya. Mau sampai kapan menghindar terus?! Kita juga butuh duit!” ucap salah satu preman.
“Udah gue bilang, gue lagi gak pegang duit! Minta ke bokap gue, jangan ke gue. Dia yang punya hutang, kenapa kalian malah ngejar gue?!” teriak Rael dengan wajahnya yang ketakutan.
Preman itu tertawa, “Karena lo yang dijadiin jaminan hutang bokap lo! Cepet bayar!”
“UDAH GUE BILANG, GUE GAK PUNYA DUIT–”
“BERANI YA LO NGELAWAN KITA! AWAS AJA–”
Baru saja tangan preman itu terangkat untuk memukul Rael, Kailee langsung melayangkan balok kayu yang ia pegang ke bahunya. Preman itu terjatuh dan meringis kesakitan. Rael yang tidak merasakan pukulan apa pun langsung membuka matanya. Ia terkejut melihat Kailee yang berada di sini.
“Dasar bocah ingusan! Ngapain lo dateng ke sini?! Oh, mau jadi pahlawan, ya?”
“Diem lo laki-laki biadab! Beraninya nyakitin cewek. Laki bukan lo? Lo dikasih tangan tuh bukan buat mukul cewek, tolol!” seru Kailee dengan beraninya.
“Kurang ajar!” Preman itu maju untuk memukul Kailee. Tapi, Kailee dengan cepat menghindari serangan. Ia kembali melayangkan balok kayunya dan memukul salah satu preman itu.
Perkelahian pun terjadi, Kailee seorang gadis yang melawan tiga preman seorang diri. Sedangkan Rael hanya memperhatikan saja, tanpa berniat untuk membantu Kailee. Rael ketakutan. Ia tidak bisa membantu apa pun meski dirinya ingin sekali membantu Kailee. Tapi, rasa gengsinya lebih tinggi. Jadi, ia hanya diam saja.
Hingga ketika Kailee lengah, gadis itu terkena pukulan dari salah satu preman di pelipisnya. Kailee hampir tumbang karena kepalanya terasa pusing dan pelipisnya mengeluarkan darah. Rael berteriak terkejut. Ia baru saja akan menghampiri Kailee, namun, suara sirine membuat preman-preman itu kabur.
“Jangan lupa hutang lo!” ucap preman itu sebelum kabur.
Kailee memegang pelipisnya yang berdarah, rasa pusing menyerang dirinya. Suara langkah kaki semakin mendekat, Kailee tahu kalau itu adalah Kalilo.
“Kak, kenapa bisa kayak gini?! Kamu ngapain?!” tanya Kalilo, ia memegang kepala Kailee dengan hati-hati. Wajahnya terlihat khawatir.
“Aku gapapa, Kal,” ucap Kailee. Kemudian ia berdiri dibantu oleh Kalilo, Kailee menatap Rael yang menatapnya dengan raut khawatir. “Rael, lo gapapa?” tanya Kailee.
Rael mengangguk, “Pelipis kamu gimana, Kailee?”
Kailee terkekeh, “Nanti juga diobatin di rumah,” balasnya. Rael menggigit bibir bawahnya, Kailee berjalan mendekatinya Rael. Namun, baru beberapa langkah, Rael menyuruh Kailee untuk berhenti.
“Kailee, aku gak pernah minta bantuan ke kamu. Tapi, makasih banyak. Luka yang kamu dapetin itu, bukan salah aku. Itu salah kamu yang nekat lawan preman,” ucap Rael. “Aku gak butuh bantuan kamu, Kailee. Aku bisa lawan mereka. Harusnya tadi kamu gak usah datang.”
“Dih, lo udah dibantuin malah ngomong gitu. Maksud lo apa?!” seru Kalilo tidak terima.
Rael menatap keduanya bergantian, “Aku gak pernah minta bantuan kalian! Kalian juga kenapa harus ikut campur urusan aku? Dan kamu Kailee, gak usah sok-sokan nolongin aku kayak tadi. Kamu cuma kasihan sama aku, kan?!”
Kailee menggelengkan kepalanya, “Enggak. Gue emang tulus mau bantuin lo, kenapa lo bilang gitu?”
Rael berdecak, “Aku tau kamu itu kayak gimana. Pura-pura baik biar dilihat sebagai orang paling baik sama orang-orang, biar dapet pujian. Iya, kan?!”
“Bangsat–” Kalilo hampir saja maju untuk menampar Rael karena sudah keterlaluan. Namun, Kailee menahannya. Kalilo mendengus, ia menggeram marah. Tangannya terkepal di kedua sisi tubuhnya. Rael tidak tahu diri. Padahal kekasihnya sudah menyelamatkan dirinya dari preman-preman tadi. Jika saja Kailee tidak datang menyelamatkan Rael, pasti dia sudah babak belur di tangan preman tadi.
“Terserah lo deh, Rael. Lo mau ngomong apa aja tentang gue, gue gak peduli. Harusnya gue tau kalau sifat lo tuh kayak gini, kekanak-kanakan dan egois. Padahal gue beneran tulus nyelamatin lo. Percuma juga gue bilang kayak gini, pastinya lo gak bakal peduli dan tetep kayak gini terus. Susah ya ngomong sama lo, mending tadi gak usah gue tolongin biar lo habis di tangan mereka,” ujar Kailee dengan sarkas. Ia menarik lengan Kalilo untuk pergi dari sana. Baru beberapa langkah, Rael memanggilnya.
Rael menghampiri Kailee dan Kalilo, ia mendekati Kailee hingga tersisa satu langkah jarak antara keduanya. “Jangan bilang siapa pun tentang ini. Awas aja kalau kamu sampai sebarin hal ini ke anak-anak sekolahan, aku gak segan-segan buat nampar kamu,” ucapnya kemudian pergi dari sana.
“Cewek gila!” desis Kalilo. Ia menatap Kailee dan menggandeng lengan Kailee, mereka harus segera pergi dari sana dan mengobati luka Kailee.